webnovel

Aturan Cinta Abadi Raja Setengah Vampire

Ketika delapan dunia tunduk dibawah satu ras yang dapat menguasai lima darah abadi. Dia adalah Ares Blevine sang raja Vampir. Raja dari mahluk abadi dan penguasa kegelapan, yang kini memiliki ambisi untuk menguasai dunia para Aesir yaitu Altrhia dunia kesembilan di Yggdrasil dan membangkitkan Ragnarok, mahluk yang menjaga pedang Asgard untuk memotong akar pohon dunia. Secara bersamaan kehidupan ras manusia yang kacau dibagi berdasarkan golongan darah mereka dimana golongan darah O adalah jenis golongan darah terendah. Suatu hari, Avisa Delmer seorang manusia dari golongan darah "cacat" terjebak dalam seleksi "makanan berkualitas" para vampir bangsawan dan tak sengaja darahnya diberikan untuk sang raja vampire. Darah yang memiliki rasa yang manis seperti madu dan aroma yang menyegarkan namun lembut seperti bunga-bunga di musim semi adalah salah satu aturan raja Ares untuk pasangan abadinya dan ia akhirnya menemukan rasa itu pada darah "cacat" seorang Avisa. Bagaimanakah nasib Avisa yang terkekang aturan cinta sang raja vampir? Ikuti perjalanan kisah Avisa yang keras kepala dan Raja Ares yang kuno yang selalu terpaku pada sebuah aturan. Antara memenuhi Cinta dan ambisi, sang Raja setengah Vampir itu harus memilih salah satunya. "Cinta adalah sesuatu yang tulus, bukan berdasarkan aturan!" "Aku tidak peduli. Aturan apapun yang kau buat untukmu sendiri, kau akan tetap menjadi milikku sesuai aturanku"

YuuSa · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

1. Kasta Darah

Bagai detik jam yang berhenti

Dawai Requiem bergema

Mawar merah berhamburan di udara

Sang kupu-kupu terjebak dalam jarring laba-laba

Ah, sayap yang rapuh

Akankah langit biru itu tergapai?

Belenggu yang terantai takdir abadi.

***

Perbedaan sangat tergambar jelas dalam kehidupan Avisa Delmer, seorang perempuan dari ras manusia yang berusia dua puluh tiga tahun, ia telah hidup cukup menderita setelah dunia manusia yaitu Haldtrhia kini dibawah kekuasaan sang raja vampir, Ares Blevine yang memiliki aturan yang begitu egois, dan dingin, sama dengan sifat tirannya.

Avisa harus bertahan hidup dengan mencari makanan kesana kemari untuk bertahan hidup, walau dirinya ingin sekali memilih mati karena tidak tahan dengan kehidupannya yang cukup menderita namun disisi lain ia juga takut merasakan sakitnya maut yang menghampirinya. Jika difikir, keduanya sama-sama membuatnya harus melewati penderitaan. Dirinya seperti kupu-kupu yang tengah bermimpi.

Kupu-kupu yang memiliki sayap untuk terbang ke langit, namun ia terlalu takut untuk terbang dengan sayapnya yang rapuh. Ia takut jatuh.

Dawai requiem telah bergema disetiap gereja untuk mengiring kepergian manusia-manusia yang telah selesai dengan kehidupan mereka.

Hanya ada dua kematian di Haldtrhia, yaitu kematian yang disebabkan oleh virus "noir" yang telah menjadi wabah bernama Black Blood, dan kematian terburuk bagi ras manusia, yaitu kematian yang disebabkan karena mereka dijadikan "makanan" oleh para vampir yang memburu mereka setiap malam di distrik "O" yang menjadi tempat tinggal para manusia yang memiliki golongan darah cacat, yaitu golongan darah yang sama dengan nama distrik yang ditinggali Avisa sekarang.

Distrik O adalah tempat tinggal manusia atau biasa disebut para makanan yang tak layak karena semua manusia yang ada di distrik O adalah manusia yang memiliki golongan darah O yang dianggap cacat oleh para vampir karena selain rasanya yang tidak enak, aromanya juga sangat menjijikan bagi mereka.

Tapi bagi para "Noires" dan kalangan vampir rendahan, manusia di distrik O masih dapat mereka jadikan makanan, bahkan kini distrik O sudah seperti tempat perburuan makanan bagi mereka. Namun bagi para manusia bergolongan darah cacat itu, distrik O merupakan tempat mereka dapat bertahan hidup sebagai "manusia" walau mereka seperti tinggal dalam sebuah kotak kecil yang kedap udara setidaknya mereka tidak hidup sebagai ternak.

Distrik O seperti kota mati jika dilihat dari Redwinch, yaitu daerah para vampir kelas bangsawan menengah tinggal berdampingan dengan manusia-manusia bergolongan darah "A" dan golongan darah "B" yang menjadi makanan bagi mereka, namun setidaknya kehidupan manusia bergolongan darah tersebut lumayan terjamin. Atau mungkin bisa dikatakan jika Redwinch adalah tempat ternak para vampir kelas bangsawan tengah.

Setelah Redwinch, di pusat tengah adalah tempat bangsawan yang melayani raja dan tempat bagi sang raja vampir berada dalam istana megahnya yang membentang begitu luas dan tinggi menjulang yang dapat dilihat dari distrik O sekalipun dengan begitu jelas menunjukan kesombongannya.

Untuk makanan para vampir bangsawan tentulah harus berkualitas, dan darah yang berkualitas adalah darah dari manusia yang memiliki golongan darah AB plus, sedangkan untuk sang raja adalah manusia dengan golongan darah AB minus yang sangat langka dan berkualitas tinggi.

Untuk mencarinya, para vampir medis melakukan seleksi untuk "makanan berkualitas" dan Avisa yang memiliki golongan darah O minus itu kini justru terjebak di dalam seleksi itu.

Entah apa yang akan menanti Avisa didepan, yang pasti Avisa tidak bisa lari walau kematian sekalipun yang tengah menantinya.

Dirinya telah terbelenggu takdir abadi.

Satu persatu manusia di depan Avisa mulai bergerak maju untuk di ambil darahnya untuk pengecekan dengan menggunakan alat yang mempunyai bentuk seperti sebuah capit kepiting namun juga seperti dua taring para vampir yang mereka gunakan untuk menggigit.

Panas dingin menyelimuti Avisa, bahkan jantungnya berdetak dengan ritme yang begitu cepat. Avisa begitu takut akan apa yang terjadi padanya. Rasa takut Avisa akan rasa sakit, entah itu rasa sakit karena gigitan taring tajam yang dapat menembus kulit manusia atau rasa sakit dari kematian kini bersaing dengan fikirannya yang terus mengatakan bodoh pada dirinya sendiri.

Avisa tak bisa berhenti mengumpat dalam diam. Ia terus mengatakan jika dirinya begitu bodoh hanya karena kelaparan.

Benar. Karena begitu lapar, Avisa ikut mengantri saat melihat barisan orang-orang yang mendapatkan sepotong roti hangat dan susu juga buah. Tapi ia begitu bodoh karena ikut antri tanpa berfikir dulu.

"Mana ada pembagian makanan gratis bagi manusia disini!. Avisa kenapa kau begitu bodoh!"

Di Redwinch sekalipun tidak ada sesuatu yang gratis kecuali kau memberikan darahmu, kecuali kau di distrik O yang bebas mencari makanan dengan bertarung bersama para noires ataupun vampir rendah yang keluar siang hari.

Sudah seminggu Avisa berkeliaran di Redwinch karena dirinya berhasil menyusup, tujuannya adalah untuk mencari Ibunya yang kemungkinan masih hidup di Redwinch karena ia tau golongan darah ibunya adalah AB.

Karena sudah seminggu Avisa di Redwinch hidup sembunyi-sembunyi dengan menahan lapar hanya demi mencari ibunya, fikirannya yang terhubung dengan perutnya mulai bekerjasama untuk mencari makanan. Dan berakhirlah Avisa di barisan antrian itu dengan hanya dirinya satu-satunya manusia tak terdaftar dan bergolongan darah O di Redwinch.

Kata "penyusup" mungkin akan bergema dimana-mana setelah dirinya diketahui oleh petugas keamanan Redwinch yang merupakan dari ras Werewolf.

Lima orang, tiga orang, satu orang berlalu. Avisa menunggu giliran untuk mati. Hanya untuknya tentunya karena kastanya jelas sangat berbeda jauh.

Deg… Deg… Deg…

Tidak akan ada yang menolongnya setelah ini di Redwinch, namun ia tidak akan pernah melupakan orang-orang baik di distrik O yang suka menolongnya dan suka bekerjasama dengannya untuk mencari dan berbagi makanan atau saling melindungi dari serangan noires liar.

Kini giliran Avisa pun datang. Dengan terus merasakan jantungnya yang masih berdetak tanda dirinya masih hidup, Avisa mulai melangkahkan kakinya maju ke hadapan seorang vampir medis berjas mewah berwarna putih ala dokter dengan sebuah lencana berbentuk sebuah mawar merah yang tak kalah merah dengan matanya. Vampir itu tengah menyiapkan alat yang akan siap menusuk lehernya dan menyedot darahnya untuk diseleksi oleh mereka.

"Mati aku… mati aku… mati aku!" teriak Avisa dalam hatinya setelah ia merasakan dingin alat itu menyentuh permukaan kulitnya.

Deg… deg… deg…

Titt.. Titttt…

"Ada apa ini?" tanya vampir medis itu setelah mendengar suara yang begitu nyaring dari sebuah kotak di belakangnya yang terhubung dengan alat pencapit itu.

"Rose. Lanjutkan pekerjaanku, aku harus mengeceknya!" panggil vampir medis itu pada seorang medis lainnya yang membantu pekerjaannya.

Wanita yang bernama Rose itu segera datang karena sepertinya ia memiliki status yang lebih rendah dari vampir medis dihadapan Avisa karena ia hanya mengenakan lencana mawar berwarna abu-abu.

Wanita bernama Rose itu menggantikan vampir medis untuk memegang alat pencapit yang digunakan untuk menusuk itu karena yang mengerti tentang alat berbentuk kotak itu hanya vampir medis itu.

Tak hanya Wanita itu yang terkejut saat dipanggil tadi, namun Avisa juga begitu terejut melihat wajah Wanita berpakaian medis didepannya yang memiliki warna mata biru yang sama dengan dirinya.

"Ib-"

"Sst!"

"Ada apa?" tanya vampir medis yang fokusnya sedikit terganggu oleh suara Avisa yang hampis saja berteriak senang karena telah menemukan apa yang ia cari di Redwinch.

"Tidak ada apa-apa nona Mary, saya hanya salah pegang alatnya tadi"

"Hati-hati dengan itu!. Kau fikir mudah membuat alat ini?" tukas vampir medis bernama Mary itu.

"Ba-baik, saya minta maaf"

Setelah fokus Mary kembali pada kotak yang berbunyi tadi, Avisa dan ibunya pun berbicara dengan berbisik.

"Kenapa kau bisa ada disini?"

"Aku mencarimu!"

"Anak bodoh!. Ingat golongan darahmu?, setelah ini ikuti kode yang kuberikan"

"kode apa?"

"Pokoknya setelah aku selesai menusukmu dengan ini, kau harus dorong aku dan lari ke sebelah kiri. Carilah sebuah gang, dan masuklah kedalam saluran air disana. Jangan pernah keluar sebelum pagi!" bisik ibu Avisa dengan begitu cepat menjelaskan.

"Kurasa sudah bisa. Kau lakukan pekerjaanmu dengan benar, aku ingin melihatnya sekalian" perintah vampir bernama Mary itu dengan sombong seperti kebanyakan vampir lainnya yang memiliki kedudukan penting di istana Threalutis.

Drrrrtttt…

Jleb!

"Aagh!" ringis Avisa yang dapat dengan jelas merasakan sengatan menyakitkan begitu benda seperti taring itu menusuk pundaknya. Setelah ringisan itu Rose mencabut benda itu dengan cepat agar Avisa dapat melarikan diri.

Bruk!

Avisa mendorong ibunya begitu ibunya sudah mengedipkan matanya setelah mencabut pencapit itu, dan Avisa pun lari sekuat tenaga menuju tempat yang telah diberitau oleh ibunya tadi.

"Hei, apa yang dilakukannya!" Mary nampak sangat terkejut melihat perlawanan Avisa

"Siapapun kejar manusia rendah itu!" lanjutnya memerintah pada anak buahnya.

"Ibu maafkan aku!" teriak Avisa dalam hatinya seraya berlari sekencang mungkin dengan kepala yang terus ia tolehkan ke sebelah kiri untuk mencari gang kecil yang terdapat lubang saluran air disana.

Setelah melihat gang gelap yang terlihat samar sebuah bulatan di bawah permukaan tanah yang sudah terlapis batu bata dengan rapih, Avisa segera berbelok dan masuk kedalam gang sempit nan gelap itu. Ia buru-buru mengeluarkan sebuah kunci yang sempat diselipkan ke tangan Avisa untuk membuka pintu saluran air bawah tanah disana.

Bruk!

"Aku sudah menunggumu, manusia…"

Kedua mata Avisa membulat sempurna saat ia tanpa sadar telah menabrak sesosok pria bertubuh atletis yang sangat bagus yang telah berdiri di dalam kegelapan menunggu dirinya datang.

Avisa dengan insting bertahan hidupnya segera berbalik dan hendak lari lagi, namun sayang sekali langkahnya harus terhenti karena sebuah pedang sudah berada tepat di lehernya begitu ia berbalik.

Darah sedikit keluar dari kulit Avisa yang telah mengenai pinggir pedang yang begitu tajam itu. Bergerak sedikit saja, Avisa pasti akan mati tanpa kepala.

Angin berhembus membawa aroma darah Avisa ke penciuman tajam sosok bertubuh atletis yang berpakaian cukup rapi tadi.

Sosok itu segera menarik tangan Avisa dengan sedikit kasar dan membalik tubuhnya sehingga wajah mereka berdua dapat berhadapan.

Avisa menatap dengan berani kedua mata berwarna keperakan milik sosok pria atletis berwajah tampan yang ada dihadapannya. Tak hanya matanya, namun juga dengan rambutnya yang berwarna senada dengan kedua matanya. Kulitnya juga seputih dan sedingin salju yang membuatnya nampak seperti sebuah patung porselen yang begitu sempurna pahatannya.

"Jangan pergi atau kau akan mati, manusia…" bisik pria itu sambil mencium ulang aroma darah Avisa di luka bekas tusukan benda capitan tadi.