webnovel

Thumb-Fiona

Dititipi bola kristal yang isinya setan, Alisa juga awalnya sangat gelisah. Bahkan pada malam pertama setelah kejadian itu saja dia sampai minta Mary dan Arin untuk menemaninya karena dia takut ditinggal sendiri dengan Fiona. Tidak seperti mereka bisa tidur dengan tenang juga meninggalkan Alisa sendiri hari itu.

Tapi setelah hari pertama tidak terjadi apa-apa, perasaan lain yang mulai dirasakan Alisa adalah penasaran.

Tentang bagaimana Rei bisa membuat atau mendapatkan bola ini, bagaimana cara kerjanya sampai bisa mengurung Fiona di dalamnya, sampai seberapa ampuhnya 70 persen yang dikatakan Rei. Pokoknya ini sampai itu!

Dan salah satu yang paling mengganggunya adalah perkataan Rei saat dia menyerahkan bola itu. "Fiona banyak bicara, jadi hati-hati saja supaya tidak termakan rayuannya." Begitu katanya.

Tapi faktanya, jangankan bicara, sosok Fiona saja sama sekali tidak kelihatan di bola itu. Yang ada cuma hitam dan hitam.

Makanya setelah hari kedua, Alisa justru malah jadi mulai khawatir kalau Fiona masih baik-baik saja atau tidak. Apakah orangnya pingsan atau sadar? Bisa makan tidak? Pokoknya ini-itu!

Dan karena Alisa tidak tahu bagaimana cara menghubungi Rei, dia bahkan sempat berpikir untuk menelepon Hana supaya dia bisa tanya Rei tentang cara memastikan keadaan Fiona. Tapi karena tidak mau membebani Hana yang kemungkinan masih sibuk dan stres, Alisa pun memutuskan untuk mencari caranya sendiri.

"Kak Fiona… Kak Fiona?" Dan untuk satu jam lebih, Alisa pun mencoba untuk memanggil-manggilnya. Meski untungnya itu tidak berhasil.

Apa harus pakai sihir? Apa harus direbus dulu? Apa cuma bisa terlihat kalau di ruangan gelap? Alisa juga sudah memikirkan semua cara itu. Tapi karena agak khawatir memastikannya, ujung-ujungnya dia cuma bisa memandangi bola itu lagi.

Sampai akhirnya ada satu saat di mana bola itu terkena basahan embun yang merembes dari es jeruk yang dia taruh di meja belajarnya. Dan seakan khawatir kalau rembesan air itu akan membanjiri Fiona, Alisa pun langsung mengelapi bola kaca itu.

Dan jeng-jeng, akhirnya terlihat lah sosok Fiona yang sedang handstand di sana. "Akhirnya!" Seru setan kecil itu.

Padahal sosoknya kecil seperti peri, tapi suaranya terdengar lumayan jelas seakan bola itu punya fungsi speaker atau semacamnya. "Aku tidak percaya kau butuh tiga hari!" Keluh Fiona.

Agak deg-degan dan takut, Alisa juga awalnya tidak langsung bicara dengan Fiona. Tapi karena Fiona mengoceh terus, sedikit-sedikit Alisa pun suka menyahut. Sampai akhirnya dia juga mulai memberanikan dirinya untuk bertanya ini-itu.

Tentang alasan Fiona yang tiba-tiba melemparnya dari lantai 5, atau tentang bagaimana keadaannya setelah tidak makan 3 hari di bola kaca itu, misalnya. Dan hebatnya, setiap Fiona menjawab semua rasa penasarannya, entah kenapa Alisa jadi semakin tertarik mendengarkannya bicara.

Yah, tentang Fiona yang ternyata selama ini sudah kesal setiap melihat senyum Alisa dan hari itu akhirnya 'meledak' memang tidak begitu menyenangkan didengar. Tapi ceritanya yang lain sebenarnya lumayan asik untuk menemaninya makan malam.

Mulai dari Fiona yang katanya tidak begitu merasakan lapar dan kantuk selama dikurung di bola itu, sampai cerita tentang Hana yang sebenarnya sama sekali tidak sadar kalau Fiona menculiknya hari minggu kemarin.

Sehingga dalam waktu semalam, Alisa pun mulai lupa tentang kejahatan yang dilakukan Fiona dua hari berturut itu. Bahkan meski anak-anak lain di sekitarnya jadi suka membicarakannya, dia juga sudah tidak terpikir untuk menyalahkan Fiona.

"...Dasar anak aneh!" Umpat Hazel akhirnya.

Fakta bahwa dia malah bawa-bawa Fiona seperti itu saja sudah jelas aneh. Tapi melihatnya bicara dengan Fiona seakan dia peri ramah yang tidak punya tanduk iblis membuat Hazel sama sekali tidak mau mengasihaninya.

"Aku tahu kan? Dia memang aneh." Celetuk Fiona malah ikutan.

Hazel sempat melirik Fiona tidak senang, tapi pada akhirnya dia cuma mengangkat bahunya. "Ya kalau begitu kalian lanjutkan saja ngobrolnya berdua."

"Eh? Kak Hazel mau pergi?" Tanya Alisa saat melihat Hazel malah berdiri dari bangku.

"Yaa, soalnya ada rapat bulanan hari ini." Jawab Hazel. Tapi karena Alisa malah diam memandanginya, Hazel pun mulai merasa agak tersinggung. "Apa? Kau lupa kalau Aku masih ketua di sini?"

"Eh? Bu-Bukan! Sama sekali bukan itu." Balas Alisa cepat-cepat, meski dia malah kelihatan agak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. "Itu, mm, kalau kakak mau ke gedung Osis, Aku boleh ikut tidak—"

"Tidak." Potong Hazel langsung.

"Kenapa?!"

Tidak percaya masih ditanya balik, Hazel pun menyilangkan tangannya dan pura-pura berpikir. "Coba kupikir dulu… Mm, mungkin karena kau tidak boleh bawa bola kaca yang isinya buronan paling dicari ke gedung Osis?" Katanya, meski dia juga langsung melirik hati-hati ke arah si bola yang disebut. "No offense." Tambahnya.

Dan untungnya Fiona juga cuma tertawa mendengarnya. "Wah, Aku lupa kau pandai akting." Balasnya, entah memuji atau bukan.

"Ta-Tapi kalau diusap lagi bolanya akan jadi gelap kok." Kata Alisa lagi. "Suara kak Fiona juga tidak akan kedengaran."

Melihat anaknya keras kepala, Hazel pun mulai mengerucutkan bibirnya pahit. "Lagian kenapa juga kau mau ke gedung Osis? Kalau cuma mau lihat mesin es krim minion-nya, nanti kubawakan sebaskom."

"Ada mesin es krim?—Eh, bukan itu! Aku cuma…" Tapi lagi-lagi Alisa kelihatan tidak yakin mau mengatakannya. Atau lebih tepatnya, dia kelihatan agak malu. "Itu, habisnya, sudah lama Aku tidak lihat kak Hana, jadi Aku ingin tahu apa kak Hana baik-baik saja…"

Fiona kedengaran tertawa pelan mendengar itu, tapi Hazel—walaupun juga bingung—sebenarnya agak memahami itu.

Habisnya beberapa hari yang lalu dia juga sempat melihat Hana jongkok sendirian di samping tempat sampah yang ada di asrama--entah menangis atau apa--tapi pokoknya Hazel juga agak kasihan melihatnya.

Sejujurnya punya teman yang gila seperti Fiona dan tidak pedulian seperti Rei… Bahkan tanpa kejadian kemarin pun, Hana sebenarnya sudah dapat dosis stres yang banyak setiap harinya. Memikirkan itu, Hazel pun jadi tidak bisa membantah anak di depannya lagi.

"Tapi kalau ada yang lihat itu…" Balasnya lagi sambil melirik ke arah Fiona. "Kak Rei tidak hanya akan menguburmu tapi Aku juga. Dan mungkin semua orang yang terlanjur melihatnya juga."

"...Kalau begitu apa harus kutinggalkan di sini saja?" Usul Alisa, yang justru malah membuat Hazel paham betapa menggelisahkannya meninggalkan bola kaca jin itu tanpa pengawasan.

"Hm…" Jadi dia pun mencari jalan lain. "Mm, tidak. Setelah kupikir, sebaiknya memang bawa saja." Katanya yang kemudian mengambil bola itu.

Dia kelihatan enggan saat melihat melihat Thumb-Fiona tersenyum jahil ke arahnya, tapi Hazel tetap saja mengusap bolanya sampai akhirnya sosok Fiona menghilang untuk sementara. Lalu dia kembali memberikannya pada Alisa dan menyuruhnya untuk memasukkannya ke dalam tas.

"Be-Benarkah?" Tanya Alisa yang tidak yakin. "Tidak apa kalau Aku membawanya?"

"Toh kau tidak akan bisa bertemu langsung dengan kak Hana karena dia juga akan ikut rapat." Balas Hazel. "Jadi kalau kau memang akan menunggu, sekalian saja tunggu di tempat yang paling aman di gedung Osis."

"Di mana?"

"Di rumahnya orang paling baik sedunia."