webnovel

Saling Menginginkan

"Tadi tuh, kita cuma ketemuan di Bakerzin, di Kokas, kafe dessert gitu," ujar Helena memulai ceritanya. "Padahal biasanya, setiap kali gue ulang tahun. Mama akan pilih restoran hot pot atau steamboat gitu. Jadi, kita bisa ngabisin banyak waktu sambil ngobrol, sambil makan." Helena menunduk untuk menyembunyikan senyumnya yang getir. "Tapi untuk kali ini ... kayaknya Mama memang sibuk banget, sih."

Saat mengangkat wajah, Galaksi masih serius menatapnya.

"Nggak lebih dari lima belas menit kita ketemuan, setelah itu Mama buru-buru pergi," lanjut Helena. "Dan ya, gue baru tahu alasannya kenapa dia lebih milih kafe yang isinya kebanyakan dessert. Biar bisa cepet balik."

Galaksi tersenyum saat Helena kembali menampakkan senyum lebih lebar.

"Mama memang ngasih gue ucapan selamat, ngasih hadiah juga. Tapi ... sepanjang pertemuan tadi, dia terus bercerita tentang Fea-adik gue dari pernikahan keduanya." Helena masih tersenyum seraya menatap Galaksi. "Mama ada, di hadapan gue, tapi ... gue nggak merasa dia benar-benar ngasih waktu buat gue."

Selama beberapa saat, Helena berpikir, apa gunanya memberi tahu Galaksi masalah ini? Namun, di detik yang sama, entah kenapa dia merasa lebih lega.

"Biasanya gue akan merayakan hari ulang tahun sama Papa sih, tapi kebetulan dia lagi di luar kota dan nggak bisa pulang cepat-cepat, jadi ya ..." helena mengangkat bahu. "Mungkin, selama ini sebenarnya gue udah berada di titik yang nggak mengharapkan waktu Mama lagi, tapi hari ini gue lagi cari penyakit aja."

Helena menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya dengan lega. Dia baru saja melakukannya sekarang setelah sejak tadi merasa begitu sesak.

"Dan lo tahu nggak? Ada hal lucu." Helena melihat Galaksi menatapnya lebih serius, seolah-olah menanti kalimat selanjutnya. "Hari ini Mama ngasih gue hadiah tas yang sama persis dengan apa yang dia kasig di ulang tahun gue sebelumnya, warna, merk, bentuknya. Semuanya sama." Helena terkekeh walau pasti dia terlihat menyedihkan saat ini. "Kayak ... ya memang dia benar-benar nggak punya waktu untuk gue. Sekalipun cua memikirkan hadiah yang harus di beli di hari ulang tahun gue. Dia nggak punya waktu."

Galaksi beranjak dari posisinya tanpa bicara apa-apa. Dia berjalan ke arah meja bar. Sesaat kemudian, lampu ruangan mati. Sesaat semua terasa gelap, sampai akhirnya mata Helena bisa menyesuaikan kembali penglihatannya.

Galaksi masih menyisakan lampu orange pantri yang lemah itu tetap menyala. Ada lampu dari balkon yang masih ikut menyeruak dari pintu kaca karena gorden dibiarkan terbuka.

"Nggak ada lilin ulang tahun di sini." Galaksi kembali duduk di hadapan Helena, membuat Helena bisa melihat sisi kanan wajah laki-laki itu yang kini tersiram cahaya lampu dari balkon, satu sisi wajahnya terlihat terang, sementara sisi yang lain gelap. Dia mengangsurkan sebuah korek gas ke hadapan Helena. "Tiup," ujarnya setelah memantik api.

Helena terkekeh melihat api kecil yang kini bergoyang-goyang lemah di atas pemantik yang berada dalam genggaman Galaksi. "Tiup?"

Galaksi mengangguk.

Helena meniupnya dan api kecil itu mati dalam sekejap.

"Selamat ulang tahun, Helena."

Helena tidak bisa menahan senyummnya. Dia sudah tidak peduli jika Galaksi menangkap senyum bahagianya yang begitu kentara sekarang.

"Take it all, Helen," lanjut Galaksi kemudian.

Helena balas menatap mata Galaksi yang sejak tadi menatapnya lekat. "Apa?"

"Semua waktu gue."

Galaksi menaruh pematik api ke atas meja kecil di sampingnya, bergabung bersama benda-benda lain yang di simpan sebelumnya di sana. Setelah itu, Galaksi kembali menatapnya. Gue punya dua puluh empat jam. Dan silakan ambil semuanya."

Helena sadar senyum masih terukir di wajahnya, yang dia tidak sadari selanjutnya adalah ... tangannya yang kini bergerak perlahan untuk menangkup satu sisi wajah Galaksi. Galaksi hanya diam saat ibu jari Helea mengusap pelan sudut matanya, bagian yang ternyata begitu dia sukai dari seluruh bagian wajah laki-laki itu.

Mungkin ini adalah kesalahan.

Atau mungkin juga sebuah kecerobohan.

Helena menggerakkan wajahnya lebih rendah. Dia ... mencium bibir Galaksi.

Entah untuk alasan apa, entah untuk mengungjapkan apa, bibirnya mengecup singkat, lalu menarik kembali wajahnya dengan perlahan.

Dari jarak yang benar, Helena mampu melihat mata Galaksi yang sekarang mengerjap lemah, menatapnya gamang.

Selama beberapa saat, keduanya terdiam. Hanya saling menatap.

Namun, setelah detik demi detik yang hening itu berganti, Galaksi bangkit. Kakinya berlutut, membuat posisi tubuh mereka sejajar. Dua tangannya mengurung paha Helena dan wajahnya bergerak mendekat.

Galaksi balas mencium bibir Helena.

Sekali. Dua kali. Kecupan ringan itu berubah menjadi lumatan lembut saat tahu Helena menerimanya dengan baik.

Hangat. Lembut. Perlahan. Namun Helena dapat merasakan seluruh isi dadanya seperti ditarik. Ada rasa tertahan yang kini seolah lepas. Ada sesak yang berubah lega. Ada ... hal tersembunyi yang kini terungkap secara tersirat.

Dua tangan Helena bergerak mengalung di tengkuk Galaksi saat lengan pria itu menarik pinggangnya merapat. Dalam satu hentakkan, Galaksi sudah berhasil mengangkat tubuh Helena dan membuat posisinya berbalik.

Galaksi sudah duduk di sofa, membawa Helena dalam pangkuannya. Dua lutut Helena mengurung pinggang Galaksi dengan dua tangan yang kini bergerak meremas helaian rambut kasar laki-laki itu, bersama ciuman yang tidak diberi jeda.

Dua tangan Galaksi bergerak mendorong ke atas bagian rok yang memeluk pinggul Helena erat, membebaskannya sampai Helena bisa membuka kakinya lebih lebar dan duduk tepat di atas pahanya. Tubuh mereka saling merapat, saling beradu dalam gerakan yang sama-sama tahu bahwa ... mereka saling menginginkan satu sama lain.

Helena bisa merasakan tangan Galaksi mulai bergerak i tubuhnya, meraih pinggulnya, mengusap punggungnya, lalu gerakan mereka terhenti sesaat ketika tangan itu bergerak menarik sipul kemeja di bagian pinggang Helena sampai terlepas.

Wajah keduanya saling menjauh, dan dua tatap itu bertemu. Seperti sedang mengajukan sebuah permohonan, tatapan Galaksi beralih pada tangannya yang kini bergerak meraih butir kancing kemeja Helena di bagian dada.

Tidak ada gerakan lebih berarti dari tangan Galaksi ketika melihat Helena diam saja. Namun, saat Helena kembali merendahkan wajah untuk menciumnya, tangan Galaksi otomatis bergerak membebaskan butir demi butir kancing kemeja Helena. Tidak seluruhnya terlepas, tapi mampu membuat kemeja itu hampir terbebas. Saat tangan Galaksi mengusap lembut pundak kemeja Helena,bagian lengan kemeja itu merosot dan meluruh di satu sisi, menampakkan pundah putih yang terbuka.

****

Tim Sukses Depan Pager

Julian Keano remove Helena Cellistine.

Gista Renjani : Nggak ada yang mau jemput gue apa nih?"

Jessy Shahiya : Pada ke mana, sih?

Gista Renjani : Nge-grab aja gue ya.

Jessy Shahiya : Jangan, maceettt.

Gista Renjani : Telaaaat. Udah pesen.

Jessy Shahiya :Ya udah deh. Hati-hati ya.

Gista Renjani : Udah dua jam kejebak macet.

Jessy Shahiya : Gue kan bilang jangan nge-grab.

Gista Renjani : Ini cowok-cowok nggak ada yang nyaut, kan. Terus naik apaan?

Jessy Shahiya : Emang nih pada ngeselin. Masih di jalan?

Gista Renjani : Iya. Mana pegel banget dari tadi pegang tart. Mending naik motor dah tau gini.

Gibran Sungkara : Ngambil tart di mana emang, Ta? Kok, gue nggak tahu?

Gista Renjani : Blackbeans. Tadi gue bilang kok di atas. Scroll aja. Tapi nggak ada yang bales. Kebiasaan kalau dimintain tolong, grup mendadak kayak kuburan. Harusnya nih ya. GUE RESIGN AJA JADI SEKSI KONSUMSI DI GRUP INI. MAKAN ATI DOANG ANJIR.

Julian Keano : Sabar, Ta. Bawa duduk dulu biar tenang.

Gista Renjani : Dari tadi gue duduk sampe rasanya pinggang gue mau patah.

Fadhil Dzil : Sumpah gue baru balik. Baru liat HP. Sori, Ta.

Gista Renjani : Bodooo. Kemusuhan lo sama gue mulai detik ini.

Jessy Shahiya : Lo kira-kira bisa nyampe ke rumah Kai sebelum jam 11 nggak, Ta? Kita kumpul sini aja, berangkat bareng.

Gista Renjani : Nggak janji.

Jessy Shahiya : Rencananya kan kita ke rumah Helen sebelum jam 12. Bokapnya belum balik, jadi kita nggak bisa masuk ke rumahnya. Cuma bisa ngasih surprise di luar pager. Kita pastiin dulu Helen udah balik ke rumah atau masih sama nyokapnya. Gimana nih? Halooo. Pada ke mana, sih?

Kaivan Ravindra : Lha, dari tadi aku di samping kamu. Nggak ke mana-mana.

Arjuna Advaya : Gue masih di ruang KSR. Pulang rapat langsung nyusul.

Gibran Sungkara : Gue masih nugas. Sabaaaarrr.

Fadhil Dzil : Gue mandi dulu. Baru nyampe rumaaa.

Jessy Shahiya : ISH!

David : Gue otw ya. Rumah Kai dulu, kan?

Kaivan Ravindra : Iya. Sini dah, Vid. Biar gue ada temen dimarah-marahin.

David : Lah, Julian ke mana?

Kaivan Ravindra : Katanya lagi menyelamatkan diri, menjauhi ledakan gunung merapi.

Jessy Shahiya : (Mengirimkan emoticon marah.)

Kaivan Ravindra : <3

Gista Renjani : MULAAAIII.

ARjuna Advaya : Tinggal Galaksi nih. Belum nyaut. Dari sore ngilang dia.

Jessy Shahiya : Dia bakal ikut gasi? Gajelas banget.

Kaivan Ravindra : Ditelepon dari tadi nggak diangkat.

Gista Renjani : Macetnya malah makin parrraaahhh.

Julian Keano : Sabar. Baru ngeluarin motor. Shareloc ya.

****