webnovel

Dilabrak Mantan Kekasih Arkala

"Kalian liat nggak, tadi si Kala ngapain?"

"Iya, gue liat. Dia nyamperin Arsena dan Rangga yang lagi ngobrol berdua," ucap Matteo, sambil tersenyum menggoda. "Bos, lo suka sama Sena?"

"Kagak, Anjir!" Arkala melempar puntung rokok yang hampir habis ke rerumputan di depannya. "Gue cuma nggak mau aja, di sekolah kita ada drama kayak yang kalian bilang itu. Kalau si Sena patah hati dan sampai guling-guling cuma karena si Rangga, gue sebagai penguasa di kelas kita pasti malu."

"Bener juga, sih. Kalau sampai mental si Sena hancur dan dia gila, pasti bakal tambah ribet."

Arkala CS tengah berada di halaman belakang sekolah saat itu. Ketika pemuda nakal itu tidak mengikuti jam pelajaran pertama sejak tiga puluh menit yang lalu.

Selain Alvaro yang sangat candu pada belajar, lain halnya lagi dengan tiga sahabat akrabnya itu. Dengan sebungkus rokok super dan minuman soda yang mereka bawa, Arkala, Gavin dan Matteo sibuk menikmati pemandangan berupa semak-semak yang hampir tidak tersentuh oleh tukang kebun sekolah.

"Kal, lo nggak nyuruh tukang kebun kita buat benerin nih halaman belakang? Padahal suasananya bagus. Coba aja kalau dirawat." Gavin berbicara sangat acak sekali. Kalimat itu spontan dia ucapkan, saat melihat semak-semak di depannya yang mulai mengering.

"Lo jangan ngomongin itu ke gue, dong. Harusnya lo bilang sama Pak Salim, supaya ni halaman dirawat. Bukan ke gue."

"Atau nggak, lo aja Vin, yang beresin tuh semak-semak."

"Ogah!" tolak Gavin sengit. "Tugas gue di sini itu sekolah, bukan jadi tukang kebon!"

Matteo tertawa hingga kepalanya mendongak menatap langit. Laki-laki yang memiliki paras bak aktor Hollywood itu menggulung lengan bajunya, hingga memperlihatkan betapa ketat otot lengannya.

"Bos, lo nggak mau pacaran? Minimal balikan sama si Celine, lah. Dia kan bohay tuh, kayaknya dulu dia cimat banget sama lo."

"Cimat?" Arkala menoleh dan menatap Gavin dengan kening berkerut. "Apaan tuh, cimat?"

"Cinta mati, Bos!" ucap Gavin, sambil berdecak pelan. Arkala memang tampan, namun sayang, pengetahuannya pada bahasa gaul seperti itu sangat kurang.

Padahal sehari-hari mereka selalu bersama. Tapi, mengapa Arkala masih tidak mengerti?

"Lo gila ya, Vin? Kenapa lo nyodorin si Celine sama Arkala? Dia itu cewek murah, setan!" Matteo mendorong kepala Gavin sedikit kasar. "Lo tahu, dia udah sering main sama banyak cowok. Dan kabarnya, Celine juga sering dibooking sama om-om."

"Hah? Lo serius? Kok gue nggak tahu kabar ini?" Bola mata Gavin membulat sempurna dan menatap kedua temannya bergantian.

"Pas berita ini nyebar, kayaknya lo masih sakit cacar deh, Vin. Makanya lo nggak masuk."

"Arkala!"

Ketiga pemuda nakal itu menoleh ke belakang. Gavin langsung beranjak, saat melihat kedatangan Iqbaal yang terengah.

"Kenapa lo? Bengek? Sini duduk dulu," ajak Gavin, meraih tangan kanan Iqbaal dan membawanya ke kursi panjang yang terbuat dari kayu.

"Kalian semua mending balik ke kelas, deh. Si Arsena, dia ribut sama Celine."

"APA?!"

***

"Ay, lo tahu nggak, siapa mantan pacarnya Rangga?"

Aileen yang semula tengah sibuk dengan novelnya pun mengangkat wajah dan mengusap dagu sambil berpikir.

"Gue nggak tahu, Sen. Tapi kayaknya ... dia nggak punya mantan, deh."

"Apa? Lo serius? Coba deh, lo inget-inget lagi. Masa ... cowok seganteng Rangga nggak punya mantan." Arsena tersenyum lebar, saat membayangkan wajah Rangga yang sangat menyentuh hatinya.

Laki-laki itu begitu tampan dan berkharisma. Padahal dia tidak banyak melakukan hal apa pun. Seperti mencari perhatian atau bersikap aneh seperti Arkala.

Senyum itu seketika luntur, tatkala yang dibayangkan berganti menjadi wajah Arkala. Gadis dengan lip tint berwarna merah stroberi itu mencebikkan bibir kesal.

"Kenapa harus wajah dia, sih?" gumamnya.

"Sena, lo kenapa? Lo ngelamun?" tanya Aileen, dengan tawa tertahan.

"Nggak. Gue cuma lagi mikir aja, kok bisa ya, cowok seganteng Rangga masih jomlo? Kalau diliat dari wajah, dia itu udah kayak pangeran. Ditambah sama dadanya yang bidang. Beeuuhh ... kalau gue jadi ceweknya, pasti setiap hari gue bersandar di sana."

Arsena melipat kedua tangan dan meletakkanya di pipi kanan, seperti orang yang tengah memeragakan posisi tidur dengan senyum nyaman.

"Bangun lo. Jangan halu terus. Rangga itu ketua tim basket, dia diincer banyak cewek. Jadi, saingan lo bukan cuma satu orang, tapi semua cewek di sekolah ini."

"Biarin aja. Buktinya tiap hari Rangga nyamperin gue."

"Mana yang namanya Arsena?!"

Merasa namanya disebut, Arsena menoleh ke arah pintu. Dia memicingkan mata, saat melihat segerombolan gadis dengan seragam yang sama memasuki kelasnya.

Semua mata tertuju padanya, seolah memberitahu gadis itu, bahwa dialah yang mereka cari.

Arsena semakin dibuat bingung, karena gerombolan gadis itu mulai melangkah menghampiri mejanya.

"Mampus lo, Sen," gumam Aileen.

"Oh ... jadi elo, yang namanya Arsena?"

Gadis yang dimaksud langsung berdiri dan menyisir rambut dengan kelima jarinya. "Iya. Kenapa, ya? Apa kita saling kenal?"

"Nggak. Gue cuma mau tanya, ada hubungan apa lo sama Arkala?"

"Gue?" Arsena tertawa hambar dan sedikit mengejek. "Gue sama cewek rese itu nggak ada hubungan apa-apa. Emangnya lo siapa? Ceweknya? Dan lo lagi cemburu sama gue?"

"Gue Celine. Mantan pacarnya Arkala." Gadis bernama Celine itu tersenyum bangga, dengan kedua tangan melipat di depan dada. "Walaupun gue dan Arkala udah jadi mantan, tapi gue nggak rela, kalau dia deket sama cewek lain. Dan yang paling penting, Arkala masih cinta sama gue."

"Celine, lo itu cuma mantan. Kenapa sampai segininya, sih? Lo nggak malu, huh?"

Semua siswa-siswi yang berada di dalam kelas itu sibuk menonton Arsena dan Celine. Pasalnya, Celine dikenal sebagai mantan Arkala yang paling posesif.

Iqbaal mendekati Eriko yang juga tengah menonton keributan di pagi hari itu.

"Rik, lo pisahin, gih. Lo kan ketua kelas, sebelum Arsena habis babak belur."

"Gak berani gue, Baal. Lo tahu sendiri kan, kalau si Celine udah marah kayak orang kesetanan?"

Laki-laki di samping Eriko berdecak kesal. Dia beralih menghampiri Alvaro yang masih sibuk dengan bukunya. Padahal di kelas mereka sedang ada keributan, namun lelaki itu tetap saja sibuk belajar.

"Alvaro, tolong telepon Arkala, dong," pinta Iqbaal.

"Gak. Gue sibuk."

Kalau pemuda itu bukan Alvaro, mungkin Iqbaal sudah meremas wajahnya saat ini juga.

Terlanjur kesal dengan keadaan, Iqbaal segera berlari keluar kelas untuk menyusul Arkala. Msekipun dia tidak tahu, di mana keberadaan laki-laki itu.

"Jaga mulut lo, ya! Lo itu cuma anak baru di sekolah ini. Seharusnya lo nggak usah sok cari perhatian. Apalagi itu sama Kala!"

"Heh, gue nggak pernah cari perhatian sama mantan lo yang jelek itu, ya. Gue di sini buat sekolah, bukan mau nyari ribut sama lo!"

"Berani lo, ya!"

Aileen refleks menutup mata, saat Celine mulai mengayunkan tangan kanannya.

"Kenapa? Lo mau nampar gue?" tantang Arsena. Dia tidak takut sama sekali.

"CELINE!"

Next chapter