1 #1

August slipped away, into a moment in time

September 2021

Tangisan pilu masih mengucur dari mata gadis ringkih itu. Gema tangisan cenderung mengeras. Mata sembab merah marun menghiasi wajah kecil gadis yang sedang meringkuk di kasur lembab penuh air mata. Sarapan yang disiapkan ibu tidak dia makan. Hatinya hancur. Kekesalan hanya dapat dia pendam.

Kaki wanita itu, Gina, bergetar hebat. Kepala Gina serasa akan pecah. Melihat Gina menangis sepertinya dapat menyadarkan mereka yang tidak percaya bahwa menertawakan patah hati merupakan suatu hal yang sangat krusial.

Apa yang dirasakan Gina tidak dapat dibayangkan. Semua insiden yang terjadi sangat sulit untuk dicerna tubuh dan pikiran Gina. Udara asin bagaikan tertawa menyetujui melankolia romansa Gina. Semua berjalan begitu menyakitkan. Gina belum pernah merasa sehancur ini seumur hidupnya.

Semua berawal pada bulan Agustus 2 tahun lalu. Pada saat Gina masih sangat naif. Begitu pula seluruh orang yang hadir di dalam kehidupan romansanya. Gina masih sangat muda. Kejadian ini masih sangat menghantui 3 kepala yang terlibat. Kejadian manis-pahit perkara rasa dan rahasia. Semua dimulai pada saat Gina menginjak kelas 3 SMA.

**

Agustus 2020

"Gue suka sama lo!" Ini bukan pertama kali Gina menyampaikan perasaannya kepada pria jangkung berwajah kecil dengan rambut bergelombang yang hatinya sangat sulit untuk ditaklukkan.

"Maaf ya Gin." Tolak pria itu. Gina mendecak kesal dengan jawaban Arya. Gina telah melakukan apapun yang dia bisa hanya untuk meluluhkan kerajaan es hati Arya. Sudah 3 tahun mereka bersekolah di tempat yang sama, Arya masih belum pernah memiliki pacar. Arya selalu kelihatan sendiri. Teman prianya juga tidak banyak. Arya adalah lelaki misterius. Arya tidak begitu populer meskipun dia tampan. Arya tidak banyak bicara, kepribadiannya sulit untuk didekati.

Hanya Gina yang menyukai Arya di sekolah itu. Gina, gadis populer idaman seluruh pria di SMA favorit kota ini. Gina menyukai Arya sejak kelas 1 SMA. Gina sudah berusaha melupakan Arya dengan berpacaran dengan beberapa pria yang dia anggap oke, namun hatinya tidak dapat berpaling.

"Kenapa sih lo ga suka sama gue?" Ucap Gina menolak balasan dari konfesi asmaranya. Gina selalu memberikan cokelat di hari valentine meskipun tidak Arya terima. Gina selalu memberi jawaban tugas meskipun tidak Arya minta. Gina selalu membelikan Arya minum sehabis olahraga meskipun tidak Arya ambil. Gina telah melakukan segalanya. Segalanya.

"Emang perasaan bisa dipaksa?" Gina rasanya ingin muntah ketika mendengar jawaban Arya yang telah ia dengar 293692 kali. Apa susahnya membuka hati kepada orang baru? Gina tidak jelek. Kepribadian Gina juga tidak buruk.

"Lo bakal nyesel!" Gina sedikit membentak. Gina membalikkan badan dan pergi berjalan ke  arah kelasnya karena jam istirahat akan segera berakhir. Gina sedikit berharap jika pria itu mengejar dan menahan Gina dan kemudian menyesal atas jawabannya.

Ekspektasi Gina menghancurkan angan. Gina menoleh kebelakang dengan dan Arya telah hilang dari pandangannya. Hal tersebut membuat Gina lebih kesal lagi. Harusnya Arya tidak pergi begitu saja dan bernala atas jawabannya terlebih dahulu.

Gina kembali ke kelas dengan langkah yang berat. Jam pelajaran terakhir setelah istirahat akan sangat membosankan. Tempat duduk Gina yang berada di belakang kelas setidaknya meringankan beban Gina hari ini. Andai saja ia sekelas dengan Arya, kehidupannya di tahap terakhir SMA pasti akan lebih berwarna.

Gina memukul pelan kepalanya. Gina masih saja memikirkan pria berkulit sawo matang itu meskipun telah ditolak berkali-kali. Gina membenci pikirannya ketika ia memikirkan Arya. Gina ingin move on.

"Ditolak lagi lu?" Tanya Ayu, sepupu sekaligus teman sebangku Gina. Gina ingin sekali melayangkan tangannya sesaat ia mendengar pertanyaan itu. Gina tidak harus menjawab pertanyaan itu. Dari raut wajah Gina, Ayu sudah tau bahwa Gina ditolak dengan pria dingin tak populer itu.

"Yaelah cupu luu. Kalau Angga yang super keren aja bisa lu bikin suka sama lu, masak dia yang biasa aja gak bisa lu bikin suka sama lu?" Ejek Ayu sembari memakan coki-cokinga. Gina mengacak-acak rambutnya frustasi. Tidak ada celah untuk Arya tidak menyukai dirinya.

Gina menutup wajahnya dengan lengannya. Gina lelah. Tanpa ia sadari, setetes air mengucur dari matanya. Gina benci Arya. Gina benci Arya. Gina benci Arya. Gina mengulang-ulang kalimat itu di kepalanya untuk menimbulkan rasa tidak suka kepada Arya.

Ayu memeluk Gina pelan kemudian melepasnya. Ayu sedikit tidak tega dengan kisah romeo-juliet yang tidak pernah ada pada teman, sepupu, dan sahabatnya ini. Ayu berusaha memberikan Gina kenyamanan.

"Udah-udah, lo bisa dapeting yang lebih ganteng, seksi, pinter dari si Agung. Mending lo pikirin kuliah deh." Kalimat terakhir yang dilontarkan Ayu membuat Gina lebih frustasi. Setidaknya Gina berhenti menangis.

"Agung sahaa??? Arya tau!" Tawa Gina sembari mengusap air matanya. Ayu tertawa kecil mengetahui kesahalan yang ia buat. Setidaknya kesalahan kecil ini dapat menghentikan Gina terlarut dalam duka asmaranya.

"Lo masih mau kuliah di tempat itu?" Tanya Ayu. 'Tempat itu???' Hei! 'Tempat itu' bukanlah sembarang tempat. 'Tempat itu' adalah kampus impian Arya. Gina telah menyusun rencana sedemikian mungkin agar dia dapat berkuliah di tempat yang sama dengan Arya.

Gina kembali menangis. Bagaimana cara agar ia lepas dari obsesinya terhadap Arya jika kampus saja harus sama dengan Arya! Gina tidak memiliki rencana untuk berkuliah di tempat lain. Kampus impian Arya dan dirinya, mungkin, sangat dekat dengan rumahnya. Gina tidak harus pergi jauh dari orang tuanya.

"Ya gimana ya yuu, kampus itu juga paling deket sama rumah gue." Jawab Gina sembari mengeluarkan buku bersiap akan pelajaran berikutnya. Ayu memanggut. Ayu sendiri berencana berkuliah di kota lain, ingin mencari pengalaman baru.

"Yaaah, gabakal bisa move on deh lu." Gina memukul Ayu pelan sebagai respon pernyataan Ayu. Gina berada di antara ingin dan tidak ingin move on. Toh juga dia tidak akan bisa move on. Hatinya masih menetap pada Arya dan tidak berencana untuk pindah.

Gina mengeluarkan ponselnya. Belum sempat ia membuka sosial medianya, pesan sudah bermunculan dan mengantre pada notifikasi Ponsel Gina. Ini bukanlah hal yang baru bagi Gina. Seperti yang telah Ayu katakan, Gina sangat populer. Semua pria mengejarnya, bahkan yang tampaknya tidak mungkin sekalipun. Membuka ponsel sedikit membuatnya lupa akan perkara tadi.

Waktu istirahat berakhir dan pak guru memasuki kelas Gina. Pelajaran berlangsung sesuai ekspektasi Gina. Membosankan. Akan sangat lama apabila Gina manggut dan mendengarkan. Gina memunculkan ide yang telah umum digunakan seluruh siswa apabila mereka mulai jemu dengan pelajarn yang berlangsung. Benar, pergi ke toilet adalah jalan yang tepat.

Gina menangkat tangan dan pada detik kemudian ia telah berada di luar kelas. Pak guru yang sedang mengajar, Donal, sangat santai dan ramah dalam mengajar. Gina bisa saja keluar kelas selama 30 menit dan Pak Donal tidak akan menegurnya.

Gina memiliki maksud tertentu dengan rencananya. Ia mengitari sekolah hanya agar dapat melewati kelas Arya. Gina tersenyum tipis setelah melewati kelas Arya. Tentu Arya tidak menoleh ke jendela ketika Gina lewat. Namun, Gina tetap senang. Menjadi pengagum tidak rahasia — karena telah mengutarakan perasaannya ribuan kali — mungkin cukup bagi Gina. Perasaannya tidak akan berubah.

Setelah bosan berkeliling dan membeli jajan di kantin, Gina memutuskan kembali ke kelasnya. Seperti yang diharapkan, Pak Donal tidak menegur ataupun memarahi Gina karena telah izin dengan waktu yang lama. Gina disambut cukup baik.

Jam pelajaran pada akhirnya selesai dan siswa bergegas pulang, tak terkecuali Gina. Gina akan pulang bersama Ayu, seperti biasa. Namun, hari ini tampaknya tidak akan menjadi hari yang biasa.

"Gin, sorry ya, keknya gue gabisa deh pulang bareng lo. Gue bakal pulang pacar gue, dia yang bawa mobil gue hihi. Dadah Gigin." Ayu berlari pergi. Gina sangat kesal. Di mulai dari penolakan hingga sepupunya yang meninggalkan dirinya sendiri. Gina benar-benar akan mencubit Ayu apabila ia memiliki kesempatan.

"Jadi gue pulang bareng siapaa???" Gina sedikit berteriak. Ayu menghentikan langkahnya dan menoleh. Raut wajah Ayu yang mengejek membuat Gina melempar kertas kosong ke arah Ayu. Jawaban Ayu juga tidak membantu.

"Ya cari aja tebengan. Susah amat, wlee." Ayu berlari sesaat setelah memberikan jawaban. Gina mengejar Ayu keluar kelas, jawaban Ayu kurang dari kata memuaskan. Mereka sekarang berjalan —berlari, mungkin — menuju parkiran.

"Gin, mending lo ajak Arya pulang bareng." Ide Ayu sangat klise. Gina yang tadinya memeluk lengan Ayu setelah mengejarnya kemudian mencubit lengan Ayu.

"Ga ah, bakal ditolak gue." Ucap Gina pesimis. Ayu kemudian memeluk pundak Gina kemudian menunjuk sosok pria yang sedang dibicarakan. Gina melirik sesuai arah jari Ayu. Arya yang sedang mengenakan helmnya tampak seksi. Gina menggigit bibira bawahnya. Obsesi Gina terhadap pria itu sepertinya cukup mengkhawatirkan.

"Emang lu tau dia bakal 100% nolak lu? Cepet kejar sebelum dia pergi. Ntar berabe lu." Balas Ayu. Gina menatap Ayu sebentar. Ayu mengangguk yakin. Tanpa basa-basi, Gina bergegas menemui Arya.

Gina tahu ini bukan keputusan yang tepat. Gina tahu jawaban yang akan Arya berikan.

Gina hanya tidak tahu apa itu merelakan, yang Gina tahu, dia selalu merindukan dan menginginkan Arya.

avataravatar