3 3. Ras Naga

Sosok mungil yang bahkan tidak mencapai 100cm, mengerjapkan mata ketika melihat pantulan dirinya tepat di sebuah cermin datar. Bulat dan polos, sepasang kelereng sewarna laut dalam begitu mempesona. Ditambah bulu mata gelap yang melengkung dan tebal—selayaknya penegas betapa indah sepasang iris shappire yang berkilau penuh dengan kemurnian.

Namun Leo tidak menikmati keindahan mata itu sama sekali. Ia menunduk menatap kedua tangan putih nan gemuk. Mengkerutkan kening dan mengerucutkan bibir semerah delima, si kecil kembali mendongak menatap sosok yang terpantul di dalam cermin.

Batita berkulit putih dengan helai kelabu pendek nan tebal tepat di depannya. Wajah lugu nan bulat mendapatkan sentuhan merah muda pada kedua pipi gembil. Sepasang kelereng biru gelap itu bulat—penuh rasa ingin tahu yang lucu. Dipadukan dengan hidung bengir dan alis tipis yang dengan lembut tersulam melengkung …

Satu kalimat.

Anak laki-laki di dalam cermin terlihat seperti boneka porselen yang ingin semua orang peluk.

Sayangnya, tubuh itu adalah tubuhnya. Leo sudah berkali-kali melihat—hanya untuk tidak sabar agar lebih tinggi dan besar—jadi ia sudah kebal tingkat dewa dengan pesona dirinya sendiri.

Namun …

Boneka kecil itu menyeringai bangga sebelum akhirnya terkikik saat menatap pantulan dirinya sendiri. Oh, sudah berapa lama ia terkurung di sini? Leo tidak tahu, tetapi mendapati pertumbuhan dari tidak bisa tengkurap menjadi bisa berjalan dan berlari, membuat jantungnya menggebu-gebu! Terlebih ia bukan hanya melatih fisik, tetapi juga kemampuan!

Perasaan tidak sabar menggerogoti hingga membuat Leo merasa gatal.

"Tuan, gunakan pelindung Anda," suara dingin dan datar kembali terdengar. Robot lebah itu terbang membawa selembar kain putih besar—membungkus sang batita dengan terampil hingga seluruh tubuhnya tertutup bak lemper.

"Miko … kelual peltama," suara kekanakan yang cadel terdengar—lembut dan imut. Benar-benar khas seorang anak yang baru belajar berbicara. Mendengar suaranya sendiri membuat Leo bungkam. Wajah kecil itu semakin memerah—malu luar biasa dengan lidah kecil yang belum bisa berbicara dengan baik.

Micro tidak mengejek. Robot lebah memastikan Tuan kecilnya terlindung dengan kain putih itu. Setelah berputar mengelilingi Tuannya beberapa kali dan memastikan tidak ada tempat yang tidak tertutup bahkan kepala, robot itu berhenti berputar.

"Baik, Tuan," lebah hitam-kuning mengangguk. "Silahkan kirim saya."

Leo, yang sudah berubah menjadi pangsit kecil, mengeluarkan kemampuannya dan dalam persekian detik, robot hitam-emas menghilang.

Ruangan mendadak hening.

Tidak ada kehidupan lain selain si kecil. Leo juga tidak bisa bergerak. Ia benar-benar dibundel oleh kain putih yang merupakan kain ciptaannya sendiri. Diantara pertahanan yang lain, benda yang terlihat hanya seperti kain ini memang pertahanan paling baik.

Kain ini dibuat khusus. Perendaman alkimia, bahan benang yang terbuat dari sutra laba-laba emas dan simbol rune yang dibordir khusus. Kain yang tahan akan panas dan dingin, serangan fisik dan kemampuan, merupakan salah satu pertahanan kelas rendah terbaik yang pernah dibuatnya. Namun sayanganya …

Melirik ke cermin, Leo melihat kepompong putih yang hanya menonjolkan sepasang mata bulat berwarna biru dengan sedikit helai kelabu yang mengintip. Tertutup sempurna seperti ini seharusnya membuat si kecil kepanasan dan berkeringat, tetapi kain telah dibuat khusus. Ia merasa nyaman. Tidak panas atau dingin. Jadi, mengesampingkan penampilan yang menyedihkan, Leo bertahan seraya terus menghitung di dalam hatinya.

56 … 57 … 58 … 59 … 60!

Hitungan ke -60—tepat satu menit—Leo bereaksi. Kepompong kecil yang terbuat dari kan, mengeras—membentuk ruang perlindungan kecil begitu diaktifkan.

Leo cemberut.

Sungguh, ini benar-benar pertahanan tingkat rendah! Bila bukan karena ia tidak bisa menggunakan kekuatan di atas level 1, Leo tidak mungkin akan menggunakan ini! Siapa yang ingin melilitkan tubuh dengan kain, lalu mendadak terkurung di dalam ruangan kecil hanya untuk bertahan? Leo tidak tahu pemikiran apa yang ada di otak hingga bisa membuat benda ini. Namun yang pasti, pada akhirnya, benda ini berguna.

Dengan jantung yang berdegup buk-buk, bola putih dengan celah kecil untuk pengelihatan itu menghilang dari kamar mewah yang menjadi tempat tinggalnya—keluar dari dalam Ruang Jiwa sang pemilik.

Gelap.

Suasana terang dan hangat, dalam persekian detik berubah menjadi gelap.

Ugh … dimana ini?

Leo tidak berani bergerak di dalam ruang pelindung. Meski ia tumbuh dan bisa menggunakan kemampuan, tubuh masihlah seorang batita lemah. Terlebih dengan perbedaan waktu di dalam dan di luar Ruang Jiwa, ia tidak bisa begitu saja keluar tanpa pertahanan.

Entah apa yang ada di luar Ruang Jiwa, Leo tidak tahu. Karena inilah Leo mengeluarkan Micro terlebih dahulu—memastikan robot pelindung akan membersihkan masalah yang mungkin terjadi—lalu menyusul si kecil untuk keluar. Namun ketika ia melihat lingkungan yang berbeda dari Ruang Jiwanya …

Leo kehilangan kata-kata. Ia bahkan tidak berani menarik napas!

Lingkungan di sekitar remang-remang dengan sedikit cahaya yang merembas dan memanjang dari sela-sela bebatuan. Namun cahaya kecil yang mengintip itu cukup untuk Leo mengobservasi lingkungan dari dalam lapisan pelindung ini. Dinding-dinding batu yang lembab dan tertutup lumut terlihat, bersama beberapa tanaman paku yang menempel pada dinding. Suara deras air yang mengalir memantul di sela-sela dinding—memberitahukan tempatnya sekarang sangat dekat dengan air terjun.

Namun …

"Bau apa inyi?!" Leo menggerutu—mengeluarkan sebuah masker dari dalam ruang dan cepat-cepat memakai. Aroma busuk yang tak tertahankan memenuhi indra penciuman—nyaris membuat si kecil muntah di dalam pelindung.

"Banyak telur yang sudah membusuk, saya sedang membersihkan semuanya," suara dingin Micro terdengar. Leo mencoba menoleh, tetapi ia masih berada di dalam pelindung hingga 'jendela kecil'nya tidak bisa melihat keseluruhan tempat dengan baik. "Ini telur terakhir, setelah semuanya, Tuan bisa keluar."

Leo tidak bisa melihat telur busuk mana yang sedang dibuang Micro, tetapi ia benar-benar merasa lega karena tidak ada bahaya. Setelah memastikan tidak ada lagi aroma busuk yang mengganggu indra penciuman, Leo melepaskan masker lalu mulai mengetuk dinding.

Krak!

Sura renyah terdengar diiringi dengan retakan memanjang yang terbentuk selayaknya halilintar. Melihatnya, membuat Leo cemberut. Benda ini hanya sekali pakai. Memang keras di luar dan tahan benturan, tetapi cenderung rapuh di dalam hingga bisa membuat retakan hanya dengan sekali tinjuan lemah … batita kecil.

Sekali lagi ia mengetuk dinding dengan keras hinga bukan retakan, tetapi sebuah lubanglah yang terbentuk. Tanpa sadar, ada kepuasan tersendiri ketika menendang dan berhasil menghancurkan sesuatu. Rasanya seperti … ia sangat kuat hingga mampu menghancurkan dinding!

Memikirkan hal itu membuat Leo terkikik. Ia tanpa ragu kembali memukul dan sebuah lubang kembali terbentuk. Kali ini, si kecil tidak berhenti. Kembali menendang hingga serpihan dinding terpental dan mengepul.

Melihat bahwa lubang kecil cukup untuk membuatnya merangkak keluar, Leo berhenti. Tanpa ragu ia membungkuk, tubuh kecil batita mulai merayap keluar dari dalam pelindung putih dan merasakan tekstru batu yang licin dan keras. Hal ini membuatnya tidak siap. Dalam seketika, Leo merasakan tangannya tergelincir dan tubuh itu merosot jatuh.

Deg!

Jantung Leo mencelos. Ia refleks memejamkan mata dan bersiap untuk menerima rasa sakit karena terbentur. Namun di detik ia memejamkan mata, detik itu juga merasakan sesuatu langsung menangkap tubuhnya. Dalam seketika, ia menahan napas. Jantung melompat buk-buk dengan kuat hingga terasa ingin melompat keluar dari rongganya.

[Baby, hati-hati … ]

Leo membeku kaku. Mendadak, otaknya terasa mandek begitu mendengar suara dengan bahasa yang sangat berbeda.

Apa … itu? Bahasa apa itu?

Belum sempat ia memikirkan apapun atau tahu dari mana sumber suara tersebut, benda dingin yang melilit perutnya kembali bergerak. Kali ini, dengan mudah menarik tubuh kecil sang batita keluar dari dalam ruang pelindung dan mengangkatnya.

Dalam seketika, sepasang kelereng emas dengan pupil vertikal masuk ke indra pengelihatan Leo. Wajah raksasa yang mungkin berukuran selebar 2 meter tengah menatap dengan intens. Napas panas dari kedua lubang hidung yang besar terasa membakar kulit—benar-benar berbanding terbalik dengan benda panjang bersisik yang terasa dingin melilit perut. Terlebih dengan sepasang tanduk di atas kepala, juga tubuh kuat bersisik perak …

Dalam persekian detik, Leo langsung mengetahui makhluk apa yang ada di hadapannya.

Ras Naga.

Dalam persekian detik, wajah Leo memucat sempurna. Ras Naga adalah makhluk yang territorial! Mereka tidak suka wilayahnya ditempati oleh makhluk lain hingga selalu terlihat nomaden. Tidak hanya itu, mereka bahkan terkenal angkuh, memiliki keposesifan tingkat tinggi untuk apapun yang menjadi milik mereka.

Namun …

Bukankah Planet ini miliknya? Kenapa bisa ada ras Naga?

Leo benar-benar bingung. Bagaimanapun, sebagai Penyihir level 10, ia masih sangat ingat terakhir kali mendarat di Planet miliknya. Terlebih ini adalah Planet Ilusi—Planet yang sengaja ia kembangkan hanya untuk menanam dan memelihara hewan yang akan ia gunakan sebagai bahan alkimia, itu sebabnya ia sangat berhati-hati menyembunyikan Planet dengan berbagai rune dan sihir agar tidak ada yang bisa memasuki Planet bagaimanapun caranya.

Namun … bukankah ia sudah benar-benar memastikan tidak akan ada satupun kehidupan yang memiliki 'kesadaran' diri dengan kecerdasan IQ dan EQ di planet ini? Satu-satunya alasan Leo menggunakan pelindung saat keluar dari Ruang adalah karena ingat bahwa masih banyak binatang buas yang ia pelihara di sini. Namun … namun … bagaimana mungkin ada Naga? Bagaimana mungkin bisa ada ras naga di sini?!

[Baby, apakah kau memakan semua telur-telur yang ada di sekitarmu?]

Apa?

Dalam persekian detik, Leo tahu bahwa suara yang tadi didengar merupakan bahasa ras Naga. Namun … kenapa Naga ini berbicara dengannya menggunakan bahasa Naga? Bukankah seluruh ras Alien sudah menyepakati hanya untuk menggunakan satu bahasa persatuan bila berbicara dengan ras yang berbeda? Meski kerap ada peperangan antar Ras, bahasa persatuan masih tetap dipertahankan dengan baik hingga bahasa ras cenderung jarang terdengar.

Namun sekarang …

Leo benar-benar bingung. Terlebih mendengar nada sang Naga yang begitu lembut dan penuh kasih. Hal ini benar-benar menggulingkan pengetahuannya prihal Naga sombong nan angkuh.

Bagaimanapun, Leo adalah Penyihir yang berusia ratusan tahun. Ia mengerti berbagai macam bahasa Ras, termasuk Ras Naga. Ia juga memiliki beberapa teman dari Ras Naga dan karakter mereka pada dasarnya memang cenderung … tinggi hati. Terlebih untuk orang baru, bukankah Naga ini seharsunya curiga dengan keberadaannya?

Leo benar-benar dilanda kebingungan tingkat akut. Ia hanya bisa melongo. Diam memandang Naga besar di hadapannya. Tidak lagi melawan atau mencoba membebaskan diri. Bagaimanapun, Naga ini jelas tidak marah, kenapa ia harus merasa takut?

Mungkin karena Leo tidak membalas ucapannya, Naga itu menurunkan sang batita. Menaruh boneka kecil dengan tubuh montok di atas batu yang kering dan datar.

Dalam persekian detik, Leo tersentak. Refleks menoleh ke kanan dan ke kiri—memperhatikan bahwa tempatnya keluar dari ruang pelindung, tidak memiliki bidang datar sedikitpun. Tanah ditutupi banyak bebatuan besar dengan sela-sela air yang mengalir. Terdapat beberapa ikan kecil yang menyelinap diantara bebatuan berbagai ukuran. Dengan udara lembab dan banyak lumut hijau pada setiap permukaan batu, Leo mengerti kenapa ia dengan mudah kehilangan keseimbanga.

[Baby]

Leo membeku. Fokus kembali ke suara naga yang tidak henti memanggilnya Baby. Sepasang iris emas itu begitu besar, mencerminkan bayangan tubuhnya. Bagaimanapun, ia cukup sadar diri bahwa tubuhnya saat ini memang … cenderung kecil. bukan hal aneh bila Naga ini memanggilnya Baby.

Si kecil mendongak—menanggapi panggilan sang Naga. Boneka lucu yang duduk patuh di atas batu itu terlihat begitu imut dengan wajah kebingungan. Sepasang kelereng biru yang bundar itu berkedip seraya tetap fokus menatap Naga besar. Hal ini membuat ekor bersisik sang Naga gemetar sebelum akhirnya tidak henti berkibas. Sepasang iris emas itu berkilau cerah.

[Baby … panggil Papa]

...

Apa?

Ha?

HA?!

Perlu beberapa saat loading untuk benar-benar mencerna bahasa Naga yang dilontarkan oleh Ras Naga di hadapannya. Serius … tidak, dua rius! Leo yakin ia salah dengar! Bahasa Naganya tidak salah kan? Barusan apa? Barusan naga ini … Naga ini memintanya memanggil Papa?!

Leo melongo. Otaknya mendadak mandek. Ia bersumpah, tidak pernah bertemu dengan Naga sekonyol ini. Sungguh, apakah Naga ini akan selalu berkata seperti ini? Akan menyuruh semua anak yang ditemuinya memanggil Papa?! Apakah Naga ini bahkan tidak tahu bahwa ras mereka berbeda?!

"Tuan!"

Belum sempat Leo buka suara untuk menanggapi permintaan Naga aneh di depannya, mendadak tubuh kecil itu ditangkap. Sosok lebah raksasa dengan 6 kaki memeluk batita yang berhadapan dengan seekor Naga dengan berani.

"Dali mana caja kau!" Leo melotot. Mulut cadelnya memarahi sosok lebah hitam-emas yang datang terlambat. Oh, bukankah Micro hanya membuang telur-telur busuk?! Kenapa begitu lama?!

"Maaf, Tuan—"

[KEMBALIKAN ANAKKU!!!!]

Auman suara Naga membahana—memantul di dinding-dinding gua hingga membuat gempa kecil di dalam gua yang sempit. Auman penuh kemarahan itu membuat wajah Leo memucat. Micro juga tidak tinggal diam. Ia mempercepat manuvernya, melewati belokan-belokan lorong kecil di dalam gua.

Tidak perlu menoleh, Leo tahu bahwa Naga aneh ini mengejar mereka!

"Cepat! Cepat! Cepat!"

Leo panik bukan main. Tangan gemuk dan putihnya memukul-mukul kaki robot yang memeluknya agar terbang lebih cepat. Oh, sialan! Apa-apaan Naga ini?! Kenapa mengejar mereka?! Dan lagi ��� SIAPA YANG ANAKNYA?! Apakah Naga ini benar-benar buta?! Tidak bisa membedakan Ras?! Dan lagi, bukankah di belakangnya ini Naga Jantan?! NAGA JANTAN!!! Astaga! Kenapa bahkan jauh lebih posesif dan gila ketimbang Naga betina yang kehilangan telurnya?!

[Serangga sialan! Kembalikan anakku! Kembalikan anakku!]

Leo benar-benar tidak berani menoleh ke belakang begitu mendengar auman kemarahan itu. Terlebih ketika merasakan fluktasi energi yang bocor dan menekan—sukses membuat si kecil memucat ngeri.

ANOMALI!

Dalam persekian detik, Leo sadar bahwa Naga di belakangnya mengalami Anomali. Terlebih dari energi yang bocor, si kecil bisa merasakan bahwa Naga yang mengejar mereka merupakan Kesatria Level 9!

Mampus. Leo benar-benar ingin pingsan di tempat rasanya. Kecepatan Micro mulai terasa selambat kura-kura. Oh, sialan! Sialan! Sialan! Tidak bisakah lebah ini lebih cepat!? Leo benar-benar diserang kepanikan akut!

"Cepat! Cepat! Cepat!" suara cadel itu mulai merengek—nyaris menangis dengan getaran ketakutan yang jelas kentara. Tangan kecil itu tidak henti memukul-mukul Micro—mencoba mendorong robot lebah ini bekerja lebih keras. Terlebih saat mereka mendadak berhadapan dengan dinding air, Leo menahan napas. Dalam persekian detik seluruh tubuhnya diguyur oleh air yang mengalir dan di detik berikutnya, ketika ia kembali membuka mata, sebuah air terjun yang diapith oleh dua dinding tebing menjadi pemandangan pertamanya.

Sayang, Leo tidak bisa terpesona dengan pemandangan air terjun yang indah. Fokusnya beralih tepat ketika Micro terbang ke langit—menembus keluar dari sela tebing dengan cepat dan langsung menuju ke hutan rimbun.

[KEMBALIKAN ANAKKU!]

Deg!

Jantung Leo terasa mencelos saat merasakan guncangan di tubuhnya. Si kecil refleks mendongak dan menyadari bahwa sebuah cakar besar mencengkram Micro—menahan lebah robotnya untuk terbang dan bahkan cengkramannya mengerat hingga ia bisa mendengar suara retakan!

"Jangan!" Leo menjerit panik. Bagaimanapun, Micro adalah robot pertamanya yang berhasil! Melihat benda yang selama ini dengan sabar merawat dan memperlakukannya dengan baik kini nyaris rusak, si kecil tidak bisa menahan teriakan paniknya. "Jangan! Jangan! Jangan!"

Micro diciptakan memiliki 3 tugas utama. Pengasuhan, perlindungan dan penyerangan. Penyerangan tidak bisa dilakukan disaat ia sedang melindungi, itu sebabnya tanpa ragu, robot lebah membuat lingkaran pelindung di tubuh si kecil lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan batita yang ia peluk jatuh tertarik gravitasi bumi.

[BABY!!!]

Naga bersisik perak itu berteriak ketakutan. Ia refleks melepaskan cengkramannya dari serangga, lalu terbang bak anak panah yang dilepas. Keempat cakar besar langsung bergerak menangkap bola pelindung yang menyimpan sang batita. Lalu dengan lembut dan hati-hati, mendarat dan menempatkan sosok yang berada di dalam bola pelindung di atas tanah.

[Baby, kau tidak apa-apa?] Nada panik sang Naga terdengar. Dengan sentuhan cakarnya, bola pelindung robek dan menghilang diudara. Dalam seketika, Leo terpapar. Ia hanya bisa terduduk di atas tanah, mendongak menatap sepasang iris semerah darah.

Anomaly …

Warna mata yang semula berwarna emas, kini berubah merah. Terlebih dengan energi yang meledak-ledak—membuat Leo merasa sesak dan sulit bernapas. Namun anehnya, sosok bersisik perak ini seolah mampu menahan anomali dengan baik. Ia tidak kehilangan akal, tidak menyerang apapun atau menghancurkan apapun. Cakar besar itu bahkan tidak berani menyentuhnya seolah takut bila tersentuh, tanpa sengaja akan melukai boneka kecil yang putih dan lembut.

[Baby, tidak apa-apa, tidak apa-apa … Papa ada di sini.]

Nada menenangkan itu mengalun lembut. Ekor naga dengan hati-hati kembali melilit tubuh batita kecil—membawa sosok itu ke dalam lingkarang perlindungannya. Dari ekor yang bahkan tidak henti gemetar, Leo bisa merasakan seberapa besar ketakutan yang dirasakan Naga ini.

[Sssh … Baby jangan takut, okay? Papa di sini … Papa ada di sini, tidak ada yang bisa menyakitimu.]

Leo benar-benar dibuat terdiam dengan tingkah dan nada membujuk yang lembut dari Naga ini. Sepasang kelereng biru terkulai, menatap ekor bersisik perunggu yang melilit perutnya. Ada getaran yang halus, ditambah bisikan-bisikan lembut yang seolah mencoba membujuk dan menenangkannya.

Naga ini … benar-benar menganggapnya sebagai anak? Oh, sungguh, Leo benar-benar tidak mengerti kenapa Naga ini mengira ia adalah anaknya. Bukankah mereka jelas berasal dari ras yang berbeda? Dalam sekali pandang, mereka sangat berbeda secara fisik, tetapi kenapa Naga ini begitu keras kepala bahwa ia adalah anaknya?

Bingung bukan main, Leo mengangkat kepala. Sepasang kelereng sewarna laut dalam menatap sosok Naga yang jauh lebih besar darinya. Sepasang irisocean itu jernih selayaknya Kristal, penuh dengan kepolosan dan kebingungan. Melihatnya, membuat sang Naga menghela napas lega. Tidak ada ketakutan … bayi kecilnya tidak menangis, juga tidak terlihat ketakutan.

[Baby-] ucapan sang Naga terputus. Tubuh besar itu menegang dan dalam persekian detik, Leo bisa melihat sepasang sayap yang mendadak membentang menyelimuti dirinya dan sang Naga.

BUM!

Tanah bergetar, suara ledakan diiringi dengan cahaya yang silih berganti mendadak terdengar menggema—sukses membuat sepasang kelereng biru itu membola tidak percaya. Dalam persekian detik, ia langsung tahu siapa yang menyerang.

"Belhenti!" suara cadel kekanakan itu menjerit. Namun sayangnya teredam oleh dentum yang tidak henti menggetarkan tanah dan membuat udara menjadi penuh dengan aroma gosong dan debu yang bertebaran.

[PERGI!] Naga besar mengaum marah begitu mendengar jeritan sang batita. Tubuh perak itu merubah posisinya—menempatkan sosok mungil tepat di bawah perutnya. Tindakan protectif ini jelas untuk perlindungan bayi kecil yang lemah dan baru saja menetas.

"BELHENTI!" kali ini, Leo benar-benar menjerit—sukses menghabiskan seluruh napasnya hingga membuat kerongkongan terasa sakit. Beruntung, suaranya kali ini tidak teredam oleh suara tembakan hingga baik Micro atau Naga ini, bisa mendengar dengan jelas.

Hujan peluru tidak lagi dilemparkan.

Auman tidak lagi terdengar.

Hening.

Leo diam-diam menghela napas lega. Tidak ada lagi yang bertarung. Ia aman dan robotnya tidak akan rusak. Tubuh raksasa yang menyelimutinya terasa kaku, sebelum akhirnya rileks. Kepala besar itu menunduk, menatap bayi kecil yang berlindung di bawah perutnya. Sepasang kelereng semerah darah, mendadak berubah kembali menjadi emas.

[Baby … ]

Kepala Naga itu menyentuh kepala kecil sang batita—membuat sosok kecil tidak bisa menjaga keseimbangan hingga jatuh terduduk di tanah. Namun sang Naga menganggap tindakan ini lucu, kembali menyentuh bayi kecilnya dengan ujung moncongnya. Ekor peraknya mengibas-ngibas senang.

[Baby, kau sangat kuat, kau benar-benar bayi kecil Papa.]

Leo kaku.

Naga ini serius menganggap dirinya sebagai anak. Namun melihat sepasang iris merah yang kembali menjadi emas dengan begitu mudah …

Leo menelan liur paksa.

Konon, semakin kuat seorang Kesatria, semakin mereka rentan akan Anomali. Namun sosok ini adalah Kesatria level 9 puncak—sosok Naga yang jelas sang-sangat kuat. Bukankah sangat rentan dengan Anomali? tetapi anehnya, Naga perak ini bisa mengendalikan kekerasannya sendiri. Ia tidak menyerang Leo, sebaliknya, Naga ini melindunginya dengan sangat lembut dan hati-hati, bahkan ketika rasionalitasnya ditekan oleh Anomali, Naga ini tidak sedikitpun menyerangnya.

Entah apa yang dipikirkan Naga ini, Leo tidak tahu. Bagaimanapun mereka berbeda ras, tetapi sosok ini dengan keras kepala menganggapnya anak—eh? Tunggu! Tunggu! Mendadak, si kecil teringat dengan semua telur busuk yang dibuang Micro …

Wajah Leo memucat.

Gawat.

Jangan bilang kalau semua telur busuk itu adalah … telur Naga yang tidak bisa menetas? Karena itulah Naga ini mengira ia yang baru keluar dari ruang pelindung adalah … anaknya? Tetapi sejak kapan IQ seekor Naga jadi jatuh ke titik terendah seperti ini?! Dari aroma dan bahkan fisik saja, bukankah jelas ia bukan Naga?! Leo benar-benar dibuat sakit kepala dan pusing.

[Baby?]

Tidak mendapatkan jawaban, moncong Naga yang panas dan keras kembali menyentuh si kecil. Dalam seketika, lamunan Leo buyar. Sepasang kelereng biru yang bulat kembali menatap sang Naga. Ada keheningan selama beberapa detik sebelum akhirnya, dengan perasaan bersalah dan malu yang mencengkram hatinya, Leo menarik napas panjang dan meludahkan sebuah kata dalam bahasa Naga.

[Papa … ]

avataravatar
Next chapter