webnovel

Chapter 4~ Revan House

~Andrea~

Setelah kejadian di taman sekolah lima minggu yang lalu, dia terus menerus menggangguku dengan menagih hutangku waktu itu. Aku sudah mencoba melunasinya dengan membayar uangnya tetapi dia tidak menerimanya. Aku bahkan membelikan barang yang sama untuknya tetapi dia tetap tidak menerimanya. Dia ingin aku membayarnya dengan mengucapkan namanya, itu aneh bukan?

Walaupun aku bisa mengakhirinya hanya dengan menyebut namanya dengan cara 'spesial' seperti yang dia minta, tetapi aku tidak mau untuk melakukannya. Entahlah, tapi aku rasa setelah membayar hutangku dia tidak akan menggangguku lagi dan aku tidak ingin itu terjadi. Aneh bukan, bahkan aku tidak mengerti diriku sendiri yang menyukai gangguannya. Seminggu ini Revan selalu menggangguku terus dengan mengikut sertakan teman-temannya, sehingga membuatku cukup dekat dengan ketiga temannya, dan teman-temannya sama menyebalkannya dengan dirinya.

Hari ini kelas dibubarkan lebih awal secara mendadak karena terjadi sesuatu dengan salah seorang guru sehingga semua guru-guru pergi untuk menjenguk guru tersebut. Sementara yang lainnya sudah pulang saat ini, aku terpaksa menunggu kakak untuk menjemputku.

Kelas kakak selesai pada jam setengah empat sore, sementara jadwal pulangku biasanya jam setengah tiga, sehingga aku terbiasa menunggunya. Namun kali ini aku harus menunggu lebih lama lagi karena saat ini aku keluar pada jam satu tepat. Setelah berada di kelas selama satu jam penuh dan menghabiskan waktu dengan membaca novel baruku, aku mulai bosan karena saat ini aku akan menghabiskan chapter terkahir dalam beberapa menit. Aku memutuskan untuk pergi ke perpus sekolah untuk mencari novel baru untukku baca setelah menyelesaikan chapter terakhir.

Ini pertama kalinya aku berkunjung ke perpustakaan sekolah. Memang aku menyukai buku tapi aku terlalu malu untuk pergi ke tempat yang tidak kukenal, aku sudah terlanjut nyaman dengan bangku kelas.

Namun karena saat ini semua orang sudah pulang jadi aku yakin perpustakaan pasti akan sepi. Seperti dugaanku perpustakaan saat ini tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa murid yang sedang asyik dengan bukunya sendiri dan beberapa murid yang datang kesini hanya untuk menghabiskan waktu dengan hpnya atau pun dengan pacarnya.

Perpustakaan sekolah ini bisa dibilang sangat besar. Rak-rak buku tersusun rapih berjejer di ujung kanan ruangan yang menjorok ke dalam, sementara di ujung kiri kita dapat menemukan bangku-bangku dan meja-meja yang dilengkapi dengan jendela-jendela besar transparan yang membuat tempat membaca ini sangatlah terang dengan cahaya matahari yang menerobos masuk melewati celah-celah pohon.

Sekolahku sangatlah asri dan hijau, hampir di setiap tempat kau akan menemukan pohon besar yang meneduhkan, itu sebabnya aku sangat menyukai sekolah ini. Kalian akan disambut dengan meja petugas perpustakaan yang berada di depan dekat dengan pintu masuk perpustakaan.

Aku pun menulusuri rak-rak buku untuk mencari buku yang menarik perhatianku. Setelah menemukan beberapa buku yang judul dan sinopsisnya menarik, aku langsung membawanya ke meja yang berada di ujung dekat dengan rak dan berhadapan langsung dengan jendela.

Setelah beberapa lama aku membaca buku sambil mendengarkan musik dari handphoneku, tiba-tiba seseorang berdiri di depanku dan bayangannya menggangguku membaca. Aku mengangkat kepalaku dan melihat seorang gadis dengan rambut yang berwarna kecoklatan diikat dengan gaya messy ponytail, yang terlihat cantik dengan kulit yang agak kecoklatannya itu. Dia pun menaruh beberapa buku di atas meja yang kutempati dan duduk di sana.

"Jadi kau murid yang membatalkan MOS itu." Katanya. Aku pun melepaskan headphoneku dan tersenyum malu untuk menjawab pertanyaanya. Aku sangat malu dengan kabar yang menyebar tentang diriku dan aku benci menjadi pusat perhatian.

"Sekarang aku mengerti kenapa semua orang membicarakanmu. Kau terlihat cantik dan lucu." Dia memujiku! Oh My Gosh! Aku hanya bisa menatapnya dengan tatapan tidak percaya dengan apa yang kudengar, aku benar-benar menjadi pusat perhatian.

"Aku heran, kenapa Revam menyukaimu. Bagaimana kau bisa dekat dengannya?" Tanyanya. Jujur aku tidak suka bila dikatakan seperti itu.

"Entahlah, terjadi begitu saja. Sejujurnya aku tidak suka menjadi pusat perhatian, jadi tolong jangan katakan sesuatu seperti itu lagi." Kataku dengan sangat jujur.

"I like you already, we can be best friends!" Sahutnya senang sambil menepukkan tangannya beberapa kali. Aku sangat tidak menyangka dia akan berkata begitu. First friend in school, and I like her.

"So we're friend now?" Tanyanya sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman denganku. Aku mengulurkan tanganku dengan ragu untuk menyalaminya. Dia pun segera menarik tanganku dan bersalaman. I'm so nervous but I'm really glad.

"Ceritakan apakah kau dekat dengan keempat cowok itu?"

"Sejujurnya aku tidak suka dekat dengan mereka karena aku tahu aku akan menjadi pusat perhatian. Dan sekarang hal itu benar-benar terjadi."

"I know your feelings and I agree with you." Aku tersenyum senang mendengar komentarnya. Aku sangat takut menjadi pusat perhatian karena sewaktu-waktu mereka semua akan membenciku dan membuatku terluka.

"Dia terus menggangguku namun aku senang karena bisa menjadi temannya. Dan aku cukup dekat dengan ketiga temannya."

"Jadi Revan yang mengganggumu duluan. Like I expected." Katanya sambil menaruh salah satu tangan di dagunya seperti orang yang sedang berpikir.

"Ekhm...!" Tiba-tiba suara seorang cowok menyela pembicaraan kami. Mulutku menganga lebar saat melihat ke sumber suara. Yaps that's Revan.

"Sepertinya kalian sedang berbicara di belakangku ya!" Sahutnya sambil menyunggingkan senyum menyebalkan seperti biasanya.

"Hehehehe, hai Revan." Sahut cewek itu panik. Aaah.. lagi-lagi aku tidak mengetahui namanya.

"Kau bilang apa saja kepada Andrea?" Tanya Revan sambil duduk di sebelah gadis itu.

"Bukan apa-apa kok. Aku hanya bilang kalau kau cowok terkeren di sekolah dan Andrea adalah cewek termanis. Oh dan satu sekolah membicarakan kelaukan aneh kalian." Sahutnya bangga.

"Oh dan kita sudah menjadi teman. Iya kan?" Tanyanya kepadaku, dan akupun menganggukan kepalaku sambil tersenyum.

"Kita menjadi bahan pembicaraan satu sekolah?!" Tanya Revan panik

"Ya.. Satu sekolah ribut saat kau menariknya keluar dari kantin. Kemana saja kau selama ini sampai tidak mendengarkan kabar ini!" Katanya sambil menunjukku. Oh tidak-tidak! Bagaimana ini.

"Kau tidak apa-apa Andrea?" Tanya Revan yang memperhatikan muka pucatku.

"Aku tidak suka menjadi pusat perhatian." Kataku dengan pelan sambil menundukan kepala.

"Tidak apa-apa, mereka tidak akan membicarakanmu dalam waktu dekat. Dan kau mempunyaiku, aku dapat di percaya kok." Sahut gadis itu sambil pindah ke tempat dudukku dan memelukku. Aku pun menjadi lega setelah mendengar perkataanya. Papa is right, I dont want to be lonely again.

"Thanks." Kataku sambil tersenyum.

"Hmm... Aku belum mengetahui namamu." Sahutku pelan saat dia melepaskan pelukkannya.

"Hahahah.." Revan pun tertawa keras mendengar perkataanku sampai-sampai dia dimarahi oleh petugas perpustakaan. Aku dan gadis itu pun tertawa kecil saat melihatnya dimarahi.

"Aku Kyla." Katanya sambil tersenyum.

"Kayla.... I like your name." Pujiku.

"Untuk apa kau ada di sini?" Tanya Kyla kepada Revan.

"Aku mencari Andrea, tapi dia tidak ada di kelas dan aku pikir dia ada di sini, dan ternyata aku benar." Jawabnya sambil menatap diriku.

"Untuk apa kau mencariku?" Tanyaku dengan mengangkat satu alisku.

"Untuk..." Betapa bodohnya diriku dia pasti akan menagih hutangnya.

"Tidak akan pernah terjadi!" Potongku sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. Dia pasti akan menagih hutangnya lagi.

"Tenang.. Aku tidak menagih hutangmu. Aku hanya ingin menemanimu karena kau pasti belum pulang."

"Hei, kan ada aku! Temannya!" Protes Kyla.

"Yeah. But I'm her first friend." Kata Revan sambil menaikan salah satu sudut bibirnya lagi. I hate his smirk. Kyla pun hendak mengatakan sesuatu namun dia menutup kembali mulutnya melihat ke arah pintu perpustakaan. Beberapa orang laki-laki masuk secara tiba-tiba dan duduk di sebelah Revan.

"Aku mencarimu kemana-mana ternyata kau ada di sini." Sahut Tio kelelahan.

"Kenapa kalian ada di sini?" Tanya Revan bingung melihat kedatangan ketiga temannya.

"Kan hari ini jadwal kita main basket." Aldo mengingatkan.

"O iya!" Sahutnya. 'Revan ternyata pelupa' Komentarku dalam hati

"Hai Kila!" Sahut Alex saat melihat Kyla. Sepertinya mereka semua sudah mengenal Kyla.

"Sudah kubilang berapa kali namaku bukan Kila tapi Kyla." Protesnya.

"Hai Andre!" Alex mengabaikan protesan Kyla dan beralih mengerjaiku.

"Hei! Aku bukan cowok!" Protesku dan mereka semua tertawa kecuali aku dan Kyla.

Kita pun berdebat cukup lama mengenai masalah nama. Bukan pembicaraan yang penting tapi aku sangat menikmati momen dan percakapan bersama mereka, walaupun aku hanya menjadi pengamat setia saja. Mempunyai teman tidak mengerikan seperti yang kukira. Hanya saja aku belum bisa jujur dengan mereka mengenai kondisiku, aku takut mereka akan menjauhiku.

"Hei kenapa mukamu seperti itu?" Tanya Aldo yang menyadari diriku melamun selama beberapa menit. Berkat kata-katanya teman-teman yang lain berhenti tertawa dan memusatkan pandangannya padaku. Crap! What should I do!

"Kau sakit?" Tanya Revan. Aku pun menggelengkan kepalaku menjawabnya.

"Tidak apa-apa kok, hanya saja aku teringat sesuatu." Kataku sambil terenyum kecil.

"Ap.." Tio sepertinya akan bertanya mengenai apa yang kupikirkan namun Aldo menepuk pundaknya dan menggelengkan kepala untuk mencegahnya bertanya. Aku bersyukur karena mereka tidak bertanya mengenai itu. Suasana pun menjadi sunyi karena kata-kataku barusan. Great! Aku merusak moment kebahagiaan mereka.

"Hei! Bagaimana kalau kita main ke rumah Revan sekarang!" Sahut Tio bersemangat saat ide itu muncul di kepalanya.

"Hey bung! Itu rumahku! Kenapa kau yang mengundang mereka?" Protes Revan.

"Bagaimana?" Tanya Tio senang tanpa mempedulikan Revan.

"Hei sudah kubilang itu rumahku!" Protes Revan sekali lagi.

"Ya..Ya terserah kau saja. Tapi aku akan tetap pergi!" Jawab Tio santai.

Handphoneku bergetar saat mereka sedang beradu argumen. Ternyata kakak sudah menjemputku! Sepertinya dia keluar sebelum kelas terakhirnya dimulai, karena sekarang masih pukul setengah dua. Aku pun membereskan barang-barangku dan beranjak dari kursi dan pamit kepada mereka berlima. Mereka pun terlihat sedih saat aku pergi, sepertinya rencana main ke rumah Revan akan dibatalkan. Aku mampir ke meja petugas untuk meminjam novel yang tadi kubaca. Mereka berdua masih beragumen tentang rumah itu, sementara yang lainnya mendiskusikan haruskah mereka pergi atau tidak. Aku terus mengamati mereka dari meja petugas. They are so cute, I really like them. Aku pun bergegas keluar dan menghampiri kakak.

"Ada apa denganmu hari ini. Sepertinya terlihat sangat senang." Tanya kakak yang melihat senyuman di wajahku.

"Aku mempunyai teman baru!" Sahutku bangga.

"See, having friend is not bad as you though." Kata kakak sambil mengelus kepalaku. Aku mengangguk gembira. Aku harus memberi tahu papa dan mama soal ini!

"Kakak.... Sebenarnya mereka mengajaku main ke rumah Revan sekarang apa boleh aku pergi?" Tanyaku saat mengingat percakapan terakhir di perpustakaan.

"Tidak boleh. Aku masih tidak percaya kepada mereka, apalagi mereka semua cowok!" Sahut kakak bertindak protektif.

"Teman baruku perempuan kok! Jadi tidak semuanya cowok. Ya kak.. Ya... Please!" Bujukku. Aku sangat penasaran bagaimana rumah Revan dan aku sangat bersemangat karena hari ini pertama kalinya aku main ke rumah teman.

"Baiklah, tapi jangan pulang terlalu malam! Kakak akan menjemputmu jam 5 sore. Panggil Revan, kakak mau bicara kepadanya." Jawabnya. Oh My Ghost! Its really happening! I'm so exited. Aku pun memeluk kakak senang sambil mencium pipinya beberapa kali.

"Menjijikan! Cepat sana panggil Revan sebelum aku berubah pikiran." Seru kakak sambil mengelap pipinya. Aku pun berlari secepat kilat untuk sampai ke perpus dan menghampiri meja mereka. Mereka terlihat kebingungan melihatku.

"Katanya mau pulang?" Sahut Tio.

"Kenapa ke sini lagi?" Tanya Alex dengan nada juteknya.

"Hah..Hah.. Apakah.. Kalian jadi main ke rumah Revan hari ini?" Tanyaku sambil mengatur nafasku.

"Kan dibatalkan karena kamu tidak ikut." Sahut Kyla.

"Kalau aku bilang bisa bagaimana?" Tanyaku. Mata mereka pun bersinar bahagia saat menatapku.

"Kau bisa?!" Sahut Revan hampir teriak.

"Tentu saja. Tapi kau dengan teman-temanmu harus keluar untuk meminta ijin kakakku. Kecuali Kyla, dia memperbolehkanku denganmu." Kataku sambil menunjuk Kyla.

"Baiklah, sepertinya kita harus meyakinkan kakaknya. Sepertinya itu tidak akan mudah." Sahut Aldo

"Apa kakakmu menakutkan?" Tanya Tio yang sepertinya takut berhadapan dengan kakakku.

"Sangat! Kau jangan pernah berani menatap matanya, dia akan membunuhmu kalau kau salah membuatnya tidak senang!" Sahutku jahil. Tio pun merinding mendengar perkataanku.

"Aku tidak mau berurusan dengan kakakmu.." Sahut Tio ketakutan sambil bersembunyi di belakang Aldo.

"Hahaha..Hahah....Tenang saja dia baik kok." Aku pun tertawa puas. Setidaknya aku berhasil dengan candaanku barusan.

"Kau membuatku takut." Gerutu Tio.

"Dia benar-benar baik. Hanya saja dia sedikit protekif terhadapku." 'Semua karena kejadian itu.' Kataku dalam hati.

"Ayolah kita harus bergegas. Semakin cepat kita pergi, semakin banyak waktu yang akan kita habiskan." Kyla mengingatkan.

"O iya, kakak bilang aku akan dijemput jam lima sore jadi sebaiknya kita bergegas." Seruku. Mereka pun segera membereskan barang-barangnya, dan kita berlari ke parkiran, yang jaraknya lumayan jauh dari perpustakaan. Kyla menghentikanku secara mendadak.

"Hei, kau melihat cowok itu? Dia tampan sekali." Bisik Kyla sambil menunjuk ke arah kakak. Aku pun terkikik kecil mendengarnya. Kyla benar-benar hebat dapat melihat orang dalam jarak yang sangat jauh.

"Iya dia memang sangat tampan bukan? Namun aku sudah lelah terus menerus meihat wajahnya." Kataku sambil terkikik. Kyla pun memandangku secara bingung.

"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Alex penasaran karena kita berhenti berlari.

"Kau lihat pria itu? Dia sangat tampan bukan, dia seperti seorang model." Sahut Kyla bersemangat.

"Tampan? Dia terlihat sudah tua! Aku lebih baik dari dirinya! Lihat baik-baik, kau pasti akan menyadarinya." Sahutnya sambil menutupi pandangan Kyla dari kakakku.

"Awas, kau menghalangi pemandangan yang indah dengan tubuhmu yang jelek itu!" Protes Kyla. Aku pun meninggalkan mereka yang sedang berdebat dan berjalan menyusul Revan.

"Hei kalian berdua ayo cepat!" Sahut Revan saat menyadari mereka berdua sedang berdebat. Kyla pun berlari ke arah kami disusul oleh Alex.

"Jadi di mana kakakmu?" Tanya Revan saat kami sudah berada di parkiran.

"Kakak!" Seruku memanggilnya. Dia pun menoleh ke arahku dan berjalan dengan cepat ke arah kami.

"Jadi yang mana yang bernama Revan!" Seru kakak tegas. Great, he scared my friends!

"Bisa tidak, kakak tidak semenyeramkan itu!" Kataku sambil memukulnya.

"Saya Revan." Katanya dengan sangat sopan. Dia terlihat aneh saat bertingkah sesopan itu.

"Baiklah, aku perlu berbicara denganmu." Kata kakak dengan nada dingin. Setelah itu mereka berdua melangkah ke tempat yang cukup jauh, sehingga aku tidak dapat mendengar percakapan mereka.

"Gila..! Tadi sangat menakutkan!" Seru Tio. Aldo pun mengangguk-anggukan kepalanya menyetujui omongan Tio.

"Aku tidak pernah sependapat dengan orang ini, tapi kali ini dia benar!" Sahut Alex sambil menyilangkan ke dua tangannya di dadanya.

"Kakakku tidak separah itu. Dia...Dia hanya...." Kata-kataku terputus karena tidak tahu lagi harus berkata apa. Aku ingin membelanya hanya saja tidak ada satu kata pun yang terlintas di benakku. Salahnya sendiri yang memberikan kesan pertama yang buruk kepada teman-temanku.

"Ayolah! Sangat wajar bagi seorang kakak bertindak seperti itu! Dia hanya peduli dengan Andrea, itu saja." Sahut Kyla membantuku.

'Thanks you saved me!' Bisikku kepada Kyla. Dia pun tersenyum membalasku dan kembali berbisik kepadaku.

'Kau berhutang padaku untuk hal itu.' Katanya sambil mengedipkan sebelah matanya kepadaku. Mengapa semua orang senang sekali membuatku berhutang. Aku hanya tersenyum kecut kepadanya.

"Ya kalian benar. Aku mempunyai seorang adik perempuan, dan sepertinya aku mengerti tindakan kakakmu." Sahut Aldo.

"Tapi tetap saja yang tadi mengerikan." Kata Tio keras kepala.

"Percayalah, saat kalian dekat dengannya, kalian akan melihat sosok yang berbeda dari yang kalian lihat sekarang." Sahutku dan mengingat kenangan kakak saat bermain dengan Rafa.

Akhirnya mereka selesai berbicara, namun kali ini Revan datang dan memanggil teman-temannya untuk berbicara dengan kakak, meninggalkan aku dan Kyla yang kebingungan. Kita pun melihat kepergian mereka dan gerak-gerik mereka saat membiacarakan sesatu yang sepertinya sangat serius, membuat diriku sangat penasaran mengenai apa yang mereka bahas. Kyla sepertinya tidak tertarik lagi dengan mengamati mereka dan dia mendekat kepadaku dan membisikan sesuatu.

'Kau harus membayar hutangmu.' Kyla mengingatkan.

"Kau bahkan belum menyebutkan bagaimana caraku membalasnya." Seruku sambil menaikan satu alisku.

"Ya kau benar." Jawabnya terkekeh

"Kau hanya harus mendekatkanku dengan kakakmu." Katanya sambil menyunggingkan sudut bibirnya.

"Hmm.. Baiklah itu mudah. Serahkan saja padaku." Jawabku sambil memikirkan beberapa cara untuk membuat kakakku dekat dengan temanku. Namun tidak hanya Kyla yang kumaksud melainkan semua temanku termasuk keempat cowok itu.

Mereka pun kembali tanpa berkata apa-apa dan langsung mengajak kami pergi ke rumah Revan dengan menaiki bus. Saat kami keluar dari parkiran sekolah dan menuju halte bus yang tepat berada di seberang sekolah kami, bus langsung datang beberapa menit setelah kami menunggu. Revan dan teman-temannya langsung menempati kursi belakang yang kosong, diikuti oleh aku dan Kyla yang mengekori mereka seperti anak ayam. Beruntung aku duduk paling pojok kanan dekat dengan jendela sehingga aku dapat memandangi pemandangan dengan bebas. Bus yang kami tumpangi cukup sepi kali ini.

Selama di perjalanan aku mencoba mengetahui apa saja yang mereka bicarakan dengan kakakku, namun semua sia-sia karena mereka menutup mulutnya rapat-rapat mengenai masalah itu. Bahkan Tio sekali pun sanggup dibungkamkan oleh kakakku. Setiap kali aku dan Kyla bertanya mereka selalu mengalihkan pembicaraan terus-menerus. Lelah dengan semua itu, aku pun menatap ke arah jendela dan menikmati sisa perjalanan yang ada.

Tak terasa kami sudah sampai di halte dekat rumah Revan. Kita turun secara bergantian sambil membayar ongkos perjalanan kami. Saat kami turun aku tidak bisa berhenti tersenyum bahagia. Aku sangat-sangat penasaran seperti apa rumah Revan itu. Kami pun berjalan sebentar di sisi jalan raya yang penuh dengan kemacetan. Revan menuntun kami memasuki sebuah gedung besar dan langsung beranjak masuk lift. Ternyata Revan tinggal di sebuah apatermen.

Kami pun berhenti di lantai enam dan mengikuti Revan menyusuri lorong-lorong apatermen, dan sampai pada apatermennya. Aptermennya berada tiga blok dari apatermen terakhir di ujung lorong. Kami pun masuk dan aku dapat melihat sebuah ruangan besar yang sangat rapih. Saat masuk kalian akan langsung di sambut dengan jendela besar yang menjadi dinding di ujung ruangan, kalian bisa melihat pemandangan kota yang sangat keren. Ruang tamu yang langsung dijadikan ruangan keluarga berada dekat dengan pintu masuk. Sementara di samping kanannya kalian akan melihat dapur kecil yang terlihat sangat nyaman untuk memasak dengan warna dinding dan furniture yang berwarna putih bersih. Dalam apatermen ini terdapat dua kamar yang berada di sebuah lorong kecil yang berada di sebelah dapur, pintu kedua kamar saling berhadapan. Sebelum melihat lorong itu kalian akan meliat sebuah rak yang menyekat lorong itu dengan dapur, rak tersebut berisi berbegai macam hiasan dan pot-pot tumbuhan yang berukuran kecill. Dapur dan ruang keluarga dipisahkan dengan meja makan yang menyatu dengan tembok dan sangat panjang. Apatermennya di dominasi warna monochrome, perpaduan warna abu-abu, hitam, dan putih yang sangat keren dengan furniture yang melengkapinya.

Aku dan Kyla terkagum-kagum dengan semua ini, terutama dengan jendela besar yang menjadi dinding. Semuanya terlihat sangat keren. Aku dan Kyla sampai membuka mulut kami lebar-lebar dan melotot melihat apatermen yang begitu keren.

"Jangan bengong begitu! Muka kalian sangat jelek!" Sahut Alex sambil mengelap muka Kyla dengan tangannya.

"Hei!" Teriak Kyla protes setelah sadar dari kekagumannya. Para lelaki pun tertawa melihat reaksi kami.

"Hei, kalian seharusnya tidak tertawa meliat ekspresi mereka. Mengingat ekpresi sama yang kalian tunjukan saat pertama kali datang ke apatermenku." Kata Revan sambil terekeh.

"Iya-iya apatermenmu memang sangat bagus Rev." Sahut Tio.

"Di mana kedua orang tuamu?" Tanyaku yang tidak melihat tanda-tanda kehidupan selain kami.

"Aku tinggal sendiri. Kedua orang tuaku berada di Jerman karena pekerjaan ayahku. Dia seorang engineering dan saat ini dia sedang ditugaskan oleh perusaahaanya untuk menangani perusahaan mereka yang berada di Jerman." Jelasnya.

"Kenapa kau tidak ikut ke Jerman?" Tanyaku bingung.

"Hmm... Entahlah, aku lebih suka di Indonesia. Jadi aku memutuskan untuk tinggal di tanah kelahiran ibuku." Aku dan Kyla hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar penjelasan Revan.

"Jadi apa yang kita lakukan sekarang?" Tanya Aldo.

"Bagaimana kalau kita menonton film. Kau punya kaset marvel tidak? Hari ini aku sedang mood untuk menonton film action." Sahut Tio.

"Sepertinya ada, cari saja di rak yang berada di bawah televisi!" Teriak Revan yang sedang bejalan ke kamarnya.

Aku dan yang lainnya duduk di sofa, sambil menunggu Alex dan Tio memilih film untuk di tonton. Mereka sempat berdebat beberapa kali tentang film mana yang lebih bagus, DC atau Marvel. Karena lelah mendengar perdebatan mereka yang tak pernah selesai, Aldo akhirnya mengambil tindakan dengan mengambil kaset Suicide Squad dan memberikannya kepada Alex untuk disetel. Tio sempat ingin memprotes namun Aldo menatap garang dirinya sehingga ia tidak berani untuk memberikan komentar. Tak lama Revan keluar dari kamarnya dengan menggunakan T-shirt dan celana pendek yang terlihat sangat nyaman. Sementara aku harus kepanasan dengan seragam ini.

"Kalian jadinya nonton apa?" Tanyanya melihat semua orang sudah duduk di sofa kecuali Alex yang bertugas menyetel dvd.

"Suicide Squad. Bagaimana dengan cemilannya?" Tanya Aldo.

"Pilihan film yang bagus, aku belum menonton film itu. Aku ada beberapa popcorn mentah dan bahan-bahan membuat sandwich. Beruntungnya kalian karena aku baru saja membeli sebotol cola." Jawabnya.

"Lalu, kau akan memasaknya kan?" Tanya Tio.

"Tidak, aku tidak mau melakukannya. Kau tahukan aku tidak bisa memasak, hanya Alex yang jago memasak. Oleh karena itu kita bisa memanfaatkan para ladies yang ada di sini. Benarkan?" Tanyanya sambil mengedipkan sebelah matanya kepada aku dan Kyla.

"Baiklah, tapi aku tidak bisa memasak! Bagaimana denganmu? Bisa memasak?" Tanya Kyla kepadaku setelah mengakui ketidakmampuannya.

"Aku tidak yakin dengan kemampuanku akan memuaskan kalian. Namun aku cukup sering memasak." Kataku mengakui sambil tersenyum kecil.

"Masa perempuan tidak bisa memasak sama sekali! Jangan membuat alasan Kila. Ayo sana masak, kami sudah lapar." Gerutu Alex.

"Hmm... Baiklah, kalau tidak enak jangan salahkan kami!" Seru Kyla sambil menarik tanganku menuju dapur.

Kami pun memasuki area dapur dengan lantai yang lebih tinggi di bandingkan lantai ruang keluarga. Aku mulai mengeluarkan bahan-bahan untuk membuat sandwich sementara Kyla mulai mengeluarkan bungkusan popcorn yang masih mentah. Aku mulai menggoreng telur untuk di jadikan isi sandwich, sambil menunggu aku mengeluarkan beberapa roti dan memotongnya menjadi empat bagian. Setelah selesai dengan roti, aku kembali ke telur dan mengangkatnya karena telur itu sudah matang. Aku mengeluarkan tomat untuk memotong-motongnya. Aku mencari talenan sebagai alas untuk memotong tomat, namun tidak menemukannya. Dengan terpaksa aku mencoba membelah dua tomat yang berada di tangan kiri dengan menggunakan pisau. Sialnya tanpa kusadari pisau itu mengenai jari manisku, dengan refleks aku menjatuhkan barang yang ada di tanganku dan mengemut jariku. Pisau pun jatuh ke lantai dengan bunyi yang cukup keras membuat teman-teman yang lain melihat ke arahku. Kyla pun dengan sigap mencoba mengobatiku. Saat mengeluarkan jari manisku dari mulut, darah langsung bercucuran dengan deras kemana-mana.

"Revan! Kau mempunyai kotak P3K?" Tanya Kyla panik. Revan pun bergegas pergi untuk mencarinya.

"Hei, sudah tidak apa-apa. Tidak seburuk itu kok." Kataku tidak mau merepotkan mereka.

"Apanya yang tidak apa-apa! Darah dengan deras bercucuran!" Seru Kyla cemas.

"Hei kau tidak apa-apa?" Sahut Tio, Alex, dan Aldo yang hampir berkata secara bersama-sama. Revan pun kembali dengan terburu-buru dan langsung menarikku untuk duduk di kursi meja makan dan mengobati lukaku dengan sigap.

"Kau! Kenapa bisa kau seceroboh itu!" Sentak Revan di hadapanku. Melihatnya yang marah aku menjadi takut.

"A..A..Aku.." Kataku tergagap-gagap karena takut. Dia pun menghela nafas menyesal karena mengingat intonasi yang dia berikan kepadaku.

"....Maafkan aku.... Aku tidak seharusnya berteriak seperti itu di hadapanmu. Tapi tetap saja kau membuatku panik dan khawatir." Serunya sambil mengelus-elus tanganku yang sudah selesai diobatinya.

"Revan aku baik-baik saja, ini hanya luka kecil. Oke..." Kataku dengan lembut.

'Jangan membuatku khawatir seperti itu lagi.' Bisiknya kepadaku. Wajahnya sangat dekat denganku, sampai-sampai aku bisa merasakan nafas mintnya yang berhembus di telingaku. Aku menjawabnya dengan senyum manis dan dia mengelus kepalaku.

"Sudahlah kau kembali saja ke sofa biar aku yang menyelesaikan sandwicnya." Suruhnya.

"Ta..Tapi.. Aku harus bertanggung jawab menuntaskannya! Lagiankan kau tidak bisa memasak!" Protesku. Revan pun menggeleng-gelengkan kepala menandakan ketidak setujuannya.

"Aku tidak akan membiarkanmu memegang pisau lagi. Lagian kau sudah hampir menyelesaikannya, aku hanya perlu memasukan beberapa sayuran saja kan." Serunya keras kepala.

"Tapi aku janji kali ini akan berhati-hati..." Pintaku. Dia kembali mengegeleng-gelengkan kepalanya dan memulai mengerjakan membuat sandwicnya. Sementara aku hanya bisa diam melihatnya dari seberang meja makan.

Tidak beberapa lama setelah insiden yang menimpaku, Kyla pun berteriak karena melihat popcornnya yang gosong. Teman-teman cowok yang lain datang dengan panik karena mengira sesuatu terjadi.

"Kau tidak apa-apa Kyla?" " Apa yang terjadi?" Tanya Aldo khawatir dan Tio secara bergantian. Sementara Alex langsung menghampiri Kyla untuk memeriksa keadaannya.

"Haahahhah... Kau berteriak karena popcorn yang gosong! Kau memang tidak berbakat dalam memasak." Seru Alex jahil sambil mengusap-usap kepala Kyla. Teman yang lainnya mendengus kesal dan kembali ke sofa mereka yang nyaman.

"Kan sudah kuperingatkan bahwa aku tidak pandai memasak." Protes Kyla.

"Hahahahah.. Biar aku yang mengambil alih tugasmu." Sahutnya sambil meneruskan pekerjaan Kyla. Kyla pun menyerah dan duduk di sampingku. Kami pun memandangi pemandangan indah ini. Kedua orang tampan yang sedang memasak memang pemandangan yang indah.

'Mereka terlihat keren....' Bisik Kyla sambil menatap Alex. Sepertinya aku mengetahui bahwa Kyla menyukai Alex. Aku mengangguk menyetujui omongannya dan kembali melihat kedua koki yang tampan. Mereka pun selesai beberapa saat kemudian sambil meletakan hasil mereka di meja makan dan duduk di seberang kami.

"Kalian perempuan tapi tidak mempunyai keahlian memasak." Seru Alex jahil.

"Hei tidak semua perempuan bisa memasak dan tidak ada peraturan yang mewajibkan seluruh wanita harus bisa memasak." Bela Kyla.

"Kyla benar. Lagian aku bukan tidak bisa memasak, hanya saja kali ini aku terlalu ceroboh dengan pisau itu. Kalau memang semua cowok sehebat dirimu dalam memasak, itu berarti cewek tidak perlu memasak kan? Iyakan Kyla?" Sahutku.

"Kau benar!" Sahut Kyla senang. Kedua cowok itu hanya tertawa menanggapi kami.

Kami pun beranjak menuju sofa, aku dan Kyla mendahului kedua cowok itu karena mereka merapikan makanan untuk di sajikan. Aku dan Kyla duduk diantara Tio dan Aldo, Revan datang lebih cepat dari pada Alex dan ia duduk di sebelahku. Alex datang setelah memberikan bumbu pada popcorn dan menyetel dvd lalu duduk di tengah-tengah aku dan Kyla. Cowok ini menyebalkan karena membatasiku dengan teman baruku! Film pun di mulai, saat melihat Hanley Queen aku langsung menyukai karakter itu dan beberapa kali aku berdebat dengan Revan yang tidak menyukai karakter Harley. Selama film berlangsung kami berdebat mengenai siapa penjahat terkeren di antara mereka semua, sementara Kyla mendukung anggota militer yang memimpin mereka. Aku bahkan tidak dapat mengingat namanya. Kyla terus saja mengatakan bahwa ia sangat tampan sementara Alex terus saja membantahnya dan menjelek-jelekkannya. Mataku mulai lelah menonton, mungkin karena tadi malam aku begadang untuk membaca beberapa chapter novel yang baru saja aku beli. Tak terasa aku sudah memasuki dunia mimpi. Tidurku kali ini cukup nyenyak namun aku terbangun oleh kebisingan dan tubuhku yang digoyang-goyangkan. Aku masih menutup mataku dan mendengar suara Alex dan Revan yang sepertinya sedang berdebat namun mereka berbisik, sepertinya takut untuk membangunkanku.

"Hei! Biarkan dia tidur dengan nyenyak! Ada apa denganmu?" Sahut Alex berbisik, dan sepertinya dia menarik tubuhku pelan ke arahnya.

"Lebih baik dia tidur di pundakku!" Bisik Revan dengan intonasi yang menekan dan menyenderkanku di bahunya.

"Ayolah guys, kalian akan membangunkannya!" Protes Kyla.

"Mereka sangat kekanak-kanakan sekali. Ya kan Do?" Seru Tio sambil tertawa.

"Hei Alex, biarkan Andrea tidur di pundak Revan, dari pada kamu menimbulkan masalah baru!" Seru Aldo.

"Masalah? Masalah apa?" Tanya Alex bingung. Aldo pun menghela nafas mendengar perkataan Alex.

"Kamu akan membuat dua orang menjadi jelous!" Tepat pada saat Aldo bilang begitu, aku mengerjap-ngerjapkan mataku, mencoba untuk bangun setelah sadar sepenuhnya dari tidur.

"Kalian berisik sekali. Tidak bisa membiarkan aku tidur nyenyak?" Gerutuku.

"Lihat kau membuatnya bangun!" Seru Revan kesal.

"Itu bukan salahku! Kau yang mengganggunya saat dia tidur di pundakku." Sahut Alex membela diri. Ooouu.. No..!! Aku tidur di pundak Alex!? Kyla i'm so sorry. Aku pun langsung berjalan ke arah Kyla dan membisikan permintaan maafku kepadanya.

"Kenapa kau meminta maaf?" Tanya Kyla bingung. 'I'm not blind! I can see you like him, right?' Bisiku, dan muka Kyla pun memerah mendengar perkataanku. She's so cute~

"Apa yang kalian bicarakan? Ada apa dengan reaksinya?" Tanya Alex sambil menunjuk ke arah Kyla, dan dia berhasil membuat muka Kyla semerah tomat.

"Nothing! Its girl secret." Seruku sambil tersenyum melihat Alex dan Kyla secara bergantian. Tenang Kyla, sebagai sahabatmu aku akan menjadi cupid mu. Serahkan semuanya ke padaku, seruku dalam hati berjanji kepadanya. Kami pun kembali serius menatap film yang setengah jam lagi akan berakhir.