webnovel

Athlete vs Academician

Arya Chayton, seorang remaja yang sangat menyukai olahraga. Cintanya pada olahraga tak setengah hati. Hampir semua permainan olahraga ia kuasai. Arya terkenal cukup nakal di sekolahnya karena sering bolos pelajaran. Ketika mengikuti pelajaran sekalipun, ia lebih memilih tidur atau berbicara dengan temannya sendiri. Namun saat mengikuti ekstrakulikuler, justru ia paling semangat. Sebaliknya, Arya memiliki teman bernama Amelia Regna. Ia gadis seumuran dengan Arya, dan mereka berteman akrab sejak kecil. Amelia sangat suka belajar dan sering mendapat nilai sempurna di semua mata pelajaran. Tak ada pelajaran yang ia benci, kecuali olahraga. Ia selalu mendapat nilai merah ketika menerima hasil ujian olahraga. Suatu ketika orang tua Amelia mendapat kesempatan untuk bekerja di Denmark. Mau tak mau mereka harus pindah rumah dan berganti kewarganegaraan. Arya terus menunggu hingga bertahun-tahun, mengharap kembalinya Amelia. Sejak itu, rasa cinta Arya pada Amelia mulai tumbuh hingga akhirnya mereka bertemu kembali di universitas yang sama.

Bimbroz · Urban
Not enough ratings
400 Chs

Hukuman Anak Sekolah

Setelah jam pelajaran usai, bel pertanda waktu istirahat berbunyi keras. Bu Ningsih, guru matematika yang sedang mengajar di kelas mereka saat ini masih menyampaikan beberapa materi yang diperlukan mereka untuk menjawab pekerjaan rumah yang telah disiapkan.

Setelah 3 menit memberi petunjuk dan cara mengerjakannya, barulah Bu Ningsih meninggalkan kelas. Kebanyakan siswa merasa jenuh harus mendengar penjelasan angka-angka yang sama sekali tak mereka gemari.

Namun, tanpa menunggu Bu Ningsih jauh meninggalkan kelas, Amelia langsung berjalan cepat, keluar kelas, mendahului teman lainnya. Arya yang melihat Amelia jalan dengan tergesa-gesa, tanpa pikir panjang langsung mengejarnya. Tetapi temannya, Henry mencegatnya, mengajaknya berbicara.

"Eh, Yak. Nanti belajar bareng ya di rumahmu. Aku mana paham sama matematika. Isinya cuma angka doang," kata Henry mengeluh.

"Iya, ya. Dah, aku mau keluar bentar," kata Arya mengiyakan.

"Lah, buru-buru amat. Santai dikit lah… Jam istirahat juga masih lumayan lama," kata Henry, mencoba menenangkan Arya yang terlihat sedang dikejar waktu.

"Mana sempat, keburu orangnya kabur. Nanti aja kalo mau ngobrol, nanti juga masih ketemu di rumahku."

Arya menunggu jawaban dari Henry dan langsung meninggalkannya. Namun sebelum menginjakkan kakinya ke luar kelas, tiba-tiba temannya memanggil namanya. Arya merasa kesal, seakan ia selalu di hadang untuk bertemu dengan Amelia. Sosok yang memanggilnya ialah Bella.

"Eh, Yak. Boleh pinjam catatan matematikamu nggak? Tadi aku sempat ketinggalan, tapi Bu Ningsih tahu-tahu udah hapus papan tulis aja."

"Pinjam aja sama yang lain, kenapa harus aku coba?"

"Tapi kan kamu biasanya kalo nulis catatan paling lengkap, tulisanmu juga bagus. Jadi ya cuma kamu aja yang bisa dipinjamin. Boleh, ya?" kata Bella.

"Yaudah, terserah. Ambil aja sendiri di mejaku." Kemudian Arya meninggalkan kelas.

Setelah perbincangan yang mengganggunya telah usai, Arya lepas dan berlari mencari kemana Amelia pergi. Semua tempat yang sekiranya dipenuhi siswa, dia datangi. Aula, koperasi sekolah, kantin, UKS.

Namun dia sama sekali tak menemukan Amelia dimana pun. Karena membutuhkan waktu dari satu tempat ke tempat lain, tanpa sadar bel pertanda mulai pelajaran berikutnya telah berbunyi.

Arya merasa kesal, menyalahkan jam istirahat sekolahnya yang sangat singkat namun dia belum menemui Amelia sejak tadi. Meski sempat kesal dan marah, dia mencoba untuk tenang dan menjernihkan pikirannya.

Arya sempat memikirkan tempat ramai, dan selalu menjadi langganan saat jam istirahat, ialah toilet. Namun toilet untuk laki-laki dan perempuan di sekolahnya, dipisah dan diberi sekat dinding yang tebal sebagai pembatas. Meski begitu, Arya tak mungkin menerobos masuk ke toilet wanita. Saat berpikir Amelia ada di toilet, justru yang keluar dari sana ialah Bella.

Arya kebingungan, spontan langsung menghampirinya dan bertanya.

"Lho Bel, bukannya tadi kamu ada di kelas? Kok sekarang tiba-tiba di kamar mandi?"

"Lah, emang gak boleh ya, kalau aku ke kamar mandi?" Bella bertanya balik. Arya tak menjawabnya dan menggatik topik pembicaraan.

"Eh Bel, kamu lihat Amel nggak di kamar mandi?"

"Nggak tuh. Emangnya ada apa?" tanya Bella penasaran.

"Dari tadi aku nyari Amel kok nggak ketemu ya. Kamu tahu nggak biasanya Amel kalo pergi kemana?" tanya Arya, pura-pura tidak tahu.

"Ya nggak lah. Amel aja kalo istirahat biasanya bareng kamu terus. Ngapain nanya ke aku," kata Bella seakan Arya seolah sedang menghinanya.

"Biasanya sih gitu. Tapi belakangan ini Amel selalu pergi sendiri dan nggak bilang mau kemana."

"Mana aku tahu. Cari aja sendiri. Buruan masuk kelas sono. Bentaran juga ketemu." Kemudian Bella beranjak ke kelas tanpa memberi petunjuk apapun.

Arya mendadak jadi kesal pada Bella. Setelah dipinjamkan buku catatan, namun sekarang balasannya tak sepadan. Disaat sedang buntu, Arya berusaha kembali tenang. Dan tak lama dia menemukan cara yang tepat agar bisa ngobrol dengan Amelia.

Arya sengaja telat datang ke kelas, dan menunggu guru berikutnya memasuki kelas. Seperti sebelumnya, Amelia masuk ke kelas sesudah guru agar Arya tak mendapat kesempatan untuk berbicara.

Kali ini Arya menunggu guru berikutnya keluar dari kantornya. Setelah menunggu cukup lama, ia melihat gurunya berjalan menuju kelasnya. Dengan perlahan dan sedikit jarak, Arya mengikutinya dari kejauhan. Namun ada yang aneh ketika Arya mendekati kelas. Sejak tadi pun ia tak melihat Amelia dan hanya ada gurunya yang berjalan pelan di depannya.

Setelah itu Arya melihat gurunya memasuki kelas, ia pun mempercepat langkahnya dan masuk kelas. Namun nahasnya, ia dihentikan oleh gurunya ketika berusaha mengikuti pelajarannya.

"Kamu ngapain masuk kelas? Keluar sana!" kata gurunya tegas.

"Lo, kenapa saya disuruh keluar pak. Kan saya nggak terlambat…"

Setelah melihat wajah gurunya, ia baru sadar jika guru yang ia buntuti sejak tadi ialah Pak Wawan, guru paling killer di sekolahnya.

"Kamu terlambat karena masuk sesudah saya."

"Tapi pak, tadi saya ke kamar mandi sebelum masuk kelas. Udah nggak bisa ditahan tadi." Arya mencari alasan agar ia lolos dari hukuman gurunya.

"Nggak usah banyak alasan. Kan saya udah bilang kalo mau ke kamar mandi, nunggu saya masuk kelas dulu. Sekarang kamu keluar dan berdiri di halaman sambil hormat pada tiang bendera."

Mendengar hukuman yang diberikan pada Arya, teman kelasnya tertawa keras, mengejeknya. Arya pun hanya bisa menerima nasib apesnya dengan wajah murung.

Sebelum meninggalkan kelas, Arya melihat seisi kelas, dan ternyata Amelia telah berada di tempat duduknya. Tak memperhatikannya dan membisu diantara suara tawa temannya. Mengetahui hal itu Arya menghela nafas panjang sembari meninggalkan kelas.

"Sialan Pak Wawan. Terlambat dikit aja udah dihukum," kata Arya, bergumam pelan. Anak SD sepertinya sering sekali menghina seorang guru dari belakang.

Arya pikir Amelia telah mengetahui jika jam berikutnya ialah Pak Wawan. Dan saking fokusnya Arya mencari Amelia, dia melupakan hal penting dan terkena hukumannya.

Kemudian Arya berdiri di halaman seraya hormat pada tiang bendera, di bawah terik sinar matahari menjelang siang hari hingga usai pembelajaran di kelas mereka.

Satu jam telah dilewati. Arya seperti mati rasa, seakan ia sedang dipanggang. Kemudian bel pertanda pulang telah berbunyi. Setiap kelas terdengar suara sorakan kebahagiaan. Suara kursi dinaikkan ke atas meja, anak-anak mengemasi buku-bukunya, anak-anak sedang membahas setelah pulang sekolah mereka akan main kemana.

Begitu juga dengan Arya, ia langsung berdiri di depan kelasnya, melihat teman-temannya sedang khusyuk berdoa sebelum pulang. Meski tak mengikuti pelajaran terakhir, Arya juga ikut berdoa.

Setelah itu Pak Wawan keluar dari kelasnya. Ketika Arya ingin memasuki kelas, Pak Wawan memanggil namanya.

"Namamu Arya, kan? Sekarang juga ikut bapak ke ruang guru." Tanpa ngomong panjang, Pak Wawan berjalan menuju ruang guru.

Jangan lupa kirim power stone ya guys. Semoga kalian terhibur dengan cerita Athlete vs Academician. Thanks.

Bimbrozcreators' thoughts