webnovel

Selamat Datang Di Aviara (3)

Tapi seberapapun bertuahnya sekolah ini, para murid baru juga tidak langsung bisa menggunakan sihir. Makanya selama 3-4 hari pertama, semua orang tadinya hanya menjalani kegiatan sekolah dengan normal. Kenalan dengan teman lain, kenalan dengan guru, dan mungkin ditambah acara gosip yang heboh juga. Tapi tetap saja masih normal. Baru akhirnya setelah itu, satu persatu tubuh mereka pun mulai tercemar oleh energi sihir yang katanya bertuah itu.

Itulah kenapa satu minggu setelah acara inisiasi, event pertama yang diadakan Osis untuk para murid baru adalah sensus kemampuan sihir. Yang sesuai namanya merupakan pemeriksaan kemampuan sihir setiap murid.

Ini… Alisa juga sudah memikirkannya dengan serius, tapi sepertinya dia tidak bisa bilang kalau dia adalah orang yang sudah bisa menggunakan sihir sejak umurnya 2 tahun—karena kebanyakan teman seangkatannya kelihatannya tidak begitu, tidak tahu juga sih. Tapi karena ada gosip kalau orang yang tidak punya sihir cenderung diganggu murid lain, jadi mungkin lebih baik kalau dia tetap mengaku bisa menggunakan beberapa sihir.

Sehingga pertanyaan yang tersisa adalah sihir yang mana yang harus dia akui?

"Apa kau tahu? Katanya rekor paling banyak itu ada yang bisa menggunakan 19 macam sihir." Kata Mary. "Walaupun kebanyakan murid biasanya hanya menguasai 1 sampai 5 macam sihir."

"Sembilan belas…?" Sahut Alisa agak termenung sembari mulai menghitung dalam hati jumlah sihir yang aslinya bisa dia gunakan. 'Sihirku lebih sedikit!' Pikirnya kaget. Walaupun kalau aslinya kemampuan penyihir biasanya tidak ditentukan dari jumlah sihir, tetap saja itu agak mengejutkan. "Sembilan belas itu… berarti termasuk alpha ya?" Tambahnya kemudian.

Walaupun bukan klasifikasi resmi, Alisa juga tahu kalau di Aviara ada penggolongan tingkat kemampuan sihir untuk setiap orang. Mulai dari omega untuk golongan orang yang bisa menggunakan 1 sampai 5 macam sihir. Lalu beta untuk 6 sampai 11 macam, sampai akhirnya alpha untuk orang yang bisa menggunakan lebih dari 11 macam sihir.

Dan Alisa sebenarnya juga agak terkejut dengan penggolongan ini, karena itu memang sebutan yang juga digunakan penyihir betulan. Hanya saja kalau aslinya, sebenarnya masih ada satu tingkat lagi di atas alpha. Dan daripada menggolongkan jumlah sihir seperti itu, aslinya itu lebih ditentukan dari kecakapan penyihirnya sendiri. Jadi walaupun ada 2 penyihir yang sama-sama bisa menggunakan 2 macam sihir, tingkatan mereka bisa saja berbeda.

"Yah, walaupun biasanya hanya anggota Vip yang bisa menggunakan sihir sebanyak itu." Sahut Mary sambil meneguk jusnya.

"Anggota Vip…" Ulangnya. Bahkan Alisa yang jarang mengobrol dengan orang selain Mary juga sudah dengar tentang mereka. Anggota Vip, yang katanya merupakan kelompok khusus ketua Osis. Gosipnya bilang kalau mereka lumayan galak. Tapi kalau membayangkan kakak kelas cantik yang waktu itu bicara di inisiasi, rasanya itu kedengaran bohong.

Dan mengenai sensus pemeriksaan kemampuan sihirnya, sebenarnya itu juga tidak seformal kedengarannya. Kurang lebih hanya seperti pemeriksaan kesehatan biasa, yang kemudian ditambah interview khusus. "Bisa sihir berapa? Apa saja?" Kira-kira begitu pertanyaan standar yang ditanyakan.

Yah, masuk akal. Alisa saja tidak bisa membedakan apakah ada penyihir betulan di sekolah ini atau tidak. Jadi secara spesifik memeriksa kemampuan sihir semua orang juga tidak mungkin. Walaupun kalau tidak ada alasan khusus sepertinya, kelihatannya tidak ada murid yang akan menyembunyikan kemampuan sihir mereka.

"A-Aku…" Sembari menghindari tatapan laki-laki di depannya, Alisa terdiam sejenak untuk meyakinkan dirinya dulu. Tapi akhirnya dia tetap menjawab sesuai yang sudah dia rencanakan. "Bi-Bisa telekinesis." Jawabnya super grogi. Soalnya walaupun tidak masuk bohong, entah kenapa Alisa tetap takut ketahuan.

Dan alasan dia memilih sihir itu juga karena itu adalah sihir yang paling umum dan praktikal untuk digunakan. Jadi harusnya itu yang paling aman. Lagipula dia juga tidak berpikir akan memerlukan sihirnya yang lain. Mungkin kecuali ada yang berusaha membunuhnya, tapi itu kan tidak mungkin akan terjadi.

"Oke. Kalau begitu coba gerakkan ini." Kata kakak kelas itu sambil menaruh satu kaleng minuman kosong ke depan Alisa. Tapi setelah Alisa menggerakkannya sedikit, dia kemudian memintanya untuk membuatnya melayang juga. Dan setelah dituruti lagi, kali ini Alisa disuruh untuk menggerakkan tiga kaleng yang sama sampai meremukkannya sedemikian rupa.

'Kakaknya teliti sekali…' Pikir Alisa sejenak sambil curi-curi pandang ke arah laki-laki yang sedang sibuk mencoret-coret catatan di depannya, Loki. Kakak kelas yang memeriksanya ini memang tidak murah senyum. Tapi karena ketelitiannya, bukan cuma deg-degan, Alisa juga jadi mulai gelisah setengah mati.

'Bukan hanya tingkat kemampuan sihir, tapi rasanya karakter sihirku juga seperti diperiksa--'

"Rasanya tidak nyaman ya?" Kata sebuah suara tiba-tiba, yang ternyata datang dari kakak kelas lain di meja sebelah. Yaitu perempuan yang minggu lalu menyampaikan pidato di acara inisiasi murid baru, Hana.

Dilihat dari dekat begitu, perempuan yang sepertinya merupakan ketua Osis itu memang benar-benar cantik! Dengan rambut bergelombang yang tergerai indah, warnanya yang coklat gelap juga jadi membuat wajahnya kelihatan sangat bersinar. Apalagi mata coklat dan bibir pink-nya yang melengkung dengan ramah itu, Alisa jadi sempat punya harapan liar kalau dia adalah kakaknya betulan.

Makanya saat sedang menunggu gilirannya, sama seperti yang lain, Alisa juga tadinya agak berharap kalau dia bisa diperiksa olehnya. Karena senyumnya yang cerah itu sudah pasti tidak akan membuatnya terlalu deg-degan di pemeriksaan ini. Tapi karena tidak begitu beruntung, sayangnya Alisa meleset satu meja darinya.

"Maaf ya. Soalnya bukan hanya tingkat kemampuan sihir, karakter sihirmu juga perlu diperiksa." Kata perempuan itu lagi. "Kebanyakan murid memang tidak begitu sadar. Tapi beberapa orang yang peka biasanya akan merasa sedikit risih." Tambahnya.

"I-Iya, tidak apa-apa." Sahut Alisa kikuk, meski dalam hati dia jadi sedikit lebih tenang setelah dijelaskan dengan jujur begitu.

Sebaliknya, Loki malah melirik matanya heran saat mendengar Hana mengatakan itu. "Memangnya yang seperti itu boleh diberitahu?" Tanyanya.

"Kalau orangnya kelihatan tidak nyaman, diberitahu saja tidak apa." Balas Hana.

"Begitu? Yah, kalau kau bilang begitu..." Sahutnya. "Lagipula pemeriksaannya juga sudah selesai. Kau tidak bisa sihir yang lain?" Tanyanya lagi pada Alisa, dan anaknya berusaha menggeleng senormal mungkin. Sehingga akhirnya laki-laki itu pun menaruh catatan pemeriksaan Alisa ke tumpukan.

Walaupun bukannya langsung menyuruh Alisa untuk pergi, dia malah mengambil sesuatu dari laci. "Ini, untuk orang yang mungkin bisa terbang ke mana-mana. Harus selalu dipakai." Katanya. Dia memberikan sebuah pin kecil berbentuk bintang biru.

Bingung sejenak, Alisa kemudian mengambil pin itu dan memandanginya dulu. Tidak seperti pin pada umumnya, pin itu tidak kelihatan seperti terbuat dari logam melainkan semacam kayu…? "Ini untuk apa?" Tanyanya.

"Hm, anggap saja sebagai alarm polisi. Supaya kau tidak masuk ke daerah yang terlarang." Jawabnya. "Tahu kan daerah terlarang itu yang mana?"

Alisa mengingat-ingat lagi denah sekolah yang sudah dia lihat berkali-kali. "Daerah barat ya?" Jawabnya kemudian.

"Yep, pintar. Kau boleh kembali sekarang." Balasnya lagi. Dan begitulah Alisa melewati pemeriksaan pertamanya dengan lancar dan mengkhawatirkan.

Walaupun setelah Alisa pergi, Hana justru malah mendesah dengan pahit. "Rasanya sedikit tidak enak memberikan pin itu pada anak tadi. Dia kelihatan baik." Katanya.

"Yah, yang kelihatan polos belum tentu tidak berbahaya." Balas Loki datar.

Tapi dibanding sensus pemeriksaan sihir yang masih setengah santai dan setengah serius begitu, penjagaan Osis secara fisik sebenarnya masih lebih serius. Setelah seminggu, hal itu mulai kelihatan jelas. Seakan berusaha mengimbangi jumlah kemampuan sihir murid kelas satu yang terus bertambah, anggota Osis yang terlihat berkeliaran di sekolah juga semakin banyak.

Bukan cuma di gedung utama sekolah, tapi juga di sekitar gedung olahraga, perpustakaan, kantin, bahkan sampai ke asrama, selalu saja ada satu-dua orang murid kelas 2 dengan ikatan khusus Osis di lengan baju mereka.

"Dilihat dari peraturannya, mungkin mereka khawatir para murid akan berkelahi pakai sihir?" Kata Mary sambil mengunyah makan siangnya. Soalnya saat tadi ada yang hampir bertengkar di kantin, beberapa anggota Osis langsung datang dan melerainya. Mereka sigap sekali!

Alisa mengangguk diam mengiyakan perkataan Mary. Tapi saat dia menangkap ada murid-murid yang sedang memainkan makanan mereka dengan sihir di meja lain, dia terpikir sesuatu yang lain. "Mungkin selain perkelahian, murid-murid yang iseng juga bikin mereka khawatir?" Katanya.

Soalnya anak SMA yang baru bisa menggunakan sihir kemarin sore sudah pasti sangat senang bereksperimen. Mulai dari hal-hal yang kecil, sampai akhirnya menuju ke hal yang negatif. Alhasil, murid yang tertangkap basah menyalahgunakan sihirnya akan langsung diseret ke kantor lama Osis.

Osis sebenarnya punya gedung utama di daerah barat. Tapi kalau punya urusan di dekat sekolah, kelihatannya mereka juga sering pakai bangunan kantor lama Osis yang letaknya tidak jauh dari gedung sekolah utama. Tapi karena sering dipakai untuk menghukum murid, entah sejak kapan, bangunan itu mulai terkenal sebagai gedung neraka.

"Menghancurkan pintu kelas… Sapu halaman asrama."

"Selanjutnya, mengganggu guru saat pelajaran… Bersihkan gedung olahraga."

"Selanjutnya! Melempar temanmu sejauh 10 meter, kupas bawang di kantin!"

Jadi seperti tahun-tahun sebelumnya, kalau awal tahun begini, Aviara jadi punya banyak tukang bersih-bersih dan tukang kupas bawang. Bahkan katanya ada yang sampai diusir dari asrama selama beberapa hari dan disuruh tidur di hutan, walaupun Alisa harap itu cuma gosip yang dilebih-lebihkan oleh Mary.

"Meski begitu hukuman yang seperti itu masih mending, kau tahu." Tambah Mary.

"Maksudmu masih ada yang lebih parah?" Tanya Alisa.

"Tentu saja!" Seakan senang dengan pertanyaan itu, Mary malah melebarkan senyumnya dan mendekatkan kepalanya untuk berbisik. "Kalau anggota Vip yang turun tangan langsung, katanya hukumannya lebih parah. Bahkan katanya mereka bisa pakai kekerasan."

Alisa terdiam sejenak. "Eyy, mana mungkin sampai pakai kekerasan… kan?"

"Habisnya, di sini kan ada sihir penyembuhan yang super ampuh. Jadinya katanya beberapa orang di Osis juga tidak segan melakukan hukuman yang agak ekstrim." Jawab Mary. "Terutama wakil ketua Osis yang katanya gila itu!"

Mendengar arah pembicaraan yang kelihatannya akan menjelek-jelekkan seseorang, Alisa merengut sedikit. "Mungkin maksudmu tegas…"

"Tidak. 'Gila' itu sudah benar." Balas Mary datar. Tapi karena Alisa masih kelihatan tidak senang, dia pun menambahkan. "Atau yaa, kalau kau mau kata yang lebih formal, pakai 'sosiopat' saja." Koreksinya dan Alisa memilih untuk kembali minum jusnya saja.