1 Bagian 1 - Atlas

Dari salah satu 4 menara tinggi besar yang menghiasi sisi-sisi Kerajaan Daun di tengah perkotaan jaman kerajaan yang ramai, Zenovia de Wina yang merupakan Putri Kerajaan Daun berusia 13 tahun berkulit serta berambut putih panjang terlihat tengah memandangi salah satu sudut Ibu Kota sambil memikirkan akan suatu hal tentang yang dilihat serta dirasakannya.

"Aku tidak tahu tentang apa saja yang akan terjadi di kota ini maupun dunia ini dan aku hanya tahu aku harus menegakkan keadilan serta menjaga kedamaian itu sendiri" kata Putri Zenovia dalam hati melihat orang-orang berjalan di jalanan yang masih berupa tanah lurus di Ibu Kota

"Aku Zenovia, seorang putri dari suatu kerajaan di wilayah utara dunia bermimpi akan menyatukan seluruh kekuatan yang ada di dunia baru ini!" tekad Putri Zenovia sambil menggenggam jendela kuat-kuat

"Kau tidak akan mampu, kita tidak tinggal di sebuah negara yang memiliki kekuatan untuk mengubah hal sebesar itu" kata Ratu Wina yang memiliki rupa fisik hampir sama dengan putrinya yang tiba-tiba datang dari belakang Putri Zenovia

"Ibu?" kata Putri Zenovia dalam hati yang terkejut mendengar perkataan Ratu Wina yang sekarang berdiri di sampingnya

"Apakah itu berarti keinginanku terlalu tinggi untuk ukuran seorang putri kerajaan dari kerajaan biasa?" tanya Putri Zenovia kepada Ratu Wina

Ratu Wina kemudian menghela nafas sebentar baru kemudian menjelaskan pertanyaan putrinya.

"Ibu akan menceritakan sebuah perihal yang akan membuatmu mengerti akan itu. Atlas, sebuah nama dunia yang disepakati oleh para nenek moyang bangsa-bangsa di seluruh penjuru dunia yang mana dunia yang baru ini tercipta karena serangkaian peristiwa-peristiwa yang melibatkan dimensional spasial dan temporal dari berbagai bangsa dan kekuatan yang berbeda-beda dari tempat di suatu dunia dan waktu yang berbeda-beda pula. Mereka yang awalnya bereksperimen untuk membuka sebuah gerbang dunia baru sebagai ajang untuk pamer kekuatan dan kekuasaan kepada bangsa-bangsa lain di dunianya justru berakibat fatal karena di saat yang berbeda suatu kelompok maupun suatu bangsa dari dunia yang berbeda juga melakukan hal yang sama untuk mencoba membuka gerbang menuju dunia lain atau baru dengan sebagiannya berhasil dan sebagiannya banyak yang gagal. Mereka yang berhasil dan masuk ke dunia baru tersebut diceritakan tidak bisa kembali ke dunia asal mereka karena Atlas atau dunia baru dari kumpulan pecahan-pecahan kehidupan dari dunia berbeda ini merupakan ujung dari sebuah dimensional spasial yang tidak mengizinkan mereka yang masuk untuk kembali ke dunia asal mereka atau pergi ke dunia lain tetapi satu hal yang perlu diperhatikan di sini, Atlas hanyalah ujung dari dimensi ruang yang tidak mengizinkan siapapun yang masuk untuk pergi darinya tapi bukan ujung dari dimensi waktu yang tidak mengizinkan orang di Atlas untuk berkomunikasi dengan orang dari dunia asalnya maupun dari dunia berbeda hanya saja selisih komunikasi tersebut biasanya tergantung kekuatan dari si pengirim sinyal. Awalnya orang-orang dari berbeda dunia ini saling bermusuhan dan saling menjatuhkan bahkan sebagianya tidak tanggung-tanggung untuk meminta bantuan dari dunia asalnya untuk menghancurkan dan menguasai pihak lain dari dunia berbeda. Setelah hampir 100 tahun mereka saling berperang akhirnya munculah ide untuk membatasi wilayah konflik masing-masing sehingga mereka yang dari wilayah konflik satu tidak diizinkan untuk memasuki wilayah konflik yang lain dan juga untuk memutuskan nama bagi dunia baru ini. Kesepakatan pun terjalin melalui diskusi panjang dan memakan waktu yang akhirnya memunculkan sebuah perjanjian berskala global pertama bernama Piagam Atlas yang mana wilayah konflik dibagi menjadi 4 Utara, Timur, Selatan dan Barat serta penamaan bagi dunia baru ini bernama Atlas dan juga beberapa perumusan yang melarang dan membolehkan beberapa tindakan bagi seluruh pihak yang ada. Dari sini apa kau paham?" terang dan tanya Ratu Wina

"Ibu aku paham, jadi pada dasarnya Piagam Atlas adalah dasar dari terciptanya peredaan konflik, pembatasan konflik, bahkan menjadi penghapus dari konflik itu sendiri. Bukankah dari situ kita bisa dengan mudah mewujudkan yang namanya perdamaian?" jawab dan tanya Putri Zenovia

"Tidak semudah itu Nak, kita semua tahu bahwasanya perang adalah jawaban dari ego pihak-pihak terkait yang mana selama perang masih dalam batas wilayah pihak tersebut berada artinya tidak ada pelanggaran yang tejadi" jawab Ratu Wina

"Sayang sekali sepertinya dunia yang sekarang sudah menjadi batas akhir dari perdamaian itu sendiri yang artinya Dunia hanya akan sedikit lebih baik lagi, sedikit..." kata Putri Zenovia memikirkan kembali keinginannya

"Dahulu setelah terciptanya Piagam Atlas Dunia tidak serta merta bisa damai seperti sekarang, ada beberapa konflik dan intrik dari pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar yang pada akhirnya memaksa semua orang untuk berpikir dan mencoba menjalin persaudaraan antar sesama, jadi Zenovia cita-citamu tidaklah salah hanya saja kesadaran seperti yang kau impikan hanya akan terwujud jika ada konflik besar dari pihak yang memiliki kekuatan dan pengaruh besar pula" kata Ratu Wina mendekati Putri Zenovia dan merapikan rambut Putri Zenovia

"Ibu?" gumam Putri Zenovia memandangi wajah Ratu Wina

"Raja Wilhelm dari Kerajaan Garlic dianggap sebagai pemimpin negara paling bijak kala itu. Diceritakan ketika Sang Raja tengah berada dalam kekuasaan yang besar, memiliki pasukan terlatih dalam jumlah besar, persenjataan yang luar biasa, hingga semua orang kala itu mulai berpikiran bahwa Kerajaan Garlic akan berperang melawan penguasa dunia saat itu yaitu Kerajaan Agung Akea di bawah pemimpin besar mereka Lord Akea yang jelas hampir tidak dapat tertandingi kemampuannya berserta bala tentaranya yang luar biasa tetapi Raja Wilhelm dengan tegas menolak hal tersebut meskipun Akea terus-menerus merangsak ke utara mendekati wilayah paling selatan Garlic karena Raja Wilhelm sadar konflik besar dari 2 kekuatan terbesar hanya akan mengakibatkan kedua belah pihak hancur. Untuk mengatasi hal ini secara terang-terangan Raja Wilhelm memutuskan segera disetujuinya sebuah perjanjian menuju kedamaian yang kita kenal sekarang sebagai Piagam Atlas yang jelas deklarasi sang Raja membuatnya di cap sebagai penakut bahkan oleh orang-orang di luar Dunia Utara tetapi Raja Wilhelm memiliki alasan tersendiri di mana ia ingin penguasa bertindak sebagai yang berkuasa untuk memberikan keadilan dan menghindarkan wilayahnya dari konflik dan mencontohkan konflik terbesar sebelum Piagam Atlas tercipta yaitu perang antara Kerajaan Putih melawan Kerajaan Sakura di Dunia Timur sana yang mana Kerajaan Sakura berhasil menjadi pemenang dan penguasa tunggul dunia saat itu. Meskipun menjadi pemenang dan dianggap sebagai penguasanya dunia saat itu tetapi mereka tidak berani berperang lagi melawan musuh-musuh mereka karena kekuatan besar yang awalnya mereka miliki sebelum perang melawan Kerajaan Putih telah hilang hampir seluruhnya dan menjadikan mereka kuat dari luarnya saja sementara kekuatan mereka yang sesungguhnya tengah bersemayam di ibu kota menjaga pusat pemerintahan dari kekalahan yang dapat mereka alami jika terjadi perang dalam waktu dekat dan benar saja sedikit demi sedikit mereka hancur perlahan sebelum akhirnya bangkit kembali dan selamat dari kehancuran total dan berdiri hingga sekarang. Singkat cerita selepas terbentuknya Piagam Atlas yang kala itu disponsori Raja Wilhelm sebagai bentuk penolakan perang terhadap Akea, orang-orang mulai menganggap Raja Garlic kala itu sebagai raja besar yang sesungguhnya yang membuat Lord Akea geram dan menyiapkan pasukan dalam jumlah besar untuk berperang melawan Kerajaan Garlic tetapi sebelum itu terjadi Raja Wilhelm telah meninggal karena sakit. Kedua anak Raja Wilhelm yang sebelum sepeninggal ayah mereka belum ada yang dilantik sebagai penguasa selanjutnya memutuskan membagi kekuasaan dan kekuatan menjadi 2, kiri untuk anak pertama dan kanan untuk anak kedua bahkan kedua penguasa baru ini juga mendeklarasikan keengganan mereka untuk berperang melawan Akea dan meminta Akea memberikan hak kebebasan kepada wilayah-wilayah yang didudukinya, sebagai ganti akan hal tersebut kedua kerajaan pecahan Garlic akan memberikan kemerdekaan penuh kepada wilayah-wilayah yang mereka kuasai sebelumnya dan beberapa wilayah otonom. Lord Akea menantang dan mereka menyanggupi dan pecahlah Kerajaan Garlic yang awalnya hanya 2 kerajaan menjadi 11 kerajaan kecil. Melihat hal tersebut Lord Akea menjadi salut akan tekad dan jiwa besar mereka yang meski memberikan kemerdekaan kepada 9 kerajaan lain mereka juga membagi rata harta dan pasukan mereka yang membuat Akea memutuskan memberikan kemerdekaan kepada wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai tetapi dengan syarat memberikan pajak yang biasanya mereka berikan ke Akea selama 10 tahun ke depan sebagai akhir dari kekuasan Akea atas mereka" terang Ratu Wina yang sekarang melepas tangannya dari rambut Putri Zenovia

"Jika sekarang tidak ada satupun konflik besar yang melibatkan kekuatan besar artinya Dunia sudah cukup damai" kata Putri Zenovia kembali memandangi seisi Ibu Kota terutama pasar di dekat benteng pertahanan Istana

"Seperti itulah" kata Ratu Wina yang ikut melihat ramainya pasar di dekat benteng pertahanan Istana

"Dan jika akan ada konflik lagi aku harap akan muncul seorang pahlawan besar dari rakyat biasa" kata Putri Zenovia sambil melihat 2 orang anak laki-laki yang sedang mengangkat sebuah barang kepada seseorang

"Terdengar seperti kisah sebelum tidur dan itu bisa saja nyata" kata Ratu Wina

Sementara itu di tempat yang jauh tinggallah seorang anak perempuan kecil berusia 10 tahun berfisik kecil, berkulit putih serta berambut hitam panjang bersama dengan ayahnya di sebuah desa di pinggir kota. Dari dalam kamarnya anak tersebut yang bernama Lily Putih mencoba mendekati ayahnya yang tengah duduk di ruang keluarga untuk mengabari sesuatu.

"Ayah sebentar lagi ada penerimaan murid baru di Akademi Arktik, aku ingin ikut Ayah, bolehkan Ayah? Aku berjanji akan bersungguh-sungguh untuk menjadi murid teladan di sana" bujuk Lily Putih sambil memegangi tangan ayahnya

"Tidak Nak, kau tidak boleh ke sana, sekolah saja di sekolah biasa. Kalau mau kau bisa mengikuti program pelatihan biasa yang ada di Kota" tolak Ayah

"Huhhh, ayolah Ayah, aku janji akan terus berusaha semaksimal mungkin. Aku janji akan membanggakan Ayah, membuat bangga Ayah dan Ibu" bujuk ‌Lily Putih yang masih memegangi tangan ayahnya

"Kau tahu siapa namamu?" tanya Ayah

"Namaku adalah Lily Putih" jawab Lily Putih seolah memastikan keraguan ayahnya

"Sama seperti makna yang terkandung dalam bunga Lily Putih, kau diharapkan sebagai lambang kesucian, kemurnian, ketulusan, kemuliaan, pengabdian juga persahabatan oleh ibumu. Lily, apa yang membuatmu ingin menjadi kuat dengan masuk ke akademi tersebut?" tanya Ayah

"Ayah, aku ingin bisa menjadi kebanggaan untuk Ayah, Ibu dan Kakek" jawab Lily melepas genggamannya dari tangan ayahnya

"Jika hanya ingin menjadi sebuah kebanggaan kau bisa menjadi murid teladan di sekolah biasa dan menjaga persaudaraan dengan lingkunganmu, jika butuh kekuatan kau bisa belajar kekuatan dengan mengikuti program-program pelatihan yang ada di kota" kata Ayah

"Tetapi Ayah, agar bisa mewujudkan apa yang menjadi harapan Ibu aku butuh kekuatan untuk itu! Aku butuh sesuatu yang lebih Ayah" kata Lily meyakinkan ayahnya

"Lily, saat ini aku yakin kau dapat bersungguh-sungguh untuk itu dan menjadi kuat, tetapi suatu saat nanti kau akan menyadari semua yang kau raih tidak akan membuatmu bisa menjadi lebih baik dari sekarang" kata Ayah

"Kenapa Ayah?" tanya Lily

"Karena dulu ayah pernah bercita-cita masuk Angkatan Militer Negara tetapi ketika sudah mempersiapkan semuanya dengan menjadi kuat ayah tidak jadi mengikuti Seleksi Militer karena banyaknya orang-orang di sana yang memanfaatkan kekuasaannya untuk bertindak sesuka mereka, belum lagi jika terjadi konflik di atasan maka hampir semua orang terkena dampaknya dan pada akhirnya ayah hanya menjadi orang biasa dengan kehidupan yang biasa juga" jawab Ayah

"Tujuanku hanya membuat bangga Ibu, Ayah dan Kakek" kata Lily

"Jika hanya itu dengan melakukan apa yang ayah katakan tadi seperti halnya anak-anak lainnya itu sudah membuat bangga kami Nak" kata Ayah

"Ayah, aku mohon, setidaknya beri aku kesempatan 1 tahun di sana. Aku juga memiliki keinginan untuk belajar di sana, setidaknya 1 tahun dulu Ayah" bujuk Lily

"Tidak Lily" jawab Ayah

"Kenapa? Kenapa Ayahh??" tanya Lily dengan raut wajah kecewa

"Karena hanya kau yang ayah punya, ibumu sudah tiada, ayah tidak ingin kehilanganmu meskipun itu hanya sebentar. Lily, ayah akan mengizinkanmu masuk ke sana tetapi tahun depan saja ya Lily, ayah berjanji padamu. Saat ini ayah masih kesepian karena tidak ada ibumu, ayah tidak sanggup jika harus berpisah denganmu, setidaknya beri ayah waktu untuk bersamamu lebih lama Lily, setelahnya itu terserah padamu" jawab dan pinta Ayah berdiri sambil memegangi kepala Lily

"Ayah? Aku mengerti, tetapi tahun ini aku tidak sekolah ya" kata Lily pasrah

"Iya Lily, terimakasih" jawab ayah mengangkat tangannya dari kepala Lily

"Terimakasih, maaf Ayah" kata Lily

"Kau memang anak yang baik Lily" kata Ayah sambil tersenyum ke arah Lily

"Ayah??" gumam Lily yang tiba-tiba merasa bersalah

Keesokan harinya ayah Lily yang tengah mempersiapkan perabot untuk bercocok tanam di kebun samping rumah kemudian memanggil Lily dari kebun.

"Lily kau sudah selesai belum sarapannya? Kalau sudah ayo bantu ayah" tanya Ayah

"Sudah Ayah, sudah dari tadi" jawab Lily segera membuka pintu dan menemui ayahnya

"Cepat sekali" kata Ayah yang tiba-tiba melihat kedatangan Lily dengan segera

"Hehe mungkin karena lapar" kata Lily

"Kalau sudah Lily tolong bantu ayah ya bercocok tanam di kebun" pinta Ayah

"Iya Ayah jadi kita mulai dari mana dulu?" tanya Lily melihat banyaknya rumput yang tumbuh di kebun

"Dari mencabut rumput dulu" jawab Ayah

"Banyaknya" kata Lily yang kebingungan

"Tidak harus selesai hari ini, kita masih banyak waktu untuk menyelesaikan ini semua sekalipun 1 minggu tidak masalah" kata Ayah

"Baiklah Ayah ayo kita lakukan" kata Lily bersemangat

Lily dan ayahnya pun mulai mencabuti rumput dan membersihkan area kebun di samping dan belakang rumah mereka sampai tegaknya Bintang Golden yang merupakan bintang induk dunia tersebut di atas kepala mereka.

"Ayah ini sudah mulai panas kita sudahi dulu saja ya, terlebih sudah hampir selesai. Kalau kita lanjutkan besok tidak sampai siang kita sudah bisa menanam beberapa tumbuhan" pinta Lily yang sudah begitu lusu dan berkeringat

"Sekarang pilihan ada ditanganmu Lily, belajarlah memilih 1 pilihan dengan bijak di antara 2 pilihan yang sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pilihan pertama kau bisa memilih melanjutkan ini setelah istirahat sampai sore nanti sehingga besok bisa langsung menanam atau pilihan kedua memilih melanjutkan besok saja sehingga kita memiliki banyak waktu luang untuk melakukan kegiatan lain" terang Ayah yang masih mencabuti rumput

"Huhhh" gerutu Lily yang kebingungan sambil mengusap keringat di keningnya

"Kau bisa memilihnya nanti setelah kita istirahat, jangan lupa jika sudah mengambil keputusan sertakan juga alasanmu memilihnya" kata Ayah yang kemudian berdiri

"Iya Ayah" kata Lily melanjutkan mencabuti rumput

"Sekarang saja istirahatnya, kau sudah terlihat cukup kelelahan" kata Ayah berjalan menuju rumah dari pintu belakang

"Ii, iya" kata Lily mengikuti

Setelah mereka masuk ke dalam rumah dan membersihkan badan serta beristirahat sebentar ayah Lily pun mulai masuk ke dalam dapur untuk memasak makanan yang akan mereka makan siang itu.

"Sebentar Lily, ayah ke dapur dulu memasak tunggulah di dalam" kata Ayah yang mendekati dapur

"Iya Ayah" kata Lily

Setelahnya Lily pun duduk menunggu di depan meja makan menunggu makanan yang masih dimasak ayahnya sambil memikirkan kembali pilihan apa yang akan ia ambil.

"Semuanya tampak menjanjikan, jadi apa ya? Apa aku harus pilih melanjutkan sampai sore? Hmm sepertinya begitu" gumam Lily

Tiba-tiba setelahnya Lily pun mendengar suara perabot yang jatuh dari dapur.

"Suara apa itu? Tidak aku sangka Ayah juga bisa memasak" kata Lily tanpa sadar

Ayah Lily kemudian mendekati Lily yang sedang ada di meja makan dengan masih membawa perabot masaknya.

"Heyy Lily bicara apa kau tadi?" kata Ayah

"Hmm, aku? Ehh, huaaaaa maaaff Ayah aku tidak sengaja!" teriak Lily ketakutan

"Jangan karena kau sedang bimbang memikirkan sesuatu lantas membuatmu kehilangan akal sehatmu" kata Ayah mengangkat perabot di tangan kanannya

"Iya Ayah maaf, aku tidak sengaja" kata Lily sambil mengangkat tangannya melindungi kepalanya

"Kenapa denganmu? Ada apa dengan kepalamu? Sakit ya? Sini ayah obati" tanya Ayah

"Tidak Ayah tidak apa-apa hehe" jawab Lily menurunkan tangannya

Ayahnya kemudian menarik telinga kiri Lily dengan pelan.

"Ahh sakit Ayah, maaf" kata Lily

"Sakit? Padahal ayah hanya menarik pelan, maksud ayah adalah ayah mau mengelus telingamu ini mungkin saja ada kotoran atau bagaimana" kata Ayah

"Huhhh" kata Lily

"Hehe, oh iya ayah lupa bentar ya Lily" kata Ayah kemudian meninggalkan Lily menuju dapur kembali

Setelah makanan jadi dan mereka selesai memakannya ayah Lily kemudian menanyakan pilihan apa yang akan diambil Lily selanjutnya.

"Lily sudah pukul 1, jadi pilihan apa yang akan kau ambil?" tanya Ayah

"Melanjutkan sampai selesai" jawab Lily

"Alasan?" tanya Ayah

"Semakin cepat selesai semakin banyak hal yang dapat kita lakukan ke depannya" jawab Lily

"Baiklah, setelah ini kita lanjutkan ya Lily" kata Ayah

"Iya Ayah" kata Lily

Mereka kemudian melanjutkan kegiatan mereka membersihkan kebun dengan keesokan harinya mereka mulai menanam dan mengganti beberapa tanaman hingga beberapa hari berikutnya sebelum akhirnya selesai di hari Sabtu sore. Keesokan harinya Lily yang ingin melihat-lihat hasil pekerjaannya di kebun kemudian berhenti sejenak ketika melihat sekumpulan bunga di dekat tanaman berduri. Beberapa saat kemudian pandangan matanya beralih ke replika bunga lily putih yang ditempatkan ayahnya di tengah-tengah bunga yang lain.

"Sejauh ini aku hanya pernah melihat bunga ini sekali di pasar bunga, selebihnya hanya replika-replika seperti yang Ayah beli dan tempatkan di sini" gumam Lily

Setelahnya Lily pun melanjutkan berkeliling kebun tetapi baru beberapa langkah berjalan kakinya secara tidak sengaja menginjak plastik yang masih basah yang membuatnya terpeleset jatuh di atas tanaman berduri di samping kanannya.

"Aaaaaaaaa!!" teriak Lily kesakitan dalam posisi terjebak di tanaman berduri

Lily pun dengan segera mencoba bangkit dari jatuhnya tetapi gagal dan justru tangan serta badannya semakin tergores duri hingga mengeluarkan luka.

"Kenapa juga harus jatuh di atas duri seperti ini" gumam Lily

"Aku harus berdiri sendiri, tetapi sakit sekali hahh" gumam Lily kembali mencoba berdiri tetapi kembali terjatuh di atas duri

Sementara dari dalam rumah ayah Lily yang mendengar suara anaknya berteriak langsung berlari ke luar melihat kondisi Lily.

"Lily kau tidak apa-apa Nak?" tanya Ayah melihat Lily tidak sanggup berdiri

"Ayah sakit" jawab Lily sedih

"Sini ayah bantu berdiri, ayah akan menggendongmu ke dalam" kata Ayah mengulurkan tangannya

"Iyaa" kata Lily mengulurkan tangan ke ayahnya dan dibawalah ia ke dalam rumah untuk diobati oleh ayahnya

"Lily apa kau sakit?" tanya Ayah

"Sudah lihat aku begini masih saja bertanya" gerutu Lily

"Ayah mengetahuinya, karenanya ayah ingin tahu apa yang membuatmu kesakitan, terpeleset kemudian terkilir atau terjatuh dan mengalami luka" tanya Ayah melihat luka yang cukup banyak di kedua tangan Lily

"Dua-duanya" jawab Lily

"Tidak ada pilihan dua-duanya, kau harus memilih salah satu seperti biasanya" jelas Ayah

"Ayah selalu saja memberiku 2 pilihan untuk memilih salah satu" gerutu Lily mengusap luka di kedua tangannya ke sofa di bawahnya

"Itu karena ayah ingin kau bisa mengerti situasi yang membuatmu sulit, dengan mengerti situasi dan kondisi maka kau bisa memilih jalan keluarmu sendiri" kata Ayah

"Iya Ayah, yang membuat sakit adalah terjatuh di atas duri, rasanya sangat sakit hingga tanganku banyak yang luka" kata Lily

"Berarti kakimu tidak masalahkan jika tidak ayah obati?" tanya Ayah

"Heee? Ayahh!" kata Lily dengan wajah serius

"Hehe iya ayah tahu" kata Ayah

"Sepertinya aku akan beristirahat cukup lama sampai besok" kata Lily

"Lily, ayah akan memeriksa lukamu sekali lagi" kata Ayah sambil memeriksa luka Lily sekali lagi

"Iya Ayah terimakasih" kata Lily

"Lily, sebenarnya ada beberapa hal yang ingin ayah ungkapkan kepadamu, ini sangat penting dan ayah harap kau siap menerimanya" kata Ayah

"Ayah? Ada apa?" tanya Lily penasaran

"Ayah ingin mengatakan sesuatu kepadamu, Lily kau adalah satu-satunya anak kami" kata Ayah

"Iya Ayah aku tahu" kata Lily

"Ayah belum selesai berbicara, jadi Lily karena kau adalah satu-satunya putri kami maka berbagai cara telah kami lakukan untuk bisa selama mungkin bersamamu. Bukan karena kami tidak memiliki cara lain untuk itu tetapi karena keadaan yang memaksa kami untuk menanggung semua rasa sakit sendirian dan tidak menceritakan apa yang kami alami kepada orang lain" terang Ayah

"Ayah? Maksudnya?" tanya Lily

"Seperti yang kau ketahui ibumu meninggal karena sakit di Rumah Sakit. Sebenarnya sebelum itu ibumu masih bisa menahan rasa sakitnya dengan menekan semuanya menggunakan kekuatan medisnya, tetapi karena hari itu, hari di mana ibumu bertugas dalam misi relawan yang dibentuk Kota untuk memberantas hewan-hewan buas yang menyerang pedesaan tidak jauh dari sini. Ibumu beserta rekannya dihadang oleh seseorang pengguna 2 pedang, ia memperingatkan kepada semua orang yang ada di sana jika ingin menghentikan hewan-hewan buas yang ada di sana maka mintalah pihak Kota atau Kerajaan untuk turun tangan daripada ia melawan orang-orang sipil seperti mereka. Pihak Kota sempat dihubungi oleh salah satu dari mereka tetapi mereka belum bisa memberikan bantuan. Para relawan ini mulai bingung apakah tetap melanjutkan misi mereka atau mundur. Untuk sementara ini ayah ingin bertanya kepadamu Lily, keputusan apa yang akan kau ambil?" terang dan tanya Ayah

"Melawan orang tersebut rasanya cukup mustahil bagi seorang warga biasa, meskipun beberapa di antara mereka adalah orang-orang terbaik dengan kekuatan terbaik di daerah mereka tetapi kekuatan terbesar dan terunggul adalah milik mereka yang mempelajari kekuatan dari pusat akademi kekuatan dan guru-guru besar yang bersedia menurunkan ilmunya. Ayah jika aku berada di posisi mereka aku akan mundur" jawab Lily

"Tetapi ada beberapa orang di sana yang pernah belajar di Akademi Arktik. Mereka mencoba meyakinkan orang-orang untuk menyerang orang yang mengancam mereka, apa kau tetap berada di pilihanmu?" tanya Ayah

"Itu, entah kenapa aku tidak bisa begitu yakin dengan mereka, aku tetap memilih mundur" jawab Lily mulai mengenang kembali masa-masa kecilnya bersama ibunya dengan menghabiskan banyak waktu di Taman Kota

"Jadi Lily, ibumu beserta beberapa rekannya memilih melawan orang tersebut, diakhir orang tersebut berhasil dikalahkan tetapi berhasil kabur. Dalam pertarungan tersebut tanpa disadari orang tersebut menanam sebuah penyakit yang tidak bisa disembuhkan kepada beberapa orang termasuk ibumu. Setelah mengetahui adanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan tersebut ibumu memilih menekan penyakitnya dengan kekuatannya untuk bisa terus bersamamu setidaknya untuk waktu yang lebih lama sebelum semuanya berakhir ketika ibumu sudah tidak kuat lagi dan harus dilarikan ke Rumah Sakit dan beberapa hari kemudian kita harus kehilangan dia. Lily sebenarnya ayah juga memiliki semacam penyakit yang masih bisa disembuhkan tetapi obatnya sangat sulit diketemukan. Ayah tahu dalam beberapa waktu waktu ini ayah akan meninggalkanmu, ayah mulai tidak kuat menahan rasa sakit ini meski sudah dibantu obat dan kekuatan penyembuhan milik ayah tetapi semua ada batasnya untuk bertahan dan beberapa waktu lagi maaf Lily kau akan sendirian" terang Ayah

"Aaaa, aaaa, aa" Lily pun berusaha untuk mengatakan sesuatu tetapi tidak bisa karena kesedihan yang sudah begitu larut di dalam hatinya mendengar penjelasan ayahnya

"Lily jangan sedih Nak, setelah ini jangan lupakan hal yang terpenting dalam hidup yaitu orang-orang yang kau sayangi. Suatu saat mungkin kau akan mengenal orang yang begitu dekat denganmu hingga kau sangat menyayanginya, lindungilah dia dan 1 hal lagi pilihlah 1 pilihan yang menurut keadaan dan hidupmu itu baik untukmu, jangan pedulikan kata orang lain, ini kehidupanmu bukan mereka" pinta Ayah sambil memeluk Lily yang masih terbaring di atas sofa

"Ayah? Iya aku mengerti" jawab Lily yang mulai membaik dari sedihnya

"Lily terimakasih, ayah sudah mengganti nama rumah ini menjadi namamu jauh-jauh hari sebelumnya, jadi jika kita diharuskan untuk berpisah kau bisa memilih jalan hidupmu sendiri termasuk rumah ini" kata Ayah mulai melepas pelukannya

"Ayah, jika saja kalian mengatakan semuanya lebih awal tentu saja kita, kita masih bisa.." kata Lily sambil terbayangkan kebersamaannya dulu bersama kedua orangtuanya

"Jika aku bisa menemuimu lagi orang yang membuat orangtuaku menanggung semua ini maka hanya akan ada 2 pilihan.. Membinasakanmu atau ikut mengeksekusimu bersama Pemerintah Kota!!" kata Lily dalam hati yang sudah begitu kesal akan bayang-bayang penderitaan orangtuanya

"Percayalah inilah yang terbaik, kami sudah memilih sesuatu yang menurut kami adalah yang terbaik, Lily setidaknya kau masih sempat mendengar kebenarannya" kata Ayah

"Iya Ayah" kata Lily dengan wajah memerah dan tiba-tiba diusaplah air mata mata yang menetes di pipinya oleh ayahnya

"Aa, Ayah?.." gumam Lily yang melihat senyum dari Ayah untuknya

Di malam harinya di dalam kamar Lily mencoba merenungkan pesan-pesan dari ayahnya di beberapa hari terakhir sebelumnya.

"Ayah telah mengajariku banyak hal tentang nilai-nilai kehidupan, mengajarkanku tentang apa yang lebih penting dalam hidup, memilih sebuah pilihan dari 2 atau lebih pilihan yang sulit dengan mempertimbangkan berbagai kebaikan dan resiko yang akan jalani. Sebenarnya dari awal Ayah tidak melarangku untuk pergi ke Akademi Arktik tetapi karena sebuah hal yang belum bisa diungkapkan akhirnya Ayah melarangku, itupun hanya setahun, tahun depannya aku bebas memilih apa yang akan kupilih. Hmm oh iya aku jadi teringat Ayah, tetapi kakiku masih agak sakit, sebaiknya aku paksakan dulu sajalah asal bisa bertemu Ayah" gumam Lily kemudian beranjak dari kamarnya

Lily kemudian berjalan menuju kamar ayahnya dan sesampainya di depan pintu kamar ayahnya Lily melihat pintu kamar yang tidak tertutup. Melihat hal itu Lily mencoba memanggil ayahnya untuk memastikan sesuatu.

"Ayah, Ayah, aku masuk ya. Ayah, Ayah di mana?" panggil Lily

Lily mencoba menunggu sebentar di dekat pintu tetapi dikarenakan tidak kunjung ada respon akhirnya ia mulai masuk ke kamar ayahnya.

"Ayah, aku masuk ya?" kata Lily

Ketika sudah sampai di dalam Lily melihat ayahnya dalam kondisi sangat pucat dan dengan segera Lily pun mulai memeriksa keadaan ayahnya tetapi sayang ayahnya telah tiada malam itu juga yang membuat Lily sontak terdiam sejenak dalam keheningan di hatinya.

"A? Ayahhh?" kata Lily yang masih tidak percaya akan kepergian ayahnya

"Aayyyahhhh!!!" teriak Lily tidak sanggup menahan kesedihannya

"Aku tahu Ayah akan meninggalkanku suatu saat nanti dan Ayah sudah mengatakannya tadi siang, tetapi kenapa secepat ini? Kenapa secepat ini Ayah meninggalkanku? Apa karena Ayah sudah tidak kuat lagi? Apa karena Ayah sudah tidak memiliki tanggungan terhadap apa yang sudah Ayah sembunyikan dariku? Apa karena Ayah.... Sudah tidak memiliki sesuatu lagi yang dapat diberikan kepadaku?" kata Lily di samping ayahnya sambil memegangi tangan ayahnya

Beberapa saat kemudian Lily mencoba bangkit dari sedihnya sambil bertekad akan visi hidupnya di masa mendatang.

"Jika semua itu adalah kebenaran maka aku! Lily Putih, seseorang yang sudah kehilangan semua orangtuanya, seseorang yang hidup sebatang kara tanpa kasih sayang dari keluarganya lagi karena kurangnya kekuatan dari mereka untuk melindungi apa yang seharusnya menjadi sesuatu yang mereka lindungi, seseorang yang sudah dibekali tentang makna dari kehidupan oleh orangtuanya, seseorang yang ingin membuktikan kepada Dunia bahwa cita-cita dan harapan seseorang yang terbesar adalah untuk mereka, untuk mereka yang orang-orang yang dicintainya bukan orang-orang yang mereka hormati karena kekuasaan maupun kekuatannya. Aku Lily Putih, berjanji, kepada diriku sendiri akan menjadi kuat, akan mampu mengobati segala rasa sakit, akan menjadi tidak terkalahkan, dan akan menjadi kekuatan bagi mereka orang-orang yang aku sayangi dan menyayangiku. Aku tidak butuh kekuasaan, aku hanya butuh kekuatan untuk mereka yang aku sayangi" tegas Lily mencoba bangkit dari kesedihan

Tidak berlangsung lama setelah menenangkan diri dekat ayahnya Lily kemudian menghubungi Kakek dan tetangganya tentang kabar ayahnya melalui telepon rumah.

Keesokan harinya saat pemakaman ayahnya kakek Lily yang juga turut hadir mencoba menemui Lily yang masih dalam kondisi sedih seusai pemakaman.

"Lily" panggil Kakek kepada Lily yang sedang berjalan kembali

"Iya Kakek?" tanya Lily yang hanya menoleh sebentar dan terus melangkahkan kakinya

"Setelah ini kau bisa tinggal bersama kakek di desa" kata Kakek yang mengikuti dari belakang

Lily kemudian menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap kakeknya.

"Tidak Kek, Ayah telah mengurus semua kebutuhanku, rumah ini sekarang telah menjadi milikku. Di sini aku dibesarkan oleh mereka kedua orangtuaku, di sini pula aku menghabiskan waktu-waktu terakhir dengan mereka, karenanya aku tidak akan meninggalkan rumah ini" kata Lily

"Lily apa kau akan hidup sendirian? Sementara di sini kau belum terlalu mengenal lingkunganmu, jadi setidaknya bersamalah dengan kakek sebentar" bujuk Kakek yang kemudian berhenti di depan Lily

"Maaf Kek, tidak lama lagi akan ada pendaftaran masuk ke Akademi Arktik melalui jalur prestasi di mana hanya mereka yang benar-benar terpilih yang bisa masuk di tengah tahun ajaran dan aku berniat untuk mencoba itu dan Ayah telah menyetujuinya" kata Lily

"Lily saat itu tiba masih sebulan lagi apa kau berniat mempersiapkan semuanya sendirian dalam waktu sebulan?" tanya Kakek

"Iya, setidaknya aku akan mencoba dulu" jawab Lily

"Baiklah aku percaya padamu, semoga berhasil" kata Kakek

"Terimakasih Kek" kata Lily

"Jika ada apa-apa kau bisa hubungi kakek" kata Kakek

"Iya Kek" kata Lily

avataravatar
Next chapter