60 Konspirasi & Tindakan

Penolakan Keras

"Misi darurat…?"

"Benar… ini misi yang diajukan oleh pemerintah indonesia untuk menghapus teroris dari kelompok revolusioner hingga rata dengan tanah…"

"Apa ada dampak bila saya menolak misi darurat ini…?"

"Tidak… ada beberapa grup yang dipimpin oleh wakil ketua organisasi yang juga menolak… tapi ada juga yang menerimanya karena jumlah bayaran yang besar… kamu sendiri memiliki pengalaman berhadapan dengan mereka bukan…?"

Rigma terkejut mendengar ketua organisasi pandawa mengetahui soal pertarungannya di kalimantan.

"Ya… memang benar… dari segi kemampuan dan pengalaman aku kalah jauh… tapi… dari segi kekuatan mungkin aku bisa imbang melawan 1 dari pimpinan tertinggi kelompok revolusioner…"

"Mengesankan… lalu kenapa tidak mencoba misi ini untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar…?"

Rigma terlihat berpikir sejenak soal misi yang terus ditawarkan ketua organisasi pandawa padanya. Rigma memperhitungkan kemampuan bertarung grup yang ia pimpin agar tidak melakukan kesalahan. Ia membandingkan kekuatan grupnya dengan pengalamannya melawan 2 orang monster dari kelompok revolusioner.

"Maaf sepertinya saya harus menolak misi ini…"

"Alasannya…?"

"Simpel… kemampuan bertarung dan kerja sama tim kami masih kurang… mungkin sebagai individu aku bisa mengatasi para monster dari kelompok revolusioner… tapi semua itu akan sia-sia bila bawahanku mati…"

Yuda pun tersenyum mendengar jawaban rigma yang begitu penuh perhitungan. Biasanya etranger kuat selalu ingin menguji batas kemampuannya sekaligus mendapat banyak uang. Tapi rigma bisa memikirkan kemampuan rekannya dan risiko melawan kelompok revolusioner.

"Bagus… kalau begitu kalian boleh melatih kemampuan kalian lebih dulu… kamu cukup layak menjadi seorang pemimpin… "

"Terima kasih atas pujiannya ketua…"

"Kalau boleh jujur… kelompok pasukan elit organisasi pandawa yang aku pimpin juga tidak ikut dalam misi kali ini…"

"Anu… ketua… saya boleh bertanya satu hal…?"

"Tentu… apa itu…?"

"Kapan pertarungan melawan kelompok revolusioner akan terjadi…?"

Yuda terdiam sejenak dan menarik nafas, ia terlihat ragu mengatakan soal waktu pelaksanaan misi darurat.

"Kalau kau berjanji tidak ikut campur dalam pertarungannya… aku akan memberitahumu…"

"Ya saya berjanji… anda bisa mengeluarkan saya dari organisasi bila saya ingkar…"

"Tanggal pertarungan ditentukan oleh kelompok revolusioner…tepatnya 2 minggu lagi... mereka berniat menyerang Ibukota di Kalimantan Tengah… pertarungannya akan sangat sengit… karena mereka berniat mengambil alih pulau kalimantan..."

"Kalau begitu semua organisasi etranger diberikan misi yang sama…?"

"Tidak… hanya organisasi yang memiliki perjanjian dengan pemerintah atau organisasi palapa yang mendapatkan misi darurat ini…"

Rigma pun kebingungan saat mendengar penjelasan yuda soal siapa saja yang mendapat misi darurat.

'Terlalu banyak kerugian daripada keuntungan dari misi darurat ini… jadi memang pilihan terbaik adalah mundur sampai kekuatan kelompokku meningkat… alasan utamaku memang untuk menghindari pertarungan yang tidak perlu...'

"Kalau tidak ada yang ingin kau tanyakan lagi… kau boleh keluar…"

"Sebelum keluar saya ingin minta izin ketua…"

"Izin untuk apa…?"

"Saya ingin melatih kelompok saya di suatu tempat... saya ingin kemampuan serta pengalaman kami meningkat… untuk itu saya perlu waktu dan absen dari kegiatan organisasi selama 1 bulan..."

"Tidak masalah… aku akan memberimu izin… kalau kelompokmu semakin kuat… aku juga akan diuntungkan…"

"Terima kasih ketua… kalau begitu saya permisi..."

Rigma pun keluar dari ruangan pimpinan organisasi dan kembali pada rekan satu grupnya di aula organisasi.

"Yo ketua…"

Akbar yang paling dulu menyapa rigma ketika menghampiri mereka dengan santai. Rigma hanya melambaikan tangannya untuk membalas sapaan akbar.

"Jadi apa yang kamu bicarakan dengan ketua organisasi…"

"Bukan sesuatu yang penting… hanya tentang misi darurat melawan kelompok revolusioner…"

"APAAA…!?"

Seluruh rekan satu timnya berteriak secara bersamaan karena terkejut. Semua orang tahu betapa berbahayanya kelompok revolusioner, terutama para petinggi yang terkenal seperti monster.

"Tenang saja… aku menolak tawaran tersebut… kalau kalian ber-12 tidak bisa mengalahkanku… bagaimana bisa kita ikut melawan mereka sekarang..."

"Keputusanmu bijak… aku mengakuimu sebagai ketua…"

Amalia yang dari tadi bersandar di dinding ikut berkometar dan memuji keputusan rigma. Awalnya ia pikir rigma adalah seorang pria yang sangat suka bertarung tanpa memikirkan apapun.

"Aku pikir kita cukup beruntung… sebab aku pernah melawan 2 dari petinggi mereka… dan hampir mati… jadi aku bisa memilih keputusan yang tepat kali ini… lagi pula misi darurat ini hanya diberikan pada organisasi yang sudah memiliki perjanjian sebelumnya… jadi secara teknis ini urusan ketua organisasi… itu juga sebabnya ia tidak memaksa anggotanya untuk ikut..."

"Jadi begitu… lalu rigma… selanjutnya apa yang akan kita lakukan…?"

Asrea sebagai wakil ketua tahu keputusan rigma sudah tepat, namun ia tetap bingung dengan apa yang akan dilakukan setelah ini. Rigma menghampiri asrea dan tersenyum sambil mengelus kepala gadis lugu itu.

"Sekarang kita akan meningkatkan kekuatan kalian semua secara individu…"

"Hah…?"

"Rigma aku tahu maksudmu baik… tapi bagaimana caranya…?"

"Benar etranger itu tidak mudah naik level atau menjadi kuat loh…"

"Tenang aku tahu caranya… aku akan membuat kalian paling tidak sekuat amalia dengan [Perwujudan Jiwa] miliknya… aku juga sudah mendapat izin dari ketua organisasi untuk melatih kalian… jadi ikutlah denganku..."

Awalnya para anggota grup merasa ragu untuk ikut dengan rigma, tapi setelah akbar dan legi maju semuanya berubah.

"Aku memang tidak tahu apa yang akan kamu lakukan… tapi… aku akan percaya padamu…"

"Kalau aku tentu sudah percaya padamu sejak awal pelatihan… jadi apa salahnya mencoba…"

Asrea pun maju meraih tangan rigma tanpa ragu untuk ikut dengannya sebagai rekan paling setia.

"Rigma… aku yang paling mengenal dirimu… kamu bukan orang yang suka membicarakan omong kosong… jadi… kalau kamu bilang bisa… pasti bisa… sebagai rekan aku percaya padamu…"

"Terima kasih asrea…"

"Kalau begitu aku juga…"

"Aku juga…"

"Aku juga…"

Seluruh anggota grup rigma pun memutuskan untuk ikut dalam pelatihan peningkatan kekuatan individu. Tanpa membuat waktu rigma pun menelpon seseorang untuk menjemput mereka yang berada di cabang organisasi pandawa purwakarta.

"Jadi begitu… lokasinya di kantor cabang organisasi pandawa daerah purwakarta… kau tunggu di luar gedung saja… kami akan segera sampai…"

"Ya benar… tolong ya… terima kasih…"

Rigma pun menutup teleponnya setelah selesai mengkonfirmasi lokasi penjemputan dan waktunya.

"Anu rigma kamu bicara dengan siapa…?"

"Ah ini… aku hanya meminta seseorang menjemput kita… ayo semua keluar dari gedung… sebentar lagi jemputan kita akan datang…"

Saat keluar dari gedung seluruh orang yang berada di sekitar kantor cabang tercengang, begitu juga grup rigma. Asrea terus menganga karena melihat salah satu pesawat induk Indonesia terbang rendah tepat di atasnya.

"Ayo semua jemputan kita sudah datang…"

"HAAAHH...!?"

Di dalam ruangan khusus pimpinan organisasi pandawa, yuda juga terkejut melihatnya. Namun ia memancarkan senyuman karena melihat hal menarik yang dilakukan rigma.

"Hahaha… benar-benar anggota baru yang menarik… tidak rugi aku memasukkannya ke organisasi dan guild…"

Hasil & Persiapan

Di tempat lain pada waktu yang sama, seluruh komandan militer di Ibukota sedang menunggu laporan dari organisasi pandawa. Seorang komandan bertubuh gemuk terlihat sangat tidak sabar menunggu. Ia juga terus mengetuk meja rapat dengan jari telunjuk sambil menggigit cerutu di mulutnya.

"Kenapa mereka selalu telat memberikan laporan…!"

"Sabar bung… mereka memiliki kekuatan istimewa yang bahkan tidak bisa kita usik… semua rencana kita akan gagal kalau berseteru dengan mereka…"

"Sialan… mentang-mentang mendapat dukungan penuh dari dunia bawah…!"

"Ya… selain mereka mendapat dukungan penuh… kekuatan mereka juga bisa dibilang imbang dengan organisasi palapa… itu sebabnya kita melakukan perjanjian di balik bayang dengan mereka… bersyukurlah karena mereka tidak akan mengganggu kita..."

"Ya aku tahu…! Tapi sebagai sekutu mereka harus lebih menghormati kita…"

Pintu ruang rapat tiba-tiba terbuka dan seorang prajurit wanita yang membawa tumpukan dokumen pun masuk.

"Maaf membuat anda menunggu… ini laporan serta daftar nama orang-orang yang berpartisipasi pada misi darurat… laporan dari organisasi pandawa ini baru kami terima beberapa menit yang lalu…"

"Hoo banyak juga… mereka ternyata menepati janji untuk membantu kita…"

Saat sang wanita dari divisi informasi dan data hendak pergi meninggalkan ruang rapat, salah satu komandan menghentikannya.

"Tunggu…! boleh aku tanya… apa bocah bernama Rigma Sanja Dawala terdaftar sebagai orang yang ikut serta…?"

Langkah sang wanita pun berhenti tepat di depan pintu keluar dan membalikkan badannya.

"Tidak ada… saya sudah memeriksa semua nama yang masuk dari organisasi pandawa… tapi saya tidak menemukan nama Rigma Sanja Dawala di daftar tersebut…"

"Cih…! Jadi tidak ada ya… kamu boleh pergi sekarang…"

"Terima kasih pak… saya permisi…"

Suasana ruang rapat yang gelap kembali terasa suram dan tegang ketika tahu rigma tidak ikut dalam misi darurat.

"Jadi dia juga melindungi anak ini... "

"Rencana untuk menyingkirkan anak aldiano lagi-lagi tertunda ya…"

"Ya mau gimana lagi… kita juga hanya menyisipkan rencana membunuh anaknya secara diam-diam saat perang pecah… rencana ini bukan rencana utama kita… jadi tidak perlu terlalu dipikirkan…"

Komandan wanita mengingatkan kedua komandan yang begitu terobsesi dengan anak aldiano untuk tetap tenang.

"Ya mau bagaimana pun… kita saat ini harus fokus pada kelompok revolusioner dan meratakan mereka hingga tak tersisa…"

"Kalau begitu mari kita mulai rapat strateginya…"

Para komandan militer yang identitasnya masih tertutup oleh bayangan pun melanjutkan rapat mereka. Semua orang di sisi pemerintah Indonesia dan sisi kelompok revolusioner sama-sama bersiap untuk pertempuran penghabisan dalam 2 minggu.

Bersambung…

avataravatar
Next chapter