webnovel

Dapur Osis

"Tapi kak Hazel, tadi sebenarnya kenapa…" Alisa yang bingung sudah mencoba untuk bertanya lagi. Tapi ketika memasuki gedung, perhatiannya langsung teralih begitu saja saat melihat lobi yang luas menyambutnya.

Dengan bentuk yang melingkar, dari lobi tengah itu Alisa bisa melihat semua pintu ruangan dari lantai satu sampai ke lantai dua, dengan dua tangga di sisi kanan dan kiri juga. Tidak banyak yang terlihat jelas, tapi selain ruangan para divisi, sepertinya tidak semua ruangan merupakan ruang kerja. Ada ruang komputer, ruang cctv, ruang game, dan entah ruang apalagi.

Terpana dengan semua itu, Alisa sampai tidak menyadari pandangan orang-orang yang menoleh ke arahnya dan Hazel. Bukan cuma itu, Alisa juga spontan menghentikan kakinya begitu dia melihat mesin es krim yang berbentuk minion--

Tapi tentu saja Hazel kembali menariknya dan mengembalikannya ke jalur. Baru setelah mereka berbelok ke koridor yang agak sepi, dia melepasnya lagi.

"Coba sini, ulang setelahku." Kata Hazel tiba-tiba. Nada suaranya masih terdengar normal, tapi entah kenapa ada urat-urat kesal di wajahnya. "Aku tidak akan ke mana-mana sampai kak Hazel kembali."

"...Tapi kalau misalnya—"

"Tidak ada misalnya!" Potong Hazel yang sayangnya cuma bisa meremas angin.

Untungnya setelah beberapa saat, koridor yang daritadi mereka lewati akhirnya mengantarkan mereka ke lobi lain yang ada sayap gedung. Tidak seperti lobi utama yang agak ramai, suasananya benar-benar sangat sepi di sana. Padahal dengan dekorasi yang seperti kafe itu, tempat itu rasanya cocok jadi tempat untuk belajar atau bekerja dengan santai.

Alisa sudah mulai berimajinasi apa dia bisa duduk di situ nanti untuk sekadar memandangi pemandangan di luar gedung, tapi ternyata Hazel masih terus berjalan memasuki koridor lain di belakang. Sampai akhirnya, mereka pun sampai di depan pintu yang bertuliskan 'kitchen'.

"...Oh? Jangan-jangan ini tempat kak Hilda?" Tanya Alisa.

Karena setelah diingat-ingat, sepertinya dulu Fiona pernah menyebut Hilda sebagai penghuni dapus Osis. Bahkan bukan cuma bertanggung jawab untuk membuat semua cemilan di gedung ini, rasanya Mary juga pernah cerita kalau katanya Hilda punya kamar khusus di sini.

Tok Tok. Tanpa menjawab pertanyaan Alisa, Hazel langsung mengetuk pintunya--yang sebenarnya langsung dia buka sendiri.

Dan di sanalah peri dapur itu, kelihatan sedang memegang pisau kesayangannya. "Oh? Hazel?" Celetuknya. "Kenapa kau ke sini…?" Hilda sudah akan bertanya, tapi kemudian dia melihat anak manis yang ikutan masuk dari belakangnya. "Alisa?"

Tapi selagi Alisa terkekeh pelan dengan canggung, Hazel perlu memastikan dulu tidak ada siapa-siapa di luar pintu sebelum akhirnya menutup pintu dan menguncinya.

"Dia bilang mau ketemu kak Hana, jadi kupikir mungkin dia bisa menunggu di sini dulu sampai rapatnya selesai." Jelas Hazel kemudian.

"Ah, begitu?" Sahut Hilda yang langsung merekahkan senyumnya penjelasan itu sudah sempurna. "Tentu saja boleh. Kebetulan Aku juga sedang butuh bantuan untuk kupas semua buah ini." Lanjutnya ramah.

"A-Akan kubantu!" Sahut Alisa yang senang. "Aku pintar kupas buah, hehe." Tambahnya cengar-cengir.

Melihat keduanya langsung akur, Hazel jadi tidak enak mau menjelaskan poin penting tugas penitipan anak kucing ini. Tapi daripada tidak bilang…

"Dan, itu, satu lagi." Kata Hazel memulai. "Di tasnya, dia juga bawa kak Fiona, jadi…"

Terdiam, Hilda kelihatan berusaha menahan senyumnya untuk tetap melengkung ke atas. Dia bahkan tidak mau repot-repot melirik ke arah tas yang dipeluk Alisa apalagi bagian yang menggelembung bulat itu.

"Mm, kalau begitu pastikan kau menutup pintunya dengan rapat sebelum pergi."