webnovel

Bab 1 Kembali ke Tahun 1990

Bab 1 Kembali ke Tahun 1990

"Berapa banyak dokter ahli bedah di negara ini? Berapa banyak ahli bedah wanita di antara para dokter itu? Ada berapa banyak dokter spesialis bedah kardiotoraks wanita yang berhasil menjadi dokter kepala?" tanya seorang pria.

"Seribu orang? Seratus orang? Sepuluh orang? Satu orang?!" jawab teman pria itu.

"Tidak, jawabanmu salah. Negara kita masih belum memiliki dokter kepala bedah kardiotoraks wanita."

Tahun 1996, di ruang gawat darurat Rumah Sakit Sumber Waras di kota Malang. Sebuah gedung ruang gawat darurat yang bobrok menjulang tinggi di malam yang gelap. Bola lampu di halaman depan bergoyang karena angin kencang. Pemandangan itu sungguh kontras dengan lampu neon warna-warni jalanan di luar rumah sakit.

Suara sirine mobil ambulans milik rumah sakit memecah kegelapan malam ketika berbelok ke arah gerbang rumah sakit. Tiba-tiba terdengar suara keras saat mobil bergesekan dengan pintu yang terbuat dari besi. Beberapa orang petugas penjaga keamanan yang sedang berjaga di pos keamanan bergegas keluar untuk memeriksa situasi di dekat gerbang.

Clara terbangun setelah mendengar suara keras. Dia berdiri perlahan dan penglihatannya yang kabur menjadi lebih jelas. Tatapan gadis itu tertuju pada pintu ruang IGD.

Dia melihat beberapa orang perawat sibuk berlari mendekati ambulans dan seorang dokter pria berlari melewati para perawat itu. Dokter segera mengambil senter dan memeriksa pupil pasien yang terbaring di ambulans.

"Berapa tekanan darahnya?"

"Tekanan sistolik 70 dan tekanan diastolik 40." jawab salah satu petugas medis di ambulans.

"Pasien ini memiliki tekanan darah rendah. Bagaimana situasinya? Apakah pasien memiliki keluhan?" tanya dokter itu.

"Dia bilang dadanya terasa sakit." kata petugas itu.

"Penyakit jantung? Apakah dia terkena serangan jantung?" tanya dokter itu sambil mendengarkan detak jantung pasien menggunakan stetoskop. Pada saat ini, butir-butir keringat membasahi kening pasien, wajahnya terlihat pucat seperti mayat dan bibirnya pria ini tampak putih.

Dokter yang bertugas berkata, "Cepat ambilkan suntikan morfin untuk membantu mengurangi rasa sakit yang dialami pasien."

"Salah, pasien itu tidak terkena serangan jantung, tapi aneurisme aorta yang pecah. Wajahnya terlihat pucat bukan karena sedang menahan rasa sakit, tetapi dia kehilangan banyak darah…" Clara tanpa sadar mengucapkan diagnosis pasien.

Beberapa perawat mendorong brankar pasien ke ruang gawat darurat. Dokter yang bertugas segera mengikuti, namun menghentikan langkahnya ketika mendengar diagnosis yang terdengar dari arah belakang. Dia menoleh dan melihat seorang gadis sedang berdiri di halaman rumah sakit.

Gadis itu memiliki tubuh tinggi dan kurus. Rambut hitamnya dikepang dengan rapi. Kulitnya seputih susu dan pergelangan tangannya terlihat ramping. Dia terlihat seperti pohon dedalu yang tertiup angin. Gadis itu mengenakan seragam SMA berwarna biru dan putih.

Clara menatap ke arah dokter pria yang berdiri di seberangnya. Wajah dokter ini cukup tampan. Dagunya kecil, rahang kokoh, hidung mancung dan kulitnya berwarna putih seperti batu giok. Potongan rambutnya mengikuti model yang populer di antara para artis pria. Kedua bola mata dokter itu bersinar cerah.

Jika dokter itu tidak mengenakan jas dokter, orang lain mungkin akan mengira dia adalah seorang artis terkenal. Jas putih yang dikenakan membuatnya lebih menonjol. Mungkin dokter itu berusia awal dua puluhan, tapi Clara tidak bisa memastikan karena dia terlalu tampan sehingga menyembunyikan usia sebenarnya.

Mata Clara tertuju pada name tag yang tergantung di dada pria itu. Dokter bedah syaraf, Jonathan Widjaja.

'Dokter bedah syaraf, tidak heran dia tidak bisa segera membedakan antara infark miokardial (serangan jantung) dengan aneurisme aorta yang pecah.' pikir Clara dalam hati.

"Dokter Widjaja, pasien ini…" salah seorang perawat berlari ke pintu dan memanggil Jonathan.

Suara perawat membuat Jonathan tersadar dari lamunannya dan dia segera berbalik menuju ruang gawat darurat. Namun, dia tidak bisa melupakan gadis SMA yang baru saja dia lihat.

'Dia masih SMA. Dia sekolah di mana? Kenapa dia tiba-tiba mengatakan aneurisme aorta yang pecah? Apakah aku salah dengar?' pikir Jonathan saat berjalan menjauh.

Hello everyone, this is Tealover. This is a tribute to my favourite novel. Feel free to comment or like this novel to encourage me. Thank you.

tealovercreators' thoughts