webnovel

Epilog

Fiona tadinya sudah semangat menyiapkan guntingnya untuk melihat Hana yang katanya diikat. Tapi sayangnya saat mereka memasuki ruangan, di sana Hana sudah berhasil lepas dari ikatannya dan sekarang sedang menangis di perut Ruri.

Ruri memberikan macam-macam isyarat seperti, 'apa yang kau lakukan padanya?', atau 'dia sudah begini sejak tadi!', atau 'tolong bantu Aku lepaskan dia!'. Tapi dari semua itu, yang jelas Hana sama sekali belum mau berhenti menangis--bahkan meski harusnya dia tahu kalau Rei dan Fiona sudah ada di situ sekarang.

"Tapi apa yang kau katakan padanya sampai dia begitu?" Tanya Fiona.

"Mm, Aku lupa." Sahut Rei asal sambil berjalan mendekat ke arah 2 perempuan yang masih di lantai itu. "Tapi bagus kau sudah di sini. Kita perlu rapat sebentar." Katanya pada Ruri.

Tapi meski Rei berusaha menarik Ruri untuk berdiri, Hana malah semakin mengeratkan tangannya seakan dia tidak mau menyerahkan Ruri pada Rei. "Tsk, apa boleh buat." Tukas Rei yang akhirnya malah ikutan duduk di lantai.

"Aku mau menghancurkan daerah timur. Yang mau ikut andil angkat tangan."

"...?!" Hana yang tidak percaya dengan pendengarannya pun spontan berhenti menangis dan mengangkat kepalanya. Tapi Ruri yang sedang dia peluki perutnya ternyata langsung menegakkan punggungnya.

"AKHIRNYA?!" Tukas Ruri semangat.

"Jadi, kalian ada yang punya ide?" Tanya Rei langsung.

"Aku, Aku!" Sahut Fiona yang juga ikutan duduk. "Tsunami!"

"Mm, yaa, kedengaran bagus, tapi Aku butuh sesuatu yang lebih alami." Balas Rei.

"Oh! Gempa!" Sahut Ruri kali ini.

"Tidak. Luas daerah mereka lebih dari 10 hektar. Bahkan Aku dan Fiona tidak bisa melakukannya seluas itu—"

"Tu-tu-tunggu, apa yang kalian bicarakan tiba-tiba??" Potong Hana yang bahkan tidak sempat mengelapi mata basahnya. "Kenapa tiba-tiba ingin menghancurkan daerah produksi? Dan kenapa kau langsung setuju begitu?" Protesnya, terutama ke arah Ruri.

Ruri terdiam sejenak seperti baru menyadari kalau sikapnya yang langsung setuju dengan ide gila Rei mungkin akan kelihatan aneh. Tapi… "Kenapa? Kau tahu Aku memang tidak begitu suka dengan mereka dari dulu." Jawab Ruri seadanya.

"Karena mereka minta banyak ramuan? Tapi kupikir kita sudah mengatur itu…"

Tapi karena Ruri malah cuma diam dan mengerucutkan bibirnya, Hana pun kembali melihat ke arah Rei lagi. "Tapi kenapa tiba-tiba? Lagipula maksudmu bukan menghancurkan, tapi hanya membubarkannya kan? Berhenti mengatakan tsunami atau gempa yang menyeramkan begitu!" Omelnya.

Tapi ketiga temannya malah membalasnya dengan pandangan datar yang sinis. "Sejujurnya menghancurkan lebih mudah, jadi…"

"Rei!"

"Kalau kau tidak mau ikutan, yasudah." Tukas Rei sama gemasnya. "Lagipula Aku juga tidak membutuhkanmu kalau kau tidak bisa menggunakan sihir sekarang--"

"Kau yang melakukannya!" Balas Hana sambil melemparkan dasi yang tadi digunakan Rei untuk mengikatnya. Bantal sofanya juga. "Kau! Yang! Melakukannya!"

"Oh??" Tapi Ruri dan Fiona yang sama sekali baru mendengar itu tentu saja kaget.

"Wah, benar! Aku baru sadar kau tidak punya aura sihir lagi." Kata Fiona sambil meraba-raba tubuh Hana. "Uwah!" Celetuknya kagum terus-terusan, tidak percaya kalau salah satu orang yang pernah mematahkan tangannya sekarang sudah tidak bisa menggunakan sihir. "Wah!"

Tapi untungnya Ruri masih bisa khawatir saat mendengar itu. "Berapa dosis yang kau gunakan padanya?" Tanya Ruri.

"Seminggu. Tapi mungkin hanya akan bekerja 3 atau 4 hari padanya." Jawab Rei. "Tapi itu tidak penting. Yang penting adalah, Aku perlu melenyapkan peradaban beracun itu."

Dan Rei pun kembali memandang ke arah Hana. "Jadi kau ikut tidak?"

"...Ta-Tapi—"

"Tidak ada tapi."

Next arc let's go!

ThreeBitescreators' thoughts