webnovel

BUKU KUNO

Gerald menatap wanita setengah baya di hadapannya tak percaya.

"Berapa harganya?" tanya Gerald memastikan kembali, jangan sampai harga buku kuno di tangannya menghabiskan isi dompetnya.

Wanita itu tertawa kecil, "Kau tidak perlu membayar, ada harga sendiri nantinya saat kau sudah membaca buku itu."

Gerald memicingkan mata dan mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak mengerti dengan ucapan wanita itu.

Saat ini Gerald tengah berada di sebuah toko barang antik. Entah mengapa ia begitu tertarik memasuki toko ini tadi.

"Bawalah buku ini bersamamu," ujar wanita itu lagi.

"Anda yakin saya tidak perlu membayarnya, Nyonya? Buku ini tampak mahal, anda akan rugi jika memberikan kepada saya," kata Gerald.

Namun, seolah tak peduli, wanita itu meraih buku yang ada di tangan Gerald kemudian memasukkannya ke dalam sebuah paper bag.

"Ini, bawalah. Kau bisa membayar untuk benda lain yang kau inginkan, tapi buku ini bawalah saja. Kelak kau akan mengerti."

"Baiklah, terima kasih banyak, Nyonya," kata Gerald.

Sesampainya di apartemen, Gerald langsung membuka buku dengan sampul kulit domba yang baru saja ia dapatkan. Ternyata isinya tentang tata cara untuk mengadakan perjanjian dengan iblis.

Dalam buku itu disebutkan, ketika ia bersekutu dengan iblis dia akan mendapatkan semua yang dia mau. Harta, tahta, wanita, kenikmatan dunia. Semua bisa ia dapatkan dengan mudah. Hanya dalam satu langkah saja. Perjanjian darah dengan iblis.

Setelah mempelajari caranya, Gerald pun memantapkan hatinya. Dia harus mencoba apa yang buku ini katakan. Kebetulan hari sudah malam. Dibuku itu di tuliskan ritual harus di lakukan menjelang tengah malam.

Gerald pun menggambar sebuah lingkaran di lantai kamarnya dengan menggunakan kapur. Kemudian,dia menggambar simbol- simbol yang melambangkan ketujuh iblis yang ada di dalam buku itu. Lalu, Gerald meletakkan lilin di setiap simbol iblis yang digambarnya. Kemudian, dia duduk bersila di tengah- tengah lingkaran itu. Kemudian, ia meletakkan sedikit potongan rambut dan kukunya. Lalu, dengan jarum ia melukai jarinya dan meneteskan darahnya di atas gambar simbol yang sudah ia buat. Kemudian ia pun mulai membaca mantra yang sudah lebih dulu ia hapalkan.

"Aku Gerald Thompson, dengan darah aku membuat perjanjian. Dengan potongan rambut dan kukuku yang melambangkan tubuhku, aku memanggil engkau hai iblis- iblis. Dalam nama Lucifer, Mammon, Asmodeus, Leviathan, Beelzebub, Satan , dan Belphegor aku mengadakan perjanjian dengan kalian. Terimalah darahku sebagai tanda ikatan perjanjian ini," kata Gerald dengan suara lirih.

Gerald menunggu, tidak ada yang terjadi. Apa mungkin harus dengan suara lantang, batinnya berkata.

"Aku Gerald Thompson, dengan darah aku membuat perjanjian. Dengan potongan rambut dan kukuku yang melambangkan tubuhku, aku memanggil engkau hai iblis- iblis. Dalam nama Lucifer, Mammon, Asmodeus, Leviathan, Beelzebub, Satan , dan Belphegor aku mengadakan perjanjian dengan kalian. Terimalah darahku sebagai tanda ikatan perjanjian ini!" Kali ini Gerald berseru dengan suara nyaring.

Teep!

Tiba-tiba lampu di apartemennya mati. Dalam hati Gerald merasa girang. "Ah, ini suatu pertanda," gumamnya. Baru saja ia bersiap untuk membaca mantranya kembali, tiba- tiba pintu apartemennya digedor dari luar dengan keras.

Gerald bergegas membuka pintu dan melihat Alexa tetangganya berdiri di depan pintu, sementara suasana di luar gelap gulita.

"Listrik mati, mungkin ada yang rusak dari basement , dan aku takut jika mati lampu. Boleh aku menumpang sampai listrik menyala kembali?" tanya gadis bertubuh mungil itu. Gerald hanya menghela napas dan membuka pintu apartemennya lebih lebar supaya Alexa bisa masuk ke dalam.

'Ku pikir setan yang datang, nggak taunya memang aliran listrik yang padam!' maki Gerald dalam hati. Ia pun bergegas masuk dan segera membereskan segala peralatan bekas ritualnya tadi. Ia tidak ingin Alexa melihat apa yang sedang ia kerjakan,

Gerald hanya seorang pemuda biasa yang sedang melanjutkan pendidikannya sambil bekerja paruh waktu di sebuah restoran pizza. Pagi hari ia akan berangkat ke kampus, lalu sore sampai malam hari ia akan bekerja paruh waktu. Apartemen yang disewa oleh Gerald bukanlah apartemen yang mahal. Hanya apartemen biasa yang murah dan sangat sederhana.

Kedua orangtua Gerald sudah lama meninggal. Tepatnya, saat ia masih duduk di kelas sebelas. Gerald adalah anak tunggal, sehingga setelah kedua orangtuanya tiada ia hidup sendiri. Sebenarnya ia masih memiliki seorang bibi yang tinggal bersamanya. Namun ketika Gerald mulai kuliah, bibinya kembali ke Manhattan. Sesekali bibinya datang mengunjunginya di California. Namun, akhir-akhir ini kesehatan bibinya juga menurun sehingga tidak dapat terlalu sering datang untuk berkunjung. Beruntung kedua orangtua Gerard mewariskan sejumlah tabungan di rekening mereka yang dapat digunakan untuk biaya hidup Gerald.

Kedua orangtua Gerald adalah ilmuan. Mereka meninggal karena mengalami kecelakaan saat berada di sungai Amazon untuk suatu penelitian. Bahkan sampai kini jenazah mereka tidak pernah ditemukan. Beruntung Gerald memiliki otak yang cukup cerdas sehingga ia pun bisa mendapatkan beasiswa dari universitasnya.

"Kau sedang melakukan apa tadi?" tanya Alexa penasaran.

"Aku hanya sedang melakukan sebuah penelitian. Tapi, listriknya mati, jadi aku tidak bisa mengerjakannya lagi. Oya, kau sendiri apa tidak memiliki lampu emergency di apartemenmu?" tanya Gerald sambil menyalakan lampu emergency miliknya.

"Lampu emergency milikku rusak. Aku tidak bisa jika sendirian dalam kegelapan," kata Alexa.

Gadis itu kebetulan adalah seorang mahasiswi yang berasal dari kampus yang sama dengan Gerald hanya saja mereka berbeda jurusan. Mereka bekerja paruh waktu di restoran yang sama. Hubungan keduanya cukup dekat. Alexandra gadis yang menyenangkan dan juga sangat baik hati. Tak jarang ia memberikan bantuan jika Gerald sedang ditimpa masalah.

"Kau bisa tidur di kamarku jika kau mau,biar aku yang tidur di sofa ini," kata Gerald menawarkan.

"Tidak, tetap saja aku tidak akan bisa tidur meskipun ada lampu emergency. Aku biasa tidur dalam kondisi yang terang benderang."

"Kau takut dengan kegelapan?" tanya Gerald. Alexa menganggukkan kepalanya.

"Aku trauma dengan kegelapan, jadi aku tidak pernah berani sendirian dalam tempat yang gelap."

Gerald menggaruk kepalanya, "Ya sudah, kalau kau mau kita tidur di kamarku saja. Hari sudah malam dan aku juga sudah sangat mengantuk. Kita tidak tau sampai kapan listrik akan kembali menyala. Aku memiliki kantung tidur, jadi kau bisa tidur di ranjangku biar aku tidur di lantai dengan menggunakan kantong tidur," tukas Gerald. Alexa mengangguk tanda setuju, ia percaya pada Gerald. Sejauh yang ia kenal , Gerald adalah anak yang baik. Tidak mungkin akan berbuat hal yang aneh-aneh.

Keduanya pun melangkah menuju kamar Gerald. Gerald mengeluarkan kantung tidur miliknya dan segera merebahkan dirinya di lantai, sementara Alexa tidur di atas ranjang. Tak berapa lama, keduanya pun jatuh tertidur.