webnovel

01. Latihan Untuk Malam Pertama

Armi menggigit rotinya dengan terburu-buru.

"Makannya pelan-pelan, Kak." ucap Darsih –Bunda Arumi– seraya menaruh susu kehadapan Raka –adik Aumi.

"Kakak lagi buru-buru, Bun." ucap Arumi dengan mulut penuh membuat Wahyu –Ayah Arumi– menggelengkan kepalanya, takjub dengan tingkah sang anak.

"Ayah bingung sama kamu. Cewek kok gak ada manis-manisnya." ujar Wahyu dengan ekspresi lempengnya.

"Karena yang ada manis-manisnya itu cuma punya Le Min*r*l." ujar Arumi setelah sempat menelan rotinya susah payah.

"Emang kamu ini buru-buru mau ngapain sih, Kak? Ini baru jam 6, loh." ucap Darsih seraya mengoleskan selai strawberry pada roti.

"Rumi ada piket." jawab Arumi sekenanya.

"Alasan, pasti karena Bang Bagus." cibir Raka membuat Arumi melotot kearahnya.

"Bagus anaknya Tante Fany?" tanya Darsih seraya menyerahkan setangkup roti yang sudah di olesi selai kepada anak bungsunya.

"Makasih, Bun." ucap Raka yang direspon dengan anggukan kepala oleh Darsih. "Iya, Bang Bagus anaknya Tante Fany. Bunda gak lupa 'kan dulu pas keluarga Bang Bagus pindah Kak Rumi nangis kejer seharian." ucap Raka.

Arumi mendengus. "Kamu tuh, sok tahu banget sih!"

"Tahulah, orang gue sering liat lo nyentilin Bang Bagus."

"Jangan sok tahu!" geram Arumi dengan muka memerah, antara marah dan malu. Bagaimana bisa Raka mengetahui semua itu? "Rumi berangkat deh!" ucap Arumi dengan bibir mengerucut.

"Hati-hati ya, Kak." ujar Wahyu saat Arumi mencium punggung tangannya.

Arumi mengacungkan jempolnya kemudian mempercepat langkahnya.

Setelah berlari beberapa menit akhirnya Arumi melihat seseorang yang dicarinya.

"Bagus!" panggil Arumi dengan sedikit berteriak.

Seseorang itu –Bagus mengurungkan niatnya untuk menaiki motornya, seperkian detik kemudian menyesali keputusannya saat mengetahui siapa yang memanggilnya.

"Bagus, Rumi nebeng, ya." ujar Arumi dengan napas yang memburu.

Bagus mendengus. "Sial banget gue, pagi-pagi udah di cegat kurcaci." gumam Bagus dengan tangan berkacak pinggang. "Eh, kurcaci. Lo gak ada kerjaan apa, selain ngerecoki gue?"

"Enggak." jawab Arumi polos.

Bagus mengibaskan tangan didepan wajahnya. "Udahlah, ngobrol sama lo gak bakal kelar urusan. Riweuh tahu gak?" ujar Bagus seraya bersiap menaiki kuda besinya.

"Bagus, Rumi ikut yaaa..." rengek Arumi seraya menarik-narik tas punggung Bagus.

"Eh, astagfirullah! Rumi, lepasin bego!" teriak Bagus panik.

"Pokoknya Rumi gak bakal lepasin kalo Bagus gak ngasih tebengan ke Rumi!" teriak Arumi.

"Eh, anjir, nanti gue jatuh. Eh! Bocah, lepasin, woy! Ahelah!" decak Bagus seraya mencoba turun dari motornya, Bagus menghempaskan tangan Arumi dari tasnya dengan kasar. "Eh, kalo tadi gue jatuh gimana?! Bego lo!" hardik Bagus.

Arumi mencebikkan bibirnya. "Makanya kasih Rumi tebengan!" seru Arumi keukeh.

Bagus mendengus. "Nyusahin lo!" decak Bagus seraya kembali menaiki motornya. "Cepetan naik!"

Arumi ber'Yess' ria. Buru-buru Arumi menaiki motor Bagus, meski harus bersusah payah.

"Udah belum? Kalo kecengklak, nanti gue yang disalahin Om Wahyu lagi." ujar Bagus sewot.

"Udah, kok!" ucap Arumi semangat.

Sedetik kemudian Bagus menggas motornya, mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi. Bodo amat dengan ucapannya yang sebelumnya, kecengklak-kecengklak dah, peduli amat.

"Bagus, pelan-pelan! Rumi takut!!" ujar Arumi kencang.

Namun seakan tak mendengar Bagus menambah kecepatan motornya.

Arumi mengencangkan pegangannya pada pinggang Bagus, matanya memejam erat. Takut.

"Astagfirullah, ini cewek malah peluk-peluk seenak udel." batin Bagus.

***

Arumi buru-buru turun begitu motor Bagus berhenti di parkiran khusus motor. Pusing dan mual.

Sedangkan Bagus dengan santai merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena mengenakan helm tadi.

Bagus turun dari motornya. Di liriknya Arumi yang tengah terbungkuk-bungkuk mencoba mengeluarkan isi perut. Kasian juga, tapi whateverlah. Suruh siapa keukeh ingin ikut.

"Bagus, tolongin Rumi..." rengek Arumi tak berdaya.

Bagus mendengus. "Ogah!"

Bagus bersiap melangkah meninggalkan Arumi yang masih diposisi yang sama.

"Tapi, kalo gak ditolong kasian. Kalo hilang, bisa-bisa gue digantung Om Wahyu." gumam Bagus seraya menghentikan langkahnya.

Bagus membalikkan badannya, di hampirinya Arumi yang terbungkuk dengan wajah pucat.

"Nyusahin lo!" decak Bagus seraya menggendong Arumi ala bridal style.

Seluruh pasang mata menatap keduanya dengan berbagai tatapan. Berbagai bisikan juga terdengar.

Arumi menatap kagum rahang tegas Bagus dari bawah. Hidung mancung, bibir seksi juga mata dalam yang terlihat tajam. Sempurna. Benar-benar idaman Arumi.

Bagus melirik Arumi yang nampak tersenyum malu-malu ditambah pipinya yang merona. Manis. Tapi hati Bagus terlanjur dongkol.

"Heh, kurcaci! Berat banget sih lo!" sembur Bagus membuyarkan lamunan Arumi.

Arumi memukul dada Bagus manja. "Anggap aja Bagus latihan buat malam pertama kita nanti." ujar Arumi malu-malu.

"Heh! Bocah TK, pikirin tuh nilai lo yang dibawah KKM semua! Pagi-pagi udah mikir jorok!" sewot Bagus.

"Rumi gak mikir jorok. Bagus kali yang mikir jorok! Orang Rumi cuma ngomong malam pertama, kok!" ujar Arumi dengan bibir mengerucut.

"Halah, ngeles mulu lo kayak bajaj!"

Arumi mencebikkan bibirnya. Dasar Bagus! Padahal 'kan maksud Arumi itu, ia ingin selesai menyalami tamu nanti Bagus menggendongnya sampai kekamar, begitu. Itu bukan salah satu definisi berpikiran jorok 'kan?

***

To Be Continue...

Gimanaaa?

Next chapter