20 chapter 20

Rachel sengaja bangun pagi hari ini, tak lain dan tak bukan alasanya bangun pagi-pagi yakni untuk menanyai Raga.

Ia meraih ponsel yang ada di nakas, dan bergegas untuk menemui raga. Tapi sesampainya di depan pintu, ia justru menghentikan langkahnya.

"Apasih, kok gue jadi norak gini. Ngapain juga gue pagi-pagi nyamperin dia buat nanya ginian. Perkara dikasih apa nggak juga urusan dia, ntar gue jatuhnya ngarep lagi. dih bukan gue banget" ujar Rachel pelan. Ia akhirnya membatalkan niatnya, dan kembali ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Tapi tetap saja, mau berapakali Rachel mencoba menutup mata dirinya tak kunjung kembali tidur. dahlah males, batinya.

Rachel beranjak dari tempat tidur, ia melangkahkan kaki menuju balkon. Walaupun belum terlampau siang, sinar matahari sudah cukup terik. Membuat Rachel harus menyipitkan matanya agar tidak silau. Disaat ia sedang menikmati hangatnya sinar mentari tiba-tiba pintu kamar terbuka, ternyata Raga masuk kedalam kamar. Ia berjalan ke arah Rachel.

"Tumben udah rapi, lo mau bukain gerbang sekolah?" Tanya Rachel sarkastik

"Nggak" jawab Raga singkat

"Dih. Semalem ngilang kemana sih, gue cari-cari kok ga ada" celetuk Rachel sambil mengalihkan pandangannya kembali ke depan.

"Airport"

"Airport? Ngapain?"

"Jemput"

"Ohh. By the way maksud lo ngasih hp cewek lo ke gue apaan. Dia ngga mau terima terus lo kasih ke gue gitu?" tanya Rachel sambil menyipitkan matanya ke arah Raga

"Hem"

"What the fuck, cewe lo kelewat tajir apa gimana woii. Dikasih barang mahal masih di tolak aja. Kan kesel, jadi gue yang harus nerima"

"Nggak mau?" Tanya Raga yang langsung disahuti Rachel

"Nggak mau nolak. Gue kan cewek baik, cantik dan tidak sombong, jadi yaa.. gapapa gue terima aja bro hahaha" jawab Rachel sambil tertawa, bukanya ikut tertawa Raga justru meraih telapak tangan Rachel dan memberinya uang.

"Eh?" tanya Rachel bingung

"Makan"

Rachel masih tak paham dengan maksud Raga, mungkin komuk cengo nya terbaca oleh Raga

"Gue makan dirumah, jadi lo beli makan sendiri" terang Raga kemudian

"Rumah?"

"Bokap"

"Ohh, tapi lo entar balik ke sini kan?"

"Kenapa?" Raga balik bertanya membuat Rachel sedikit bingung ingin menjawab apa

"Gapapa sih nanya doang"

Raga langsung saja mengambil hp Rachel dan mengetikan sesuatu disana. Tak lama kemudian ia mengembalikan hp Rachel dan berlalu. Rachel penasaran dengan apa yang baru saja Raga lakukan, ia pun melihat ponselnya dan mendapati sebuah nomor telepon di dial kontaknya. Tanpa berpikir panjang Rachel langsung menyimpan nomor tersebut dan pergi. Pergi mencari tempat ternyaman untuk kembali ke sosmed yang sudah lama ia tinggalkan.

Saat ini Raga tengah duduk di ruang makan bersama keluarganya, ia hanya diam menghabiskan makanannya sambil sesekali bersuara jika ditanya oleh orang tuanya.

"Kok selama Bunda di Bandung aa' nggak pernah ngontak, kenapa?" tanya seorang wanita cantik di seberang, aura keibuan nya cukup tercetak jelas

"Nggak papa" jawab Raga singkat dan datar seperti biasanya

"Beneran nggak ada apa-apa nih.. Neng selama bunda di Bandung aa' gimana?" tanya Bunda kepada seorang gadis yang duduk disamping Raga

"Mana tahu aku Bun, orangnya nggak pernah pulang ke rumah" jawab gadis terbeut seadanya, membuat Raga berdesis kesal

"Aa' beneran nggak pernah tengokin adeknya?" Raga hanya diam, menyiratkan pengakuan iya sebagai jawaban dari pertanyaan Bunda

"Ga, Ayah sama Bunda izinin kok kamu tinggal di apartemen. Ayah seneng kamu mau mandiri, tapi kamu juga jangan abaikan keluarga. udah tanggung jawab kamu jagain adikmu kalo Ayah sama Bunda lagi nggak ada. Emang kamu lagi sibuk apa sampai nggak sempet pulang ke rumah?" tanya seorang lelaki dengan balutan jas hitam yang duduk di ujubg meja

"Nothing" jawab Raga seadanya

"Kamu udah punya pacar? Kemarin Om Fredi lihat kamu di mall, katanya kamu sama cewek. Beneran?" pertanyaan Ayahnya cukup menyita perhatian Raga. Ia refleks menghentikan suapan rotinya beberapa saat sebelum kembali meletakanya ke piring.

"Nggak" Raga kemudian berdiri dari kursi, dan menyampirkan kembali tasnya

"Ma, Pa. Raga duluan" pamit Raga seraya mencium kedua tangan orang tuanya

"Itu sarapan kamu belum habis a', pamali lhoh. Eneng juga belum selesai makan" seru Bunda Raga dari ruang makan

"Udah lah Bun, biarin aja. Kamu berangkat bareng Papa atau dianter supir sayang?"

"Aku dianter supir aja Yah, yaudah eneng duluan ya Bun. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Setibanya di sekolah Raga langsung memakirkan motornya, dan bergegas menuju kelas. Pertanyaan Ayahnya tadi pagi cukup membuat privasinya terusik. Ternyata Dion sudah lebih dulu ada di kelas, dia sibuk memainkan game di ponselnya. Menilik dari ekspresi Raga, Dion langsung tahu jika Raga sedang dalam mood yang tidak baik.

"Kenapa lu sob" tanyanya

"Nggak" jawab Raga singkat

"Yaelahh sok-sok an drama lo. Orang buta juga tau kali kalo lo lagi kesel. Kenapa? Uang lo abis? PR lo nggak jadi? Sasha nyium lo?" cecar Dion bertubi yang langsung disambut tatapan tajam oleh Raga. Bagi Raga, Dion adalah teman terdekatnya, mungkin bisa dibilang sahabat. Meskipun Dion slenge dan tolol, dia adalah teman Raga yang paling mengenalnya dan aman untuk berbagi cerita. Setelah berpikir sebentar, ia pun mulai menceritakan masalah tadi pagi kepada Dion

"Jadi malem itu bokap gue liat lo jalan sama Rachel di mall terus bilang ke bokap lo?" taya Dion memastikan

"Hem"

"Wkwkw mampus. Lagian ngapain segala ngemall dulu sih lo"

"Gue laper"

"Laper apa laper, ngomong aja mau jalan sama Rachel" goda Dion membuat Raga berdecak sebal

"Yaudah sih santai aja, selagi nggak ada bukti fisiknya mah lo bisa ngelak. lagian nih si -"

Saat Dion sedang berceloteh, tiba-tiba saja ponsel Raga berdering. Raga langsung meraih ponselnya dan mendekatkannya ke telinga

Setelah sepersekian detik telepon terhubung Raga tidak mendengar suara dari seberang. Akhirnya ia memutuskan sambungan telepon tersebut.

"Siapa? tumben gercep?" Raga hanya mengedikkan bahu acuh

Telepon Raga kembali berdering, tertera nama penelepon yang sama dengan sebelumnya. Kali ini Raga mengabaikannya. Hp Raga terus berdering menarik perhatian seisi kelas, dengan kesal ia meraih hp nya dan pergi keluar kelas.

"Kenapa?" tanya Raga to the point

"Nggak papa. Gabut doang" mendengar hal itu, Raga langsung memutuskan telepon dan mematikan daya ponselnya. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa ada orang seperti Rachel di dunia ini.

Sementara itu, Rachel sedang terkikik di rumah. Ia sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi kesal Raga saat ini. Disaat ia sedang berhaha-hihui tiba-tiba saja bel apartemen berbunyi. Ia memang memesan layanan delivery makanan, tapi bagaimana mungkin pesanannya tiba bahkan dalam waktu kurang dari 10 menit. Tanpa pikir panjang, Rachel langsung membukakan pintu. Ia terkejut saat melihat siapa yang datang. Sepasang suami istri, dilihat dari umurnya Rachel dapat menebak jika mereka adalah orang tua Raga. Sial, gerutunya dalam hati.

Ekspresi kedua orangtua Raga tidak jauh berbeda dari Rachel, mereka terkejut dan speechless. Akhirnya setelah beberapa saat terdiam dengan pikiran masing-masing, Rachel memepersilahkan mereka masuk ke apartemen. Sebelum di serbu dengan beragam pertanyaan Rachel sebaiknya langsung mencari alibi saja

"Mari Om, Tante, Masuk"

"Silakan duduk, saya ambilkan minum terlebih dahulu"

Rachel langsung pergi ke pantry, sambil menelepon Raga. Sialnya, telepon Raga mati dan tidak bisa dihubungi.

avataravatar
Next chapter