webnovel

Kecup Bibir Dari Cecil

Mood Al sekarang tengah buruk, Mamahnya benar-benar menyebalkan, merasa kesal padanya tapi malah Cecil yang menjadi sandraan. Mengancamnya hingga tak akan mengembalikan Cecil padannya jika ia tak membawakan Babi anggora pada Mamahnya itu.

Memangnya ada babi anggora? Mendengarnya saja Al baru sekarang. Astaga! Benar-benar ingin Al pecat menjadi Mamahnya.

Tapi jika ia pecat sang Mamah, lalu siapa yang akan menjadi Mamahnya? Cabe-cabean? Terong-terongan? Yakali yang suka mangkal di pinggir jalan setiap jam 12, ogah!

Al turun dari mobilnya, membanting pintu mobilnya dengan sedikit kasar.

"Heh cubluk! Tuh mobil rusak, gak gue kasih mobil lagi yah lo!" kesal Rendra yang baru saja memunculkan diri dari balik pintu.

Al cengegesan, "Hehe maaf Pah, Al khilaf," kata Al sambil mengusap mobilnya, kemudian mencium mobilnya dengan penuh sayang.

"Najis, jijik gue!" kata Rendra sambil bergidik

"Mamah dimana Pah?" tanya Al ketika tak mendapati intensitas keberadaan sang nyonya ratu di sana.

"Lagi bikin kue sama Cecil," jawab Rendra sambil membuka koran yang ia bawa.

"Papah Gak kerja?" tanya Al yang melihat sang Papah dengan pakaian biasa.

"Lo lupa? gue yang punya perusahaan, bebas lah mau kerja atau kagak," ucap sombong Rendra.

"Sombong! Tuh perusaan bangkrut, tau rasa lo tua!" gumam Al yang sialnya masih di dengar oleh Rendra.

"Heh kembaranya onta! Nyumpahin apa lo tadi? Kagak tau diri yah lo jadi anak! Syukur-syukur gue mau buat lo pas dulu! gue kawinin lo sama si Sinta tau rasa lo!" Emosi Rendra benar-benar meluap.

Sedangkan Al dari pada kembali kena amuk, memutuskan untuk langsung berlari masuk, apalagi ucapan terakhir sang Papah yang membuatnya bergidik ngeri.

Apa jadinya jika dirinya di nikahi dengan janda beranak 7? Iya sih tuh janda montok, tapi astaga anak-anaknya itu lohhhh, benar-benar malaikat maut!.

"Mah babi anggoranya gak ada, tapi onta anggora ada! Tapi belum Al beli Mah," teriak Al sambil terus berjalan ke arah dapur.

Bugh.

"Berisik ya allah Al! Lo tuh udah di dapur, ngapain teriak-teriak!" kesal Arum dengan emosi yang kembali meluap.

Memang menyedihkan menjadi Al, tadi siang mendapatkan jeweran dan tamparan, kini jidat mulusnya semulus pantat bayi malah di cium oleh panci milik sang Mamah.

"Mamah sakit!" kata Al sambil mengusap keningnya, dan sial! Ternyata keningnya tergores panci sialan itu.

"Bodo amat!" balas Arum acuh.

"Mah! Al luka!" ucap Al sambil mengusap-usap keningnya yang mengeluarkan darah, hanya sedikit namun ia lebay-lebaykan agar mendapat perhatian dari Cecil.

"Lo kira gue peduli? Kagak sama sekali!" ucap Arum yang begitu pedas.

"Coba sini gue liat," kata Cecil yang membuat Al tersenyum penuh kemenangan.

Al menunduk, agar Cecil leluasa melihat lukanya.

Tuk.

"Alay! Kegores dikit aja lebaynya sampe ke ubun-ubun!" kata Cecil setelah mengetuk luka Al mengunakan sendok.

"Astaga Cecil! Jahat amat sih," gerutu Al dengan kesal.

"Itu cuman kegores Al, luka lo gak parah! Kasih plester doang beres, jangan manja!" kata Cecil sambil kembali membantu Arum membuat Kue.

Al mengerutu kesal, apalagi saat sang Mamah mengatakannya mampus tanpa suara.

"Al marah sama kalian berdua!" ucap Al sambil berlalu pergi dengan kaki di hentak-hentakan, persis seperti seorang bocah yang tengah merajuk.

"Al emang alay, gak usah di perduliin," kata Arum yang di setujui oleh Cecil.

****

Ternyata Al benar-benar marah, pria itu sama sekali tak mau keluar dari kamar, mendiami semua orang yang menyuruhnya turun untuk makan malam bersama.

Bahkan Arum dan Rendra sudah membujuk Al mengunakan ini itu agar Al mau ikut makan malam bersama, namun ternyata tidak mempan sama sekali, Al tetap memilih diam di kamar lamanya sambil menonton film azab.

"Al!" kini giliran Cecil yang membujuk.

"Gue juga marah ke lo yah! Gak usah ngebujuk gue pake ini itu! gue tetep gak akan turun!" kata Al tanpa mengalihkan tatapannya dari layar laptop.

"Lah? Siapa juga yang mau ngebujuk lo?" tanya Cecil sambil berjalan mendekat pada Al.

"Terus lo mau ngapain ke sini?" tanya Al yang masih enggan menatap Cecil, ia masih dalam mode marah.

"Cuman mau ngobatin luka lo," kata Cecil yang langsung menutupi luka di kening Al dengan plester.

Al terkejut, memperhatikan Cecil yang tengah sibuk menutupi lukanya dengan plester.

"Lo udah bukan bocah lagi, kalo luka langsung obatin, luka kecil juga kalo kena aer bakal perih," ucap Cecil tanpa mengalihkan tatapannya dari kening Al.

Diam-diam Al menyungingkan senyum, meskipun lukannya sudah kering bahkan tak terasa perih lagi, tapi Cecil masih ingat dan mau mengobati lukannya.

"Ngapain senyum-senyum gak jelas?" tanya Cecil yang langsung membuat Al kembali memasang wajah datar.

"Engga!" ucap datar Al.

"Ayo makan, yang lain udah nunggu," ajak Cecil sambil berdiri.

"Gue gak akan ikut makan kalo lo gak cium gue dulu!" kata Al yang ingin sekali membuat Cecil memaki Al sekarang juga.

"Al!" panggil Cecil.

"Bodo amat gak denger! Lagi tutup mata gue," kata Al dengan menyebalkan.

Cecil menghela nafas kesal, jika saja Arum tak menyuruhnya untuk bisa mengajak Al ikut makan, bisa dipastikan sedari tadi ia sudah menendang Al.

"Yaudah sini diri!" titah Cecil yang tentu saja membuat Al girang.

Dengan cepat Al turun dari kasur, berdiri di hadapan Cecil dengan tubuh sedikit membungkuk.

"Mau cium dimana? Pipi? Kening? Atau bibir?" tanya Al sambil menaik turunkan kedua alisnya, kembali mengoda Cecil.

Untuk kesekian kalinya Cecil menghela nafas, mengepalkan ke dua tangannya menahan kesal, Al memang menyebalkan.

"Tutup mata lo!" titah Cecil yang langsung di turuti oleh Al.

Cecil terlihat berpikir, ia binggung harus mencium Al di bagian mananya, dan sialnya sorot matanya terhenti tepat pada bibir merah Al.

Tanpa menunggu lama dan tanpa berpikir dua kali, Cecil langsung menempelkan bibirnya pada bibir Al.

Al yang awalnya terkejut langsung menyungingkan senyum, menahan bagian belakang leher Cecil agar tak melepaskan ciuman itu, dan berakhir Cecil yang terkejut, membulatkan matanya dengan ke dua tangan yang semua terkepal kuat kini melemas.

Al memang tak melakukan apa-apa hanya menahan Cecil agar tetap seperti ini dengan bibir menempel satu sama lain.

Cecil yang tiba-tiba ingin ikut menutup matanya pun langsung mendorong tubuh Al, menutup mulutnya dengan ke dua tangannya.

Al terkekeh, melingkarkan tangannya pada pinggang Cecil, berbisik tepat di telinga Cecil.

"Ternyata lo tau tempat yang lo cium itu bakal bikin gue gak marah lagi."

"Berisik!" umpat Cecil kesal, namun terlihat tengah salah tingkah.

****