webnovel

Bab 7 Drama di Konter Imigrasi

Beberapa menit sebelum landing, pramugari mengingatkan para penumpang untuk mematikan semua peralatan elektronik dan mengembalikan posisi kursi seperti semula, serta menaikkan penutup jendela. Kiara dapat melihat hamparan air laut dari kaca jendela. Akhirnya dia sampai di Bali. Gadis itu berdoa dalam hati agar mereka dapat mendarat dengan lancar.

Penumpang kelas pertama dan kelas bisnis mendapat prioritas untuk turun terlebih dahulu. Jadi, Kiara hanya perlu menunggu 10 menit untuk keluar dari pesawat. Gadis itu segera mengenakan masker medis sembari menunggu giliran keluar. Setelah keluar dari pesawat, Kiara berjalan menuju ke area imigrasi.

Temperatur di Bali jauh lebih tinggi dari Melbourne, sehingga butir-butir keringat mulai bermunculan di dahinya. Kiara mengisi formulir imigrasi yang diberikan oleh salah seorang pramugari dan menunggu giliran. Ruang imigrasi terlihat penuh penumpang dari beberapa penerbangan yang tiba pada saat bersamaan.

Ketika giliran Kiara tiba, dia tiba-tiba mendengar suara Milktea, "Kiara, di sebelah kanan ada yang membutuhkan bantuan."

Benar saja, Kiara mendengar suara ribut begitu Milktea selesai berbicara. Ada seorang pria paruh baya memegang dadanya dan jatuh ke lantai. Tampaknya pria itu kehilangan kesadaran. Insting Kiara sebagai seorang dokter langsung bekerja. Gadis itu mengambil paspornya dari pertugas dan berkata, "Maaf, saya seorang dokter. Saya akan membantu penumpang itu terlebih dulu. Tolong hubungi ambulan."

Kiara tidak menunggu balasan petugas dan langsung menuju ke konter nomor 3. Penumpang lain berkerumun di sekitar pria yang sedang pingsan. Ada seorang wanita paruh baya berlutut di samping pria itu sambil menangis.

"Tolong beri ruang, jangan berkerumun di sekitar pasien," teriak Kiara.

Begitu tiba di lokasi, Kiara segera mengambil tas P3K dari backpacknya dan menyiapkan peralatan yang dia perlukan.

"Apakah Anda adalah anggota keluarga pasien? Nama saya Kiara. Saya adalah dokter spesialis bedah syaraf dan onkologi. Ini kartu lisensi dokter saya. Siapa nama pasien ini?" tanya Kiara pada wanita paruh baya yang sedang menangis. Gadis itu menunjukkan kartu ID, lalu mulai membersihkan tangannya menggunakan hand sanitizer. Setelah itu, Kiara menggunakan sarung tangan medis sekali pakai.

"Benar, saya istrinya. Nama suami saya Rudi Hartono. Nama saya Anne. Dokter, tolong bantu suami saya." jawab Anne sambil terisak.

"Tidak perlu panik. Apakah pasien mengalami gejala tertentu sebelum pingsan?" tanya Kiara sambil memeriksa kondisi pasien.

"Tuan Rudi, apakah Anda dapat mendengar suara saya?" tanya Kiara.

"Pasien tidak responsif." gumam Kiara.

Gadis itu melanjutkan pemeriksaan. Pertama-tama, dia memastikan tidak ada luka di tubuh pasien. Kemudian membantu pasien untuk tidur telentang. Kiara membuka kancing kemeja pasien, melonggarkan sabuk dan memastikan tidak ada benda yang menghalangi pernapasan. Gadis itu memeriksa pasien menggunakan metode ABC (Airway, Breathing, Circulation).

Airway adalah pemeriksaan saluran napas untuk memastikan tidak ada benda yang menghalangi saluran pernapasan. Breathing adalah pemeriksaan untuk mengetahui pasien bernapas dengan normal atau tidak. Kiara mendekatkan telinganya ke hidung pasien sambil mengamati dada dan perut pasien. Untungnya pasien bernapas dengan normal.

Setelah itu Kiara memeriksa sirkulasi pasien. Dia memegang arteri karotis di leher pasien untuk memeriksa denyut jantung pasien. Detak jantung pasien sangat cepat dan tidak beraturan.

"Apakah pasien memiliki riwayat penyakit jantung? Bagaimana dengan kebiasaan merokok? Apakah ada riwayat darah tinggi?" tanya Kiara sambil memeriksa pupil mata pasien.

"Bulan lalu suami saya terkena serangan jantung dan dia diagnosis memiliki penyakit darah tinggi." Anne buru-buru menjawab pertanyaan Kiara.

Diagnosis awal Kiara adalah Rudi mengalami atrial fibrilasi karena detak jantung pria itu lebih dari 100 kali per menit. Detak jantung Rudi semakin cepat dan Kiara merasa CPR biasa tidak akan menyelesaikan masalah. Kiara mengepalkan tinjunya lalu memukul dada pasien seperti palu. Beberapa orang yang melihat tanpa sadar berteriak.

Kiara mengabaikan suara di sekelilingnya dan fokus pada detak jantung pasien. Setelah beberapa saat, iramanya mulai melambat dan menjadi normal.

"Dia sudah sadar!" teriak salah seorang pengamat.

"Tuan Hartono, apakah Anda dapat mendengar suara saya? Apakah Anda merasa pusing atau mual?" tanya Kiara.

"Saya merasa sedikit pusing. Anne, aku kenapa?" kata Rudi dengan wajah bingung.

"Tadi kamu tiba-tiba pingsan. Aku ketakutan setengah mati." Anne mulai menangis lagi.

"Nyonya, tolong jangan mengerakkan tubuh pasien." Kiara mengingatkan dengan lembut. Kemudian gadis itu menoleh ke arah petugas bandara.

"Apakah kalian sudah menelepon ambulan? Pasien perlu dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut."

"Sudah, dokter bandara juga sedang dalam perjalanan." kata salah seorang petugas.

"Terima kasih dokter, saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana kalau tidak ada dokter," kata Anne dengan penuh rasa terima kasih.

"Nyonya Hartono tidak perlu sungkan. Sudah menjadi kewajiban saya untuk menolong pasien yang memerlukan bantuan." kata Kiara sambil melepas sarung tangan medisnya. Gadis itu menemani pasien hingga dokter bandara datang. Setelah memberikan informasi mengenai gejala pasien dan prosedur apa saja yang telah dia lakukan, Kiara berniat mengantri ke konter imigrasi.

Para petugas imigrasi yang bertugas melihat proses penyelamatan yang dilakukan oleh Kiara. Para penumpang yang sedang antri bertepuk tangan saat melihat pasien itu berhasil diselamatkan.

Seorang staf bandara mendatangi Kiara dan membantunya mengurus imigrasi menggunakan jalur VIP. Setelah itu Kiara membantu mereka membuat laporan mengenai insiden Tuan Hartono. Staf bandara menawarkan untuk mengantar Kiara ke hotel tempat dia menginap, tetapi Kiara menolak dengan halus. Pihak hotel telah mengirim sopir untuk menjemput dirinya.

Kiara mengambil kopernya lalu berjalan keluar bandara. Saat tiba di terminal kedatangan, dia melihat seorang pria paruh baya menggunakan baju adat bali sedang memegang papan dengan nama Kiara.

"Halo, nama saya Kiara. Maaf membuat Bapak lama menunggu." kata Kiara sambil menunjukkan bukti reservasi hotel di ponselnya.

"Selamat siang Nona Kiara, selamat datang di Bali. Perkenalkan, nama saya Wayan." kata sopir dengan senyum ramah.

Wayan membantu Kiara memasukkan koper ke dalam bagasi, lalu membantu Kiara menutup pintu mobil. Di dalam mobil terdapat sebuah tas yang berisi air mineral, jus jeruk, beberapa potong pastry dan sebuah handuk basah untuk membersihkan tangan. Setelah memastikan tidak ada yang ketinggalan, mobil meluncur meninggalkan bandara.

"Apakah Nona baru pertama kali berkunjung ke Bali?" Wayang berusaha memulai percakapan.

"Ya, ayah saya orang Indonesia, tetapi saya besar di Australia." jawab Kiara dengan bahasa Indonesia berlogat bule.

"Oh, Nona dari Australia. Sebagian besar tamu di hotel kami juga berasal dari Australia." kata Wayan. Kemudian pria itu menceritakan tempat-tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi di Bali. Perjalanan dari bandara menuju ke resor Ayana memakan waktu 45 menit karena jalanan sedikit macet. Maklum, sekarang adalah musim liburan.

Hello para pembaca, cerita ini adalah fiksi, namun nama tempat dan istilah medis yang ada di sini juga ada di real life. Author mau mengingatkan ya, kalau kalian sakit, segera hubungi dokter. Jangan mencoba obat atau prosedur medis yang ada di dalam novel ini. Karena penyakit yang kita alami memerlukan penanganan medis dari tenaga profesional. Thank you!

tealovercreators' thoughts