webnovel

Mimpi Absurd

Arya terbangun dari tidurnya, mendadak seluruh tubuhnya basah seakan sehabis mandi keringat. Napasnya tersengal-sengal dan merasa kulitnya seperti terpanggang di dalam kamarnya sendiri. Setelah menolehkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, di atas meja belajarnya ada sebuah pendingin ruangan. Hanya saja mesin itu mati dan Arya tak tahu apa penyebabnya.

Menguap sangat lebar tanpa menutup mulutnya, pemuda itu benar-benar kesal. Kini kedua matanya masih dipenuhi dengan kotoran mata (belek) sehingga pandangannya masih sedikit kabur. Namun memaksimalkan kemampuannya yang bisa melihat dalam kondisi tertentu, Arya bisa melihat kalau jam dinding saat ini tepat pukul 3 pagi. Masih terlalu untuk dirinya bangun tidur maupun melakukan rutinitasnya.

Perlahan Arya mengusap kedua matanya dengan kedua tangan sambil mengingat kembali mimpi yang baru saja terjadi. Arya ingat betul bagaimana mimpi itu berlangsung hingga akhirnya dipaksa bangun oleh suhu ruangan yang semakin memanas. Kemudian ia melepas bajunya lalu melemparnya ke pinggir kasur, lalu bersandar pada dinding. Bahkan dinding kamarnya yang selalu dingin ketika kondisi tertentu, namun begitu punggungnya bersandar pada dinding, Arya merasa tak nyaman lalu memutuskan bangkit dari tempat tidurnya.

Kedua kakinya melangkah lambat menuju saklar lampu dan setelahnya ia memastikan apa yang terjadi. Hanya saja setelah Arya menekan saklar kamarnya berulang kali, lampu di langit kamarnya pun tak kunjung menyala. Jika sudah begitu, Arya bisa menyimpulkan kalau pemadaman listrik pasti sedang berlangsung.

'Sialan. Kenapa harus mati listrik di saat sepert ini? Apa mereka ingin mengganggu waktu tidurku yang nyenyak?' pikirnya dalam hati.

Tak tahu apa yang harus dilakukan, Arya memutuskan hanya berdiam diri dengan duduk di pinggir kasur setelah mengambil ponselnya di atas meja. Pandangannya masih sedikit rabun dan kepalanya terasa sangat pusing. Ia juga tak bisa menyalahkan dirinya sendiri ketika rutinitas paginya harus tertahan dan beralih bermain ponsel.

Walau tangannya memegang ponsel, namun pikiran Arya justru tak terarah. Sekali lagi dirinya memastikan apakah kejadian itu hanya sekedar mimpi atau kebenaran yang terlupakan. Sejauh hidupnya Arya tak pernah mengalami insiden amnesia. Hanya saja dirinya ragu apakah benar jika saat ini dirinya sudah menyandang status yang lebih baik.

Tapi tunggu sebentar, Arya sangat ragu dan tak percaya jika dirinya benar-benar berpacaran. Bagaimana tidak, jika benar gadis yang menjadi pacarnya adalah teman kecilnya yang selalu dinanti dan diidamkan sejak dulu, Arya sesaat akan membentukan kepalanya sendiri dan memastikan kalau semua itu tak benar.

Namun di lain sisi Arya juga sangat kecewa jika momen di mana dirinya menyatakan perasaannya pada Amelia dan dibalas pula rasa cintanya, hanya sebuah mimpi atau rekayasa yang sudah disusun secara struktur oleh otak dan imajinasinya.

Tak ingin membuatnya dirinya semakin penasaran, Arya kemudian membuka history pesan dengan Amelia. Terlihat terakhir mereka saling bertukar pesan sudah cukup lama dan pembahasannya pun juga tidak terlalu penting. Namun begitu melihat history panggilan, Arya bisa melihat nama Amelia terpapar jelas, hanya saja panggilan tersebut sudah cukup lama dan ia tak bisa mengambil kesimpulan yang pasti.

Sebenarnya Arya ingin memastikan langsung dengan bertanya pada Amelia melalui pesan, hanya saja ia bukanlah sosok yang percaya diri dan menanyakan hal sensitif seperti itu pada teman kecilnya. Semakin lama dirinya di dalam keheningan dan kegelapan ini, semakin liar pula pikirannya yang berharap kejadian di mana mereka berpacaran adalah hal yang nyata.

Berpacaran dengan Amelia adalah salah satu prestasi yang Arya catat dalam pikirannya. Sedangkan masih ada beberapa prestasi yang sudah tercapai selaim menjadi pemain basket profesional. Tak ingin berbuat kesalahan dan memalukan, pada akhirnya Arya memutuskan untuk menemui Amelia dan memastikan apakah mereka benar-benar berpacaran tanpa menanyakan hubungan mereka saat ini.

Lampu serta pendingin ruangan tak kunjung menyala, Arya memutuskan merebahkan tubuhnya kembali. Walau saat ini hawa di kamarnya cukup panas hingga mengeluarkan banyak keringat, mau tak mau hanya itu yang bisa ia lakukan sambil menunggu. Tiba-tiba saja Arya mendengar suara langkah.

Oke, sekarang pikirannya semakin ke mana-mana. Ia tak tahu langkah kaki itu milik siapa namun hanya ada satu orang yang Arya yakini jika ialah orangnya. Selain Arya yang memiliki kamar di lantai 2, Sherla, kakak sepupunya juga mendapatkan kamar di lantai yang sama. Arya meyakini jika suara langkah itu miliki Sherla, dirinya sangat yakin.

Akan tetapi Arya merasakan hal aneh. Bagaimana tidak, suara langkah terdengar sesekali lalu hening. Kemudian detik berikutnya suara itu kembali terdengar dan anehnya itu terus berlangsung hingga bulu kuduk Arya berdiri. Terlebih suara langkah yang tadinya mengecil kini semakin mendekat, membuat hati Arya tak bisa tenang dan melihat siapa sosok di balik pintu kamar.

Arya mengambil keputusan yang cukup bodoh. Perlahan ia menutup seluruh tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan selimut. Meskipun tubuhnya benar-benar seperti di panggang, itu jauh lebih baik daripada langsung berhadapan dengan sosok yang tak ia ketahui. Well, jika itu memang kakaknya, untuk apa ia berjalan sekali dua kali dan perlahan semakin mendekat ke kamarnya.

Selama tinggal di rumah Arya, kakak sepupunya tak pernah ke kamarnya jam 3 pagi, apalagi sekarang kondisi sangat tidak memungkinkan mengingat seluruh pencerahan padam dan tak ada yang bisa dilakukan mereka ketika berada di dalam ruangan yang sama selain…

Selama beberapa detik berikutnya, suara langkah atau apapun itu tak terdengar, kecuali telinganya yang terus mendengar suara dengungan di dalam kesunyian ini. Tiba-tiba saja, pintu Arya terbuka dan menghasilkan deritan singkat. Sejenak Arya semakin ketakutan seakan makhluk gaib nampaknya mulai mempermainkan mentalnya.

Arya bukan tipe orang yang suka menonton film horor, namun sekalipun menonton ia tidak ketakutan sama sekali. Tapi perlu diingat kembali, jika semua yang pernah ia saksikan hanyalah sebuah film, yang sudah diatur sebagaimana mungkin oleh para prosedur dan menaikkan adrenalin para penontonya. Tentu semua itu berbeda ketika behadapan dengan yang aslinya.

Bahkan saat menonton film, Arya tak pernah menutup matanya. Sedangkan sekarang… tak hanya matanya saja yang tertutup. Tubuhnya bergidik sampai kedua kakinya menekuk tanpa sadar. Keberanian Arya pada hal-hal gaib hanya sebatas dirinya ketika menonton film saja. Tak ada keberanian sekalipun Arya membuka kedua matanya ataupun mengintip apa yang sebenarnya terjadi di balik selimutnya.

Beberapa detik berikutnya ketika Arya memberanikan diri membuka matanya secara perlahan, tiba-tiba saja Arya bisa melihat tekanan aura yang begitu hebat. Ia bisa merasakan kehadiran sosok yang begitu menegangkan. Tanpa ada tanda-tanda, mendadak sosok itu langsung menarik selimut Arya dan melemparnya jauh-jauh, dan ia bisa melihat wajah sosok tersebut sembari berteriak kencang.

"AAAAAA!!!!"