22 chapter 22

Dengan berat hati Rachel akhirnya keluar dari kamar sambil menenteng sebuah koper, tidak banyak yang ia bawa hanya pakaian dan beberapa kebutuhan primernya. Seperti dugaanya, Raga sudah siap dan bersandar di ambang pintu seakan tak sabar menunggu Rachel angkat kaki.

"Ga. Thanks ya buat semuanya. Sorry kalo gue sering ngerepotin lo. Tapi sebenernya gue seneng banget bisa tinggal disini bareng lo. Gue gapapa kok lo cuekin seharian. Gue nggak bakal gangguin hidup lo. Bahkan saking senengnya gue nggak papa lo jadiin pembokat. Jadi semisal lo mau ngubah keputusan lo, gue bakal hargain kok, gabakal gue tolak"

"Hem"

"Nggak mungkin ya Ga? hahaha, yaudah deh gue pinjem duit lo buat yang terakhir kali boleh? mau gue buat dp kost an"

"Nggak"

"Yaelah Ga. bagi dikit kek buat ongkos sama makan doang. plisss"

Raga menghembuskan nafasnya kesal, ia sudah tidak tahan dengan ocehan Rachel sedari tadi. Raga meraih koper Rachel dan membawanya keluar apartemen. Mau tidak mau Rachel mengikuti Raga keluar. Ternyata Raga pergi ke parkiran apartemen. Ia berhenti di samping porsche kuning. Raga menaruh koper di bagasi sebelum membuka pintu dan mendorong Rachel masuk kedalam.

"Ga, lo mau bawa gue ke mana? Ga cukup apa lo usir gue. Gue gamau lo jual ke om-om. Raga turunin gue" rengek Rachel

"Brisik!" sentak Raga membuat Rachel kicep tak berkutik. Setelah hampir 30 menit mobil melaju, akhirnya mereka memasuki sebuah gerbang yang ada di bahu jalan. Bukan gerbang kompleks perumahan, melainkan gerbang rumah biasa. Akhirnya Raga menghentikan mobil di pekarangan sebuah rumah. Rumah tersebut berwarna putih mungkin ukurannya sebesar rumah Papa Rachel, tapi areal di sekitar rumah benar-benar luas, indah, dan asri.

"Turun" perintah Raga kepada Rachel, tanpa pikir panjang Rachel pun keluar dari mobil. Rachel hanya berdiri disamping mobil, menatap rumah tersebut. 'ini rumah bokap Raga?' terka Rachel dalam hati. Saat Rachel sibuk dengan pikirannya ia dikagetkan dengan koper yang tiba-tiba menabrak kakinya.

"Anjir!!" pekik Rachel karena terkejut

"Rese banget sih lo Ga" ujar Rachel setelah tahu jika Raga sengaja mendorong koper tadi agar mengenainya. Tapi Raga tidak mengindahkan ocehan Rachel dia berlalu begitu saja.

"Lah sialan main pergi aja. Gue ngga diajak gitu? suruh nunggu disini kaya orang bego? lah tapi ngapain koper gue dibawa keluar? atau jangan-jangan gue mau dijadiin pembokat disini? Parah. Bener-bener tuh orang" gerutu Rachel dengan suara yang sengaja di keraskan agar Raga mendengarnya. Benar saja mimik wajah Raga sudah tak karuan didepan sana, mengapa ia bisa berhubungan dengan orang rempong dan cerewet seperti Rachel.

Kini Rachel dan Raga sudah duduk di sofa ruang tamu, rumah ini didominasi warna putih dan krem. Furniturnya simpel namun elegan. Saat Rachel menelisik sudut-sudut rumah tersebut tanpa sengaja matanya justru bertemu dengan figur Ayah dan ibu Raga yang kebetulan datang untuk menghampiri keduanya. 'sialan mampus malu gue, Rachel kok lo sekarang katrok sih' racaunya dalam hati.

"Eh udah nunggu lama kamu Ga?" tanya Bunda Raga setelah duduk di sofa bersama ayah Raga.

Raga menghentikan aktivitas gamingnya dan meletakkan ponselnya ke meja. Ia menggelengkan kepalanya pelan.

"Oh iya Rachel, gimana kabar kamu?" tanya bunda sambil tersenyum ramah.

"B-baik kok tante" jawab Rachel sambil berusaha tersenyum manis meskipun batin Rachel berkata lain. 'Apasih, tadi siang baru ketemu pake nanya segala'

"Ehm. Rachel kamu tau alasan kamu disini hari ini?" tanya Ayah Raga dengan penuh wibawa.

"Nggak Om" jawab Rachel seadanya

"Hem, emang Raga belum kasih tau kamu?"

Rachel melirik Raga, si empunya nama hanya diam dengan wajah flat.

"Nggak Om, Raga daritadi cuma marah-marah doang" terang Rachel memulai dramanya. Ayah Raga kini ganti menatap Raga, Raga yang mendapat perlakuan intens pun mencoba membela diri.

"Nggak"

"Nggak apaan. Lo daritadi sensi mulu bentak-bentak gue"

"Nggak"

"Apasih lo kok jadi amnesia gini, lo tadi beneran bentak-bentak gue yaa"

"Kapan"

"Tadi"

"Tadi?"

"Iya tadi"

"Bulshit"

"Raga sialan lo ya. Jelas-jelas lo marah tadi. wahh parah"

"Cih. drama"

"Drama-drama pala lo anj-" Rachel menghentikan ucapannya. Ia baru ingat jika kini mereka sedang di rumah orang tua Raga bukan di apartemen.

Ternyata sedari tadi orang tua Raga menyimak perdebatan dengan nada tinggi antara Rachel dan Raga, hampir saja sebuah kata sakral meluncur dari mulut Rachel. Rachel dapat melihat dengan jelas ekspresi Bunda Raga saat ini, tampak terkejut.

"Eh maaf Om, Tante. Rachel udah kelewatan. Abisnya Raga ngeselin ih" ujar Rachel pelan.

"Hahaha nggak papa. Saya sudah lama nggak denger Raga aktif ngomong. Saya biasanya cuma denger sekata dua kata, itupun kalau pertanyaan saya udah nggak bisa dijawab pake bahasa isyarat. Kamu sama Raga deket ya?"

"Nggak!!" sahut Raga dan Rachel bersamaan setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan ayah Raga.

"Wah kok bisa kompak gini gimana ya bund"

"Jodoh kali yah" celetuk Bunda Raga sambil tersenyum jahil.

"Hahaha udah bund, kasian Rachel mukanya udah merah semua tuh". Rafleks Rachel menyentuh pipinya dan menutupinya dengan kedua tanganya.

"Mana ada Om"

"Iya-iya saya cuma bercanda kok. Saya sudah dengar sedikit cerita kamu, Jadi maksud saya meminta kamu kesini itu ya biar kamu tinggal disini. Daripada kamu tinggal berdua sama Raga di apartemen, om nggak bisa jamin lho ya kalo nanti ada apa-apa. Terus selain ada Bundanya Raga, disini juga ada adiknya Raga. Perempuan, mungkin seusia kamu. Jadi Om harap kamu betah tinggal disini" jelas Ayah Raga

"Hah? Beneran Om?" tanya Rachel tidak percaya

"Iya"

"Rachel nggak perlu bayar?"

"Nggak"

"Rachel nggak harus bersih-bersih kan Om?" tanya Rachel ragu, bisa saja ini semua kedok orang tua Raga untuk mendapat pembokat tanpa perlu di beri gaji.

"Hahaha kamu ini. Pantes Raga bisa ngomong banyak sama kamu, kamu aja cerewetnya minta ampun"

"Eh maaf Om"

"Bunda anterin Rachel ke kamarnya ya" Rachel pun segera beranjak pergi ke kamarnya.

Sementara Rachel berbenah di kamarnya, Raga masih setia dihadapan ayahnya.

"Nggak" jawab Raga singkat

"Ayah nggak terima penolakan. Pokoknya mulai sekarang kamu tinggal di rumah" ujar Ayah Raga tak kalah dingin dan penuh penekanan

"Yah"

"Raga, Ayah pikir selama ini kamu sudah dewasa. Tapi dengan kejadian ini Ayah tahu kalo Ayah salah. Kamu tahu kan, apa yang seharusnya orang dewasa lakukan saat bertemu Rachel. Tapi yang kamu lakuin justru sebaliknya. Ayah nggak mau tahu, kemari barang kamu dan pindah kesini. paham?"

Raga mengabaikan ayahnya dan menyambar kunci mobilnya, tanpa basa-basi ia pergi dari rumah tersebut.

🌻🌻🌻

TBC!!!

avataravatar
Next chapter