2 Menyederhanakan Arti Hidup

Keesokan harinya di sekolah, Yuanz memilih untuk menjelajahi setiap sudut tempat, menikmati pemandangan dan dinamika kehidupan sehari-hari. Pertama, dia mengunjungi lapangan olahraga yang luas, menyaksikan siswa-siswi aktif bermain dan berolahraga. Suasana semangat dan kegembiraan terasa di udara.

Setelah itu, dia melanjutkan perjalanannya ke taman belakang sekolah yang tenang dengan kolam ikan. Dengan duduk di tepi kolam, dia merenungkan di antara gemerlap air dan dedaunan yang tertiup angin. Suara gemericik air dan nyanyian burung menambahkan ketenangan pada momen tersebut.

Tak lama kemudian, Yuanz memutuskan untuk mendaki ke atap sekolah. Dengan hati-hati, dia mencapai puncak dan menikmati pemandangan luas di depannya. Dari atas atap, dia melihat seluruh sekolah dan sekitarnya, menggambarkan keriuhan dunia yang berlangsung di bawahnya.

Namun, ketika berada di atas atap, Yuanz menemukan Yuki, seorang gadis yang duduk sendiri di sudut atap, merenungkan sesuatu yang mendalam. Yuanz, dengan rasa ingin tahu, bertanya pada Yuki tentang pemikirannya.

Yuki, tersenyum kecil: "Hanya merenungkan arti kehidupan dan perjalanan kita di dunia ini."

Yuanz, dengan ekspresi misterius: "Memang, arti kehidupan selalu menjadi pertanyaan yang menarik untuk dipertimbangkan."

Mereka berdua kemudian duduk bersama di atap sekolah, berbagi pikiran mereka tentang makna kehidupan. Matahari perlahan turun di ufuk barat. Yuki dengan semangat mengajak Yuanz menjelajahi sekolah, menceritakan pengalamannya dengan penuh antusias. Meskipun begitu, Yuanz terlihat tidak sepenuhnya tertarik, wajahnya mencerminkan kedalaman pikiran yang mungkin hanya dia yang mengerti.

Saat mereka melintasi koridor, perhatian mereka tertarik pada Ichaki, seorang siswa yang terlihat kesulitan dihadapi oleh lima senior. Ichaki tampak diintimidasi dan dilecehkan, terutama karena penampilannya yang tidak disukai oleh para senior tersebut.

Yuki, dengan kekhawatiran: "Mungkin kita sebaiknya tidak ikut campur, Yuanz. Mereka bisa berbahaya."

Namun, tanpa berkata banyak, Yuanz mendekati Ichaki dan senior-senior tersebut. Meskipun mereka awalnya meremehkan, Yuanz dengan tenang menyuarakan pendiriannya, mencoba menengahi situasi yang memanas. Namun, para senior semakin marah, dan pertarungan tak terhindarkan.

Yuki, dengan khawatir: "Yuanz, hati-hati!"

Yuanz, tanpa ragu, memasuki pertarungan. Setiap gerakannya dilakukan dengan keanggunan dan presisi yang tak terbayangkan. Ia menghindari pukulan dengan gerakan tubuh yang lincah, sementara tetap menampilkan ketenangan di wajahnya.

Para senior, awalnya meremehkan, mulai merasa frustrasi dan menerapkan kekerasan. Namun, Yuanz, dengan keahliannya yang memukau, dengan sigap menangkis setiap serangan tanpa menyakiti lawan-lawannya. Ia bahkan mampu menjawab serangan-serangan tersebut dengan gerakan-gerakan yang estetis, seolah sedang menari di atas panggung.

Yuki, memandang dengan terpesona, seakan melihat seorang seniman bela diri yang sedang menampilkan karya seni. Yuanz, sementara melanjutkan pertarungan, tidak hanya menunjukkan keahliannya dalam bela diri fisik, tetapi juga dalam memahami kekuatan tenaga dalam dan mengendalikan situasi tanpa kekerasan yang tidak perlu.

Akhirnya, para senior itu, takjub dengan kemampuan Yuanz, merasa kapok dan meminta maaf kepadanya. Dengan rasa frustasi, mereka meninggalkan tempat tersebut, meninggalkan Yuanz dan Ichaki di koridor yang tadinya dipenuhi ketegangan. Yuki memandang kepergian para senior itu dengan ekspresi puas, mengetahui bahwa tindakan Yuanz telah mengubah dinamika di sekolah tersebut.

Setelah pertarungan di koridor, Yuanz, Yuki, dan Ichaki duduk bersama di suatu sudut sekolah untuk berbicara.

Yuki, bersahabat: "Terima kasih, Yuanz. Kamu benar-benar berani membela Ichaki."

Ichaki, mengangguk: "Ya, terima kasih banyak, Yuanz. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak campur tangan."

Yuanz, merendahkan bahu: "Tidak perlu berterima kasih. Kekuatan sejati ada pada keberanian untuk melawan ketidakadilan."

Setelah obrolan singkat, Yuki Dan Yuanz beranjak dan berjalan di koridor lantai 2 bersama-sama. Tiba-tiba, mata mereka tertuju pada Bai yang sedang berjalan sembari membawa buku pelajaran fisika dari perpustakaan.

Yuki, dengan cepat memanggilnya: "Bai! Hai, apa kabar?"

Bai berbalik, dan saat matanya bertemu dengan Yuanz, dia tampak terpesona. Ekspresi Yuanz pun penuh keheranan karena reaksi yang tidak terduga dari Bai. Sejenak, mereka saling memandang, menciptakan ketegangan yang tidak biasa.

Yuki, mencoba mengatasi kebingungan: "Eh, Bai, kenalkan, ini Yuanz. Dia baru saja pindah dari Amerika."

Bai, tersipu malu: "Oh, hai Yuanz. Aku Bai. Maaf, aku harus pergi sekarang."

Bai berlari pergi dengan cepat, meninggalkan Yuanz dan Yuki dalam kebingungan.

Yuki, bingung: "Apa yang terjadi tadi? Kenapa dia begitu?"

Yuanz, menggelengkan kepala: "Aku juga tidak tahu. Sepertinya dia terkejut atau... mungkin ada yang lain."

Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka, masih mencoba mencerna kejadian tadi...

Ketika Yuanz sedang berjalan-jalan sendirian di lapangan basket, pandangannya tak sengaja tertuju pada seorang gadis kecil berambut hijau tua yang sedang berlatih basket dengan penuh semangat. Matanya yang berwarna hijau menyala memberikan keunikan pada penampilannya.

Namun, di tengah-tengah latihan, Zia tiba-tiba tergelincir dan jatuh. Yuanz, tanpa ragu, mendekat untuk memberikan sedikit bantuan.

Yuanz, dengan ramah: "Hei, apa kamu baik-baik saja?"

Zia, sambil tersenyum malu: "I-ya, aku baik. Terima kasih. Tadi hanya kesalahan kecil."

Yuanz membantu Zia berdiri dan melihat sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada cedera serius.

Yuanz, dengan senyum: "Bermain basket dengan semangat, ya? Kamu hebat."

Zia, dengan semangat: "Terima kasih! Aku ingin jadi pemain basket yang lebih baik."

Mereka berdua kemudian berkenalan. Zia menceritakan tentang kecintaannya pada basket dan bagaimana dia berusaha menjadi lebih baik setiap harinya. Yuanz, terkesan dengan semangat Zia, memberikan dukungan dan bahkan berbicara sedikit tentang pengalamannya bermain basket di Amerika.

Zia, dengan mata berbinar: "Wow, itu keren! Aku ingin belajar lebih banyak dari kamu, Yuanz!"

Yuanz, tertawa: "Tentu saja, Zia. Kita bisa saling belajar."

Ketika Zia tampak terkesan dengan Yuanz, Yuanz dengan wajah iseng memutuskan untuk mengambil bola basket yang tergeletak di dekat mereka. Dengan senyuman, ia memulai penjelasan rinci tentang teknik shooting.

Yuanz, penuh semangat: "Nah, Zia, teknik Shooting itu sebenarnya tidak terlalu Sulit. pertama-tama, perhatikan posisi kakimu. Pastikan berdiri dengan kokoh, kaki sedikit terbuka selebar bahu untuk memberikan stabilitas. Pegang bola dengan dua tanganmu, pastikan jari-jarimu membentuk lingkaran di sekitar bola. Inilah yang kita sebut grip yang baik."

Sambil memberikan penjelasan, Yuanz secara perlahan mempraktikkan setiap langkahnya. Ia melanjutkan dengan detail lebih lanjut.

Yuanz, mendemonstrasikan: "Selanjutnya, fokus pada target, yakni keranjang. Perhatikan sudut pandangmu, pastikan pandanganmu terkunci pada sasaran. Begitu siap, gunakan lututmu untuk memberikan dorongan ke atas. Dan pada saat yang tepat, lepaskan bola dengan gerakan pergelangan tangan yang Terkendali."

Yuanz kemudian mengambil posisi, menggambarkan gerakan dengan sangat jelas. Dengan presisi yang luar biasa, ia melemparkan bola dengan teknik yang baru saja dijelaskannya. Bola melewati udara dengan mulus dan akurat, akhirnya mendarat di dalam keranjang.

Zia, takjub: "WAH!, itu luar biasa, Yuanz! Bagaimana kamu bisa begitu mahir?"

Yuanz, tersenyum: "Semua butuh latihan. Mari kita coba bersama-sama. Ingat, kunci dari segalanya adalah konsistensi dan fokus."

Zia kemudian mencoba meniru teknik yang baru saja diajarkan Yuanz. Meskipun belum sempurna, Zia berhasil memasukkan beberapa bola ke dalam keranjang. Mereka berdua kemudian melanjutkan sesi latihan bersama, menciptakan momen yang penuh kegembiraan dan semangat di lapangan basket sekolah mereka.

Setelah sesi latihan bersama Zia, Yuanz kembali ke apartemennya. Setibanya di kamar, dia melemparkan dirinya ke kasur, merenung tentang makna kehidupan. Pikirannya melayang-layang dalam pemikiran filosofis, mencari jawaban atas pertanyaan yang mendalam.

Yuanz, merenung: "Apa tujuan sejati kehidupan ini? Apakah ada lebih banyak makna yang tersembunyi di balik semua ini? Mungkin jawabannya terletak pada pengalaman dan petualangan yang belum kita temui."

Tiba-tiba, dalam ketenangan kamar, handphone Yuanz berdering. Dia melihat layar, menunjukkan panggilan dari wanita misterius. Wanita itu mengundangnya untuk bergabung dengan suatu komunitas rahasia dan menunggunya di depan apartemen dengan mobil.

Yuanz, penasaran: "Misteri lagi. Ayo, kita coba hal baru. Siapa tahu, ini bisa membuka pintu ke pemahaman yang lebih dalam."

Dia bergegas keluar, namun di depan pintu, dia bertemu dengan Azhami, pemilik apartemen, yang terlihat bingung.

Azhami, dengan heran: "Yuanz, ada apa? Kamu keluar malam-malam begini?"

Yuanz, memberi alasan: "Ada urusan mendadak, Azhami. Aku akan segera kembali. Jangan khawatir."

Azhami, dengan rasa ingin tahu: "Urusan mendadak? Semoga semua baik-baik saja. Hati-hati di luar sana."

Yuanz melangkah cepat menuju tempat parkir, di mana wanita misterius menunggu dengan mobilnya. Dalam kegelapan malam, Yuanz memasuki mobil tersebut. Wanita itu menyambutnya dengan senyuman misterius.

Wanita misterius, ramah: "Selamat datang, Yuanz. Mari kita mulai perjalanan kita."

Mobil melaju ke arah yang tidak dikenal, membawa Yuanz menuju ke dunia yang penuh misteri dan petualangan. Ia tidak tahu bahwa keputusannya untuk mengikuti undangan ini akan membawanya pada perjalanan yang tak terduga, memperdalam pemahamannya tentang kehidupan dan mungkin juga membuka tabir rahasia di balik komunitas yang selama ini tersembunyi.

Saat Yuanz duduk di dalam mobil, wanita misterius mulai menjelaskan tujuannya membawa Yuanz. Dengan cahaya lampu jalan yang menyala redup, atmosfer di dalam mobil menjadi semakin misterius.

Wanita misterius, dengan nada misterius: "Pertemuan yang akan kita hadiri nanti sangat penting. Komunitas kita akan membahas artefak yang berhasil kita curi sebelumnya. Kehadiranmu di sana sangat diharapkan."

Yuanz, memandang wanita misterius dengan rasa penasaran: "Artefak ini memang menarik, tapi apa yang sebenarnya terjadi di baliknya?"

Wanita misterius menjelaskan lebih lanjut, "Pertemuan ini bukan hanya untuk membicarakan artefak itu, tetapi juga untuk merencanakan langkah-langkah berikutnya. Kami memiliki misi dan tanggung jawab tertentu sebagai anggota komunitas ini."

Yuanz mulai merenung. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan tentang rahasia-rahasia yang mungkin terungkap dalam pertemuan nanti. Dalam hatinya, keingintahuan dan keinginan untuk memahami lebih banyak tentang komunitas rahasianya semakin tumbuh.

Yuanz, dalam hati: "Pertemuan ini bisa menjadi kunci untuk mengungkap misteri yang selama ini tersembunyi. Apakah ini akan membawa kita pada petualangan yang lebih besar?"

Dalam kegelapan malam, mobil melaju menuju destinasi yang tak dikenal, dan perasaan penasaran Yuanz semakin tumbuh. Ia merenungkan segala kemungkinan yang mungkin terbuka di hadapannya, sambil menunggu apa yang akan terjadi pada pertemuan komunitas yang misterius ini...

Mobil meluncur melewati lorong tersembunyi yang mengarah ke sebuah pelabuhan yang sepi. Cahaya bulan menerangi jalanan yang sepi di sekitar mereka, menciptakan atmosfer misterius. Setelah beberapa saat, mereka tiba di pelabuhan di mana sebuah kapal pesiar besar terparkir.

Wanita misterius, dengan senyuman misterius: "Selamat datang di tempat pertemuan kita, Yuanz. Di sini, segala sesuatu menjadi lebih menarik."

Mereka berdua turun dari mobil dan berjalan menuju kapal pesiar. Penjaga kapal yang berdiri di pintu gerbang melihat mereka dan segera menghampiri.

Penjaga kapal, dengan serius: "Silakan tunjukkan identitas Anda."

Wanita misterius menyerahkan sebuah kartu identitas, dan setelah sedikit pemeriksaan, mereka diizinkan masuk ke kapal.

Di dalam kapal pesiar, suasana ramai dengan orang-orang yang tampaknya menjadi anggota komunitas tersebut. Sejumlah kelompok berkumpul, berbicara dengan semangat tentang berbagai hal. Lampu-lampu hias menerangi lorong kapal yang bersih dan mewah.

Wanita misterius, menjelaskan: "Ini adalah tempat di mana kami berkumpul untuk merencanakan dan membahas hal-hal penting. Semua orang di sini memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing."

Yuanz, memperhatikan sekitarnya: "Suasana di sini begitu unik. Aku rasa, pertemuan ini akan membawa banyak misteri yang perlu dipecahkan."

Mereka melanjutkan perjalanan ke ruang pertemuan, mengikuti arus anggota komunitas yang bersemangat. Pertemuan dimulai, dan suasana hening menyelimuti ruangan ketika semua anggota berkumpul.

Cahaya lampu temaram memancar di sekitar, menciptakan atmosfer yang misterius. Monitor besar menyala, dan pemimpin komunitas bersama seorang peneliti muncul di depan layar.

Pemimpin komunitas, dengan suara tegas: "Kita hadir di sini untuk membahas artefak yang ditemukan setelah sambaran petir dahsyat di Kota Tokyo. Mari kita mulai dengan memahami sifat khusus dari artefak ini."

Peneliti, menjelaskan: "Dalam penelitian kami, kami menemukan sumber energi misterius di dalam artefak ini. Ada juga interaksi gravitasi yang aneh di dalamnya. Sepertinya, ini bukan sembarang objek."...

Peneliti, memperagakan artefak: "Artefak ini bukan sembarang benda. Penelitian kami menunjukkan adanya Singularitas dan fenomena mekanika kuantum yang menakjubkan di dalamnya."

Cahaya monitor memproyeksikan ilustrasi kompleks yang menggambarkan struktur internal artefak. Peneliti melanjutkan penjelasannya dengan detail.

Peneliti, menjelaskan: "Singularitas di dalamnya menciptakan titik pusat massa yang sangat padat, menghasilkan kekuatan gravitasi yang luar biasa. Secara kuantum, partikel-partikel di sekitar Singularitas ini berperilaku dengan cara yang tidak bisa dijelaskan oleh hukum fisika konvensional."

Pemimpin komunitas, menambahkan: "Adanya Singularitas ini juga mengindikasikan bahwa artefak ini memiliki keterkaitan dengan dimensi-dimensi yang mungkin di luar pemahaman kita. Inilah yang membuatnya begitu unik dan misterius."

Mereka melanjutkan dengan merinci hasil penelitian, mengaitkan artefak dengan konsep-konsep yang kompleks dalam fisika modern. Suasana di ruangan menjadi semakin tegang, menyadarkan setiap anggota komunitas bahwa mereka telah terlibat dalam sesuatu yang melampaui batas pemahaman fisika konvensional.

Setelah Pertemuan Itu Yuanz berdiri santai di atas kapal pesiar, menatap bayangan bulan yang tercermin di permukaan laut. Suara angin dan ombak memberikan nuansa tenang di malam itu. Tiba-tiba, Alicia, si wanita misterius, mendekatinya dengan langkah yang ringan.

Alicia, dengan senyuman misterius: "Malam yang indah, bukan? Saya rasa, kita perlu berbincang-bincang."

Yuanz, dengan tanda penasaran di matanya, setuju untuk duduk bersama Alicia. Mereka memilih kursi di atas dek kapal yang tenang.

Alicia, memulai pembicaraan: "Namaku Alicia. Saya merupakan salah satu anggota senior dalam komunitas ini. Melihat kepintaran dan kecerdasanmu, saya berpikir kita bisa menjadi mitra yang kuat."

Yuanz, dengan ekspresi serius: "Mitra pun, tapi untuk apa?"

Alicia, tersenyum misterius: "Artefak yang kita temukan memiliki potensi besar. Dengan pengetahuan dan keterampilanmu, kita bisa menggali lebih dalam, bahkan mungkin memahami esensi dari keberadaannya. Aku ingin kamu menjadi mitra kerjaku dalam misi ini."

Yuanz, memikirkan tawaran Alicia dengan serius: "Apa yang kamu harapkan dari kerja sama ini?"

Alicia, dengan tegas: "Kita akan menjelajahi misteri di balik artefak ini, mengejar pengetahuan yang mungkin akan mengubah pandangan kita terhadap dunia. Apakah kamu siap untuk mengejar kebenaran bersamaku, Yuanz?"

Yuanz, dengan tekad di matanya: "Saya siap."

Dengan demikian, Yuanz dan Alicia memulai kemitraan mereka, menjelajahi keberadaan artefak dan menerobos batas-batas ilmu pengetahuan dan misteri.

Keesokan harinya, suasana tenang mengisi apartemen Yuanz di hari Minggu. Merasa gabut, Yuanz memutuskan untuk menyalakan televisi. Berita terkini tentang penculikan artefak dari museum sebelumnya memenuhi layar, menarik perhatian Yuanz.

Setelah menonton berita dengan ekspresi datar, Yuanz melanjutkan untuk membuka laptopnya yang telah lama tidak digunakan. Layar laptop dipenuhi oleh gambar-gambar yang merekam momen masa lalunya di Amerika. Foto-foto tersebut menampilkan sekelompok orang yang mengenakan pakaian seragam tentara, menggambarkan sepotong dari kisah masa lalunya yang terkait dengan pengalaman di Amerika.

Yuanz memandang gambar-gambar tersebut dengan ekspresi wajah yang mencerminkan campuran antara nostalgia dan pemikiran mendalam. Setiap foto menghidupkan kenangan dan mengungkap bagian dari dirinya yang mungkin telah terkubur dalam ingatannya

Saat Yuanz tengah memandangi foto-fotonya dengan serius, perhatiannya mendadak teralihkan oleh sebuah berita yang mengungkap informasi mengejutkan tentang artefak yang pernah dicurinya, yang diberi nama "Echelon". Kabarnya, artefak tersebut kembali mencuri perhatian dunia karena terkait dengan sambaran petir dahsyat yang melanda sebuah gedung di Tokyo setahun yang lalu.

Dalam detail berita itu, dijelaskan bahwa Echelon terbuat dari sebuah material yang menyerupai berlian. Material ini tidak hanya memberikan kesan keindahan estetika, tetapi juga menciptakan aura misterius seiring dengan sinar cahaya yang terpancar darinya. Echelon menjadi sorotan karena sifatnya yang unik dan tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan konvensional.

Yuanz, mendalami informasi itu, memperhatikan dengan saksama keunikan material yang menyusun Echelon. Setiap refleksi cahaya dari artefak tersebut seakan-akan mengajaknya merenung lebih dalam. Dalam keheningan ruangan, Yuanz mulai merangkai hipotesis-hipotesis yang berputar di benaknya. "Apakah mungkin Echelon memiliki kaitan dengan dimensi lain atau teori dunia paralel yang selama ini belum terungkap?" pikirnya.

Dalam dialog batinnya, Yuanz mencoba menyusun pemikiran-pemikiran terkait dengan kemungkinan Echelon sebagai pintu gerbang ke dunia yang masih misterius bagi ilmu pengetahuan manusia. "Apa yang tersembunyi di balik kejadian di Tokyo? Adakah dimensi lain yang tersentuh oleh Echelon?" renung Yuanz, seakan-akan terlibat dalam percakapan dengan misteri yang tersemat dalam artefak yang kini kembali mencuri perhatiannya...

Walaupun pada awalnya malas, Yuanz memutuskan untuk menghirup udara segar di luar apartemennya, merasa penasaran dengan atmosfer yang berbeda. Saat berada di luar, dia disapa oleh seorang pria berusia 50-an yang tersenyum ramah.

"Pagi yang cerah, bukan?" sapa pria tersebut sambil tersenyum hangat.

"Ya, memang. Saya rasa sedikit berjalan-jalan akan menyegarkan pikiran," jawab Yuanz seraya tersenyum.

Tidak lama setelah pertemuan itu, Yuanz kembali berada di depan toko buku yang sebelumnya pernah dikunjunginya. Saat memasuki toko, dia mendapati tukang kasir yang Familiar, tetapi pemilik toko tampaknya tidak berada di tempat.

"Selamat datang kembali! Ada yang bisa saya bantu?" tanya tukang kasir dengan ramah.

"Saya kembali untuk menjelajahi lebih banyak buku. Pemilik toko tidak berada di sini?" tanya Yuanz, menunjukkan rasa penasarannya.

"Oh, Pak Aiden sedang mengurus sesuatu di belakang. Anda bisa santai dan menikmati membaca," jawab tukang kasir sambil tersenyum.

Yuanz kemudian memasuki lorong-lorong buku, membiarkan dirinya tenggelam dalam dunia kata-kata dan cerita. Meskipun pemilik toko tidak terlihat, suasana di toko tersebut tetap akrab dan mengundang untuk tinggal lebih lama.

Ketika mata Yuanz melintas ke sudut toko, dia kembali melihat Emy tengah duduk dengan penuh konsentrasi, menulis di buku pelajaran IPA. Buku itu terbuka di hadapannya, dan Emy tampaknya tenggelam dalam serangkaian rumus dan materi yang kompleks.

Dengan langkah pelan, Yuanz mendekati meja tempat Emy duduk tanpa membuat suara berarti. Meskipun serius menulis, Emy tidak menyadari kehadiran Yuanz yang diam-diam memperhatikannya. Matanya terfokus pada halaman buku, mencoba memahami setiap konsep yang tertera di sana.

"Hmm, materi yang agak sulit, ya?" ucap Yuanz dengan senyum ramah, mencoba memecah kesunyian yang tak disadari Emy.

Emy tersentak kaget, segera menutup bukunya dan menyembunyikannya di balik tubuhnya. "Oh, maaf. Saya... saya tidak menyadari ada orang di sini," ujar Emy sambil memerah.

Yuanz tertawa kecil. "Tenang saja, saya juga hanya sedang menjelajahi toko ini. Ternyata kita sama-sama tengah memanfaatkan suasana di sini."

Emy masih terlihat malu. "Maksud saya, bukunya sedang dipinjam teman saya. Saya hanya mencoba memahami beberapa konsep yang sulit."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita belajar bersama-sama? Saya punya beberapa trik untuk memahami materi sulit," tawar Yuanz dengan ramah.

Emy tersenyum lega, merasa terbantu dengan tawaran tersebut. Dialog ringan mereka pun melanjutkan suasana hangat di dalam toko buku yang sarat dengan cerita dan pengetahuan.

Yuanz dengan sabar menjelaskan rumus kimia dasar kepada Emy, menciptakan dialog yang semakin kompleks. Meskipun sejauh ini Emy hanya mencatat penjelasan yang sudah tertulis, Yuanz peka terhadap kebingungan yang terpancar di wajah Emy.

"Saya melihat kamu agak bingung, Emy. Mungkin kita perlu mengubah cara pandang. Cobalah bayangkan bahwa rumus ini adalah puzzle kecil, dan setiap elemen adalah potongan puzzle yang harus kita rangkai bersama-sama," kata Yuanz sambil tersenyum lembut.

Emy mengangguk, mencoba mencerna pandangan baru tersebut. Yuanz kemudian melanjutkan penjelasannya dengan contoh sederhana yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, sambil memandang mata Emy dengan penuh kehangatan.

"Misalnya, kalau kamu melihat air (H2O), bayangkan dua atom hidrogen seperti dua teman yang selalu mendukung satu sama lain, dan oksigen adalah kita yang selalu menyatukan mereka. Begitu pula dengan hidup, Emy, Terkadang kita harus melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda untuk memahaminya."

Emy merenung sejenak, lalu wajahnya perlahan terangkat dengan penuh pemahaman. "Sekarang saya mulai mengerti. Terima kasih, Yuanz."

Saat mata mereka bertemu, terdapat kehangatan yang tak terucapkan di antara keduanya. Momen ini, meskipun hanya sebatas belajar kimia.

Bersambung >>>

avataravatar