1 The Dark

"Kalau tak ingin disentuh oleh kami, tolong jangan sentuh kami." -The Dark-

Massachusetts Institute of Technology (MIT) dinobatkan sebagai Universitas nomor satu terbaik di seluruh Amerika Serikat. Kampus ini berhasil mendapatkan nilai sempurna di 4 kategori dari total 6 indikator penilaian.

Dari total 11 ribu mahasiswa, 3 persennya adalah mahasiswa internasional yang berasal dari 154 negara berbeda. MIT dikenal sebagai pemimpin dalam bidang sains, teknik, biologi, ekonomi, dan masih banyak lagi. Uniknya, MIT memiliki gedung-gedung kampus dengan bentuk artistik.

Universitas tersebut dikuasai oleh empat orang lelaki dari keluarga terpandang yang tergabung dengan kelompok bernama The Dark. The Dark sering kali menggunakan kekuasaan mereka sebagai anak dari dewan kampus untuk menyingkirkan orang-orang yang mereka anggap mengganggu.

The Dark terdiri dari 4 orang lelaki tinggi nan berkuasa di Universitas MIT, Albern Ainsely Kendo ialah pemimpin dari The Dark tersebut. Angkuh dan sombong adalah gaya The Dark, tapi Albern lebih dari itu. Selain sombong Albern juga bersifat cuek dan selalu menindas orang yang lemah baginya, bukan hanya lemah tetapi juga mengganggu.

Apabila The Dark berjalan beriringan menuju Universitas, maka orang-orang disekitarnya akan menatap The Dark dengan kagum. Bukan hanya kekayaan yang dimiliki The Dark, namun juga kecerdasan dan ketampanan. Bahkan saat ini The Dark datang ke Universitas menggunakan 2 mobil sport pribadi. Berjalan beriringan dengan gaya angkuh adalah ciri khas The Dark, bahkan tak jarang ada orang yang meminta foto dengan The Dark atau sekedar meminta tanda tangan. Hebat bukan?

*****

Adsila Clareta Jasmeen seorang gadis yang cantik nan lugu bertubuh kecil sedang berjalan dengan langkah kecilnya menuju kelas. Namun tak sengaja dirinya melihat kerumunan para gadis dan berniat mendatanginya, namun naas karena tubuhnya yang kecil ia terdorong dan jatuh, bahkan ponselnya kini melayang entah kemana karena terkejut. Dalam keterkejutanya matanya hampir copot, karena ponsel kesayangannya tertindas oleh kaki seseorang dan seketika kerumunan bubar. Dalam posisi telungkup dirinya mematung menatap sedih ponsel yang kini retak tak berbentuk.

Dengan gerakan cepatnya Adsila Clareta Jasmeen atau sering disebut Sila bangun dari posisinya dan berjalan cepat menuju ponsel yang kini retak karena terpijak kaki seseorang. Dengan gerakan pelan dirinya berjongkok meraih ponsel yang kini retak. Sila bangun dari posisi jongkoknya dan menatap nyalang orang yang telah menginjak ponselnya. Sila merasa kesal dan geram dengan orang tersebut karena dengan tenangnya orang tersebut memandangnya seolah-olah itu adalah hal yang sepele.

Dengan mata yang memerah hampir menangis, Sila berkata "Lihat ini! karena dirimu ponselku retak."

Seseorang yang ditatap Sila nyalang mendekat, membungkuk mensejajarkan tingginya dengan Sila. Dengan alis terangkat sebelah ia berkata santai, "Lalu? Aku bahkan bisa membeli ponsel seperti ini semauku." Ucapnya angkuh, menegakan tubuhnya kembali dan berjalan meninggalkan Sila yang mematung. Bahkan dengan sengaja orang tersebut menyenggol bahu Sila dengan keras.

Sila diam, dirinya tahu kalau orang tersebut bukan orang sembarangan. Dilihat dari gaya pakaiannya dan tatapan memuja dari para gadis sudah dipastikan kalau orang tersebut merupakan orang yang terpandang.

'Percuma kaya, jika kelakuannya buruk. Ck!' Batin Sila berdecih.

Sila memandang keadaan disekitarnya, kini semua orang memandang dirinya dengan pandangan tak terbaca. Sila berpikir, apa disini dirinya dianggap bersalah?

Dengan langkah tergesa Sila berlari menuju kelasnya. Secepat mungkin Sila berlari karena takut akan keterlambatan dirinya nanti. Dengan napas yang tersengal-sengal Sila masuk ke kelasnya dan menghela napas lega, ternyata dosen yang mengajarnya belum datang. Sila memutuskan untuk duduk dibangku depan yang terdapat sahabatnya, Edwin Priya Prospera yang melambai padanya.

"Aku dengar kau bertemu The Dark, apa itu benar?" Tanya Edwin setelah Sila duduk disampingnya, Edwin kini menatap Sila penasaran.

Alis Sila berkerut. "The Dark? Maksudmu?" Tanya balik Sila penuh selidik.

Edwin mengangguk. "Ya The Dark. Kau tak tau siapa mereka?"

Sila menggeleng menanggapi, kini dirinya dibuat bingung oleh pertanyaan dari Edwin. Memang siapa The Dark?

Sila bahkan baru pertama kali mendengar nama tersebut. Apa ini karena dirinya yang kurang update?

Memang siapa The Dark yang harus Sila kenal. Apa orang tersebut begitu penting, hingga Sila harus tahu?

Dengan penuh tanda tanya, Sila bertanya pada Edwin. "Memang siapa The Dark?"

Edwin menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir oleh pikiran Sila. Sila sangat polos dan juga lugu, sehingga hal tersebut membuat dirinya sangat senang berteman dengan Sila. Edwin bahkan tahu tentang asal usul Sila yang hanya terlahir dari keluarga sederhana. Walau begitu, Edwin tak pernah memandang Sila sebelah mata. Justru karena hal tersebut lah Edwin bangga pada Sila, Sila sangat baik padanya dan juga selalu bersamanya.

Kembali ke topik, Edwin menjelaskan pada Sila tentang siapa The Dark. "The Dark adalah 4 orang lelaki dari keluarga terpandang yang menguasai kampus ini. Anggota The Dark sangat angkuh dan juga sombong. Kau tau, pemimpin The Dark sangat kaku dan juga sadis, dia bernama Albern. Dirinya biasa dipanggil Al oleh orang lain. Dia juga suka menindas orang yang lemah, dan orang yang kau hadapi tadi adalah Albern, sang pemimpin The Dark." Jelas Edwin panjang lebar. Sila menganggukan kepalanya, jadi tadi yang dirinya hadapi adalah pemimpin The Dark?

Sila berdecih pelan, demi apapun kini kebenciannya pada The Dark semakin bertambah. Ah salah, maksud dirinya adalah sang ketua The Dark. Sila membenci sang pemimpin The Dark, membayangkan wajahnya saja rasanya Sila ingin menonjok wajah sombongnya itu. Tapi Sila juga mengakui kalau Albern sangat tampan. Bertubuh tinggi, berkulit putih, berhidung mancung, dan ... berbibir tipis. Ah entahlah rasanya Sila tak ingin mengakui kalau Albern tampan.

Suasana kelas sangat ramai saat ini, ditambah tak ada kehadiran sang dosen membuat kelas bertambah ramai. Ditengah-tengah ramainya kelas, Sila memilih melamun untuk objek kegiatannya. Hingga kelas yang tadinya bising, mendadak sepi dan senyap. Sila tak menyadari jika kini dirinya menjadi objek pertama yang dilihat oleh seseorang di ambang pintu. Edwin yang tahu bahwa seseorang menatap Sila seketika dirinya menyenggol bahu Sila.

Lamunan Sila buyar, dengan kesal Sila menatap Edwin. Namun, justru tatapanya mengenai objek yang salah. 'The Dark, Albern dan teman-temannya. Untuk apa datang kemari?' Batin Sila bertanya-tanya. Sila mencoba untuk berpura-pura tidak melihat dan mengabaikannya. Tapi memang matanya yang nakal, kini dirinya terus saja menatap Albern sang pemimpin The Dark tanpa berkedip.

"Ehmm." Deheman Albern membuat Sila tergagap dan salah tingkah. Dirinya telah kepergok mengamati Albern dari jauh. Dengan segera Sila pura-pura membuka bukunya dan membaca. Dan Edwin?

Edwin berpura-pura memainkan ponselnya dan berbincang dengan seseorang yang pada kenyataanya tak ada orang diseberang telpon.

Albern, Edward, Erol, dan Fredo atau sering disebut dengan The Dark berjalan dengan langkah pelan namun tegasnya memasuki kelas. Albern dengan tenang duduk disamping Sila yang kini salah tingkah. Di dalam kelas tersebut bangku dijadikan baris-berbaris, baris pertama terdapat 4 bangku dan seterusnya hingga baris paling atas. Untuk menuju bangku paling atas pun siswa harus menaiki tangga terlebih dahulu.

Posisi Albern kini duduk disamping Sila, duduk sangat dekat dengan Albern membuat jantung Sila berpacu lebih cepat. Bukan, ini bukan cinta seperti dalam novel-novel. Tapi ini adalah ketakutan, ya ... Sila sangat takut pada Albern. Karena Sila tahu Albern adalah orang terpandang dan punya kekuasaan di kampus ini. Penjelasan dari Edwin membuat Sila menyadari kalau Albern dan anggotanya bukan orang sembarang. Sehingga hal itu membuat Sila takut kalau nantinya Albern akan mengeluarkannya dari Universitas ini. Susah payah Sila masuk ke Universitas elit ini, bahkan dirinya harus bekerja serta kuliah untuk biaya belajarnya. Sila tahu dirinya bukan orang kaya kebanyakan di kampus ini, sudah untung dapat masuk ke Universitas ini merupakan anugrah bagi Sila.

Meski mungkin menjadi satu-satunya anak dari keluarga miskin dari kampus yang bergengsi, Sila tak pernah minder dengan statusnya. Alih-alih berlagak sok kaya seperti gadis lainnya di kampus, Sila lebih suka tampil apa adanya, menjadi pribadi yang pemberani dan pekerja keras.

"Apa kau pintar? Hingga membaca buku dengan terbalik."Ucap seseorang pada Sila. Sila menatap seseorang disampingnya yang kini tengah memainkan game di ponselnya.

Kening Sila berkerut. "Apa maksudmu membaca buku terbalik?" Tanyanya yang kini menatap Albern kesal.

Albern tak mengindahkan pertanyaan Sila, bahkan kini dirinya tengah susah payah mengambil permen karet yang ada pada saku celananya dan memberikan sampah permen tersebut pada Sila. Sila menatap geram Albern dan melengos melanjutkan kegiatan pura-puranya membaca buku. Namun ... Hahh?!

Sila meringis menatap Albern, dan Albern menarik sudut bibirnya dan menatap sinis Sila. Sila merutuki kebodohannya, kini dirinya secara tidak langsung telah tertangkap basah berpura-pura membaca buku oleh Albern?

Sila segera membalik bukunya dan pura-pura menulis. Ya, salah satu sifat Sila ketika sedang gugup atau salah tingkah adalah berpura-pura melakukan suatu kegiatan yang pada kenyataannya tak Sila niati sama sekali. Albern menatap Sila aneh, tapi Albern tak terlalu menanggapi tingkah Sila dan mulai melanjutkan kegiatan tertundanya.

Hingga ketika suara serak dari seseorang membuat semua murid yang tadinya bising kini duduk dengan tenang. Siapa lagi jika bukan dosen yang mengajar di kelas tersebut?

Dengan khusyuk Sila menyimak penjelasan dosen yang berada didepan dan mencatat hal-hal yang menurutnya penting. Sila menoleh kesamping menatap Albern yang kini dengan tenangnya masih bermain game, game yang Sila ketahui bernama mobil legend. Sila mengedikan bahunya acuh dan melanjutkan kegiatannya menyimak penjelasan guru dan mencatat poin-poin penting pelajarannya.

avataravatar
Next chapter