57 Bag 56 Istana

Setengah jam kemudian, helikopter mendarat di helipad lainnya dan orang-orang berjas hitam serta kacamata hitam turun dari tempatnya.

Richard juga ikut turun sambil tetap menggendong putrinya dengan kokoh.

Tanpa melupakan keberadaan istrinya, Richard mengulurkan tangannya pada istrinya untuk membantunya turun.

Kalau biasanya Anxia akan menempis tangan pria itu dan akan turun sendiri. Tapi Anxia tidak ingin menghadapi ekspresi datar suaminya dan mendiamkannya selama berhari-hari. Lebih baik pria itu membuatnya sebal, setidaknya dia tidak akan bosan dan bisa membaca langkah apa yang akan diambil pria itu.

Kalau pria itu hanya diam saja dan sama sekali tidak mendekatinya, akan sulit baginya untuk menebak-nebak apa yang sedang dipikirkan pria itu.

Karenanya Anxia memutuskan untuk patuh dan menerima uluran tangan itu.

Richard segera menggenggam tangan mungil istrinya begitu merasakan kulit yang agak sedikit kasar pada tangan istrinya.

Kulit tangan istrinya tidak selembut ataupun sehalus seperti gadis lain karena Anxia sudah terbiasa memegang senjata semenjak kecil. Perempuan itu bahkan sangat ahli dalam memegang belati serta pisau. Jadi tidak heran jika ada bekas kapalan pada sela-sela jarinya.

Hanya saja Richard tidak memikirkan kulit tangan istrinya. Dia bertanya-tanya mengapa Anxia bersikap manis dan menurut padanya? Apakah mungkin istrinya sedang merencanakan untuk kabur darinya? Ataukah mungkin wanita ini sedang merencanakan sesuatu?

Ah, itu tidak mungkin. Dia yakin Anxia tidak akan berpikir untuk kabur karena saat ini master Yu berada di Belanda. Dia tidak akan mengambil resiko membuat keberadaan putri mereka tercium oleh master Yu.

Lalu apa yang membuat perempuan ini bersedia menerima uluran tangannya?

Tanpa melepaskan genggamannya, Richard menuntun istrinya berjalan keluar dari lingkaran helipad menuju ke sebuah bangunan yang megah membuat baik Anxia maupun Lori membuka mulut mereka lebar-lebar.

"Waaaaahhhh!! Apakah itu istana? Seperti di cerita putri kerajaan??" seru Lori dengan mata berbinar-binar membuat Richard tertawa geli.

"Benar baby girl. Istana ini milik kerajaan Heinest puluhan tahun yang lalu. Raja sebelumnya memberikan tempat ini pada oma Meisya sebagai hadiah ulang tahun oma."

"Oma Meisya? Mengapa raja memberikan hadiah istana pada oma Meisya?"

"Dulu oma Meisya adalah putri kerajaan Prussia sebelum akhirnya opa menculik oma dan malah menikah dengannya."

Anxia tersedak salivanya mendengar kisah asmara kedua mertuanya. Dia sama sekali tidak menyangka Stanley akan menculik putri kerajaan dan menikah dengannya!

Pria mana yang berani menculik seorang putri hanya untuk menikahinya!! Rupanya, sikap absurd dan tak masuk akal Richard ini mewarisi dari Stanley!

Lain dengan Anxia yang berpikir negatif terhadap awal mula hubungan mertuanya, Lori malah menganggapnya sebagai sesuatu yang seru dan menyenangkan.

"Wah… apakah aku juga akan mengalami hal yang sama dengan oma Meisya?"

Rahang Richard mengeras mendengar antusiasme putrinya. "Tidak baby girl. Aku tidak akan mengizinkan siapapun mengambilmu dariku. Waktu itu tidak ada yang melindungi oma dan ditindas oleh saudaranya di istana. Opa merasa kasihan sehingga membawanya kabur dengan cara menculiknya. Aku tidak melihat kau akan ditindas di tempat ini, jadi tidak akan ada yang berani menculikmu."

Lori tertawa geli mendengar serentetan kalimat ayahnya yang diucapkan super tegas tanpa mau dibantah. Aiya, ternyata ayahnya bisa bersikap tegas juga. Selama ini dia berpikir ayahnya mudah dirayu dan dibujuk, rupanya dugaan Lori salah besar.

"Aku akan percaya sama papa." Lori memberi kecupan panjang dan manis pada sebelah pipi ayahnya membuat Richard tersenyum lebar.

"That's my baby girl." Richard turut membalas putrinya dengan mengecup singkat pipi Lori menciptakan suara tawa kegirangan dari putrinya.

Anxia hanya diam mengawasi interaksi keduanya dengan pandangan iri. Ah, Lori, tampaknya kau sudah melupakan ibumu ini.

"Ah, papa. Sepertinya mama juga ingin mendapatkan ciuman dari papa!"

Anxia menjadi patung pada tempatnya berdiri mendengar kalimat putrinya. Dia menatap Lori dengan garang untuk memperingatkannya agar tidak melanjutkan kalimatnya.

Sialnya, entah apakah Lori mengenali tatapan marah pada ibunya ataukah berpura-pura tidak menyadarinya, Lori melanjutkan kalimatnya dengan nada ceria yang sama membuat Anxia ingin muntah darah.

"Mama iri ya karena papa lebih menyayangiku daripada mama."

Iri apanya!? Anxia merasa iri karena perhatian Lori lebih fokus pada pria itu daripada dirinya. Dia sama sekali TIDAK merasa iri Richard lebih menyayangi Lori daripada dirinya!!!

"Papa, papa juga harus mencium mama."

Tidak diragukan lagi Richard akan mengabulkan semua keinginan putrinya, termasuk mencium istrinya.

Anxia hendak kabur dan melepaskan genggaman Richard pada tangannya, namun tangan pria itu malah semakin kencang menggenggamnya, bahkan menariknya untuk mendekatnya.

Richard sudah bergerak maju, bukan untuk mencium pipi istrinya, tapi untuk mencium langsung bibirnya yang sudah menjadi candunya.

Menyadari niatan pria itu, dengan cekatan, Anxia menutup mulut pria itu dengan tangannya yang bebas sehingga pria itu malah mendaratkan ciumannya ditelapak tangannya sebelum tiba ke sasarannya yang sebenarnya.

"Lori, untuk sementara waktu, berhenti berbicara. Hm?"

Lori melakukan gerakan seolah sedang menutup resleting pada mulutnya, lalu menganggukkan kepalanya. Walaupun dia ingin melihat kedua orangtuanya akur, tapi dia juga tahu diri jika dia melebihi batas. Saat ini dia tahu ibunya sudah berada di ujung tanduk sebelum ibunya akan meledak-ledak dan menjadi liar.

Tentu saja Lori tidak menginginkannya. Karena itu untuk saat ini dia mundur dulu. Lagipula, mengalah sekarang bukan berarti dia akan kalah, bukan?

Setelah memastikan Lori tidak lagi akan bicara, Anxia segera menurunkan tangannya dari mulut suaminya sebelum pria mesum itu kembali menghisap serta menjilat telapak tangannya seperti kemarin.

Anxia juga memalingkan wajahnya ke arah lain karena merasa dia tidak sanggup menatap sepasang mata coklat suaminya.

Diam-diam dia mencoba menarik tangannya dari genggaman Richard namun tekanan pria itu masih sama kuatnya dengan sebelumnya.

Akhirnya dia menyerah dan membiarkan Richard menggandeng tangannya lebih lama lagi.

Richard kembali berjalan hingga di depan pintu besar istana bagian belakang yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan helipad.

Ada seorang butler dan beberapa pelayan menyambut kedatangan mereka serta memberi hormat dengan menundukkan kepalanya dan punggungnya.

Setelah memberi beberapa instruksi, Richard melepaskan genggamannya dan menyerahkan Lori pada kepala maid untuk masuk kedalam lebih dulu. Begitu tinggal hanya mereka berdua, Richard mulai membuka suaranya.

"Sekarang kita sudah disini, kau bebas melakukan apapun yang kau inginkan."

"Apa maksudmu?"

"Bukankah kau ingin membunuhku? Kau bisa mencobanya selama tinggal disini. Tapi… tiap kali kau gagal membunuhku," Richard berjalan mendekati Anxia sementara Anxia tidak mau berjalan mundur karena tidak ingin terlihat takut ataupun terintimidasi, "kau harus menerima hukuman dariku."

Anxia memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu Richard bukanlah orang yang bisa sembarangan dilukai. Untuk apa dia repot-repot menguras tenaga untuk sesuatu yang pasti tidak bisa dimenangkannya?

Dan apa tadi dia bilang? Menghukumnya? Sepertinya pria itu malah lebih antusias untuk menghukumnya dan sengaja memancingnya untuk melakukan keinginannya.

Memang benar, Anxia merasa gatal sekali ingin membunuh pria brengsek ini di awal pertemuan mereka. Tapi setelah menghabiskan waktu bersama pria mesum yang menyebalkan ini, dan juga melihat sendiri bagaimana perilaku pria ini pada putrinya, dia menjadi semakin tidak berminat untuk membunuhnya.

Rasanya, dia merasa sayang mengambil nyawa orang yang bisa menjadi ayah yang hebat bagi putrinya.

Anxia hanya mendengus saja menanggapi tantangan pria itu dan sama sekali tidak berpikir untuk mencari kesempatan membunuh suaminya.

"Terserah kau saja." jawab Anxia sambil melangkah mundur karena sudah cukup baginya berdekatan dengan pria itu.

"Ah, aku hampir lupa." Richard mengambil tangan Anxia lalu meletakkan suatu kertas ke atas telapak tangan Anxia. "Sekarang aku kembalikan padamu. Semoga berhasil." Richard menunjukkan seringaian licik… lebih kearah menyindir yang malah membuat Anxia terheran.

Anxia menatap kertas diatas telapak tangannya dan meraba-raba dengan jari jempol serta telunjuknya. Bukankah ini kertas yang diterimanya dari orang misterius yang menabraknya di toko es krim?

Anxia membukanya dan membaca isinya dengan cepat.

Begitu membaca isinya, dia merasa jantungnya berhenti saat itu juga. Kepalanya seperti terasa berat seolah ada beban besar yang menimpa kepalanya. Hatinya bergemuruh hebat seolah ada badai yang tiba-tiba muncul didalamnya.

Anxia melirik ke arah punggung Richard yang pergi dengan mata memerah. Bukan karena dia akan menangis, tapi karena kebencian yang luar biasa terhadap pria itu.

>>>>> From author

Coba klaim redeem code ini, siapa tahu masih bisa dpt free 50 coin XD

MAGICPOWER

avataravatar
Next chapter