webnovel

ANTOLOGI CERPEN

Don't Look At The Past. Look At Me Now!

KarimaIfha · Book&Literature
Not enough ratings
4 Chs

MENJAGA HATI

Senja hari ini Aku kembali termenung, terdiam melamunkan sesuatu yang tak menentu. Aku sendiri di tempat ini, disebuah taman yang mungkin telah jarang dikunjungi oleh banyak orang. Dibawah pohon beringin ini Aku menyandarkan tubuhku, merenungkan dan menyempatkan waktu untuk merindukan Naura. Matanya yang jeli, bibir tipis dibalut dengan senyum manisnya, dan keindahan ciptaan tuhan itu pun semakin sempurna dengan hijab dan keramahan serta kelembutan hatinya.            

Mimpi sesaatku seketika buyar. Sebuah daun yang telah menguning melayang jatuh dari induk pohonnya karena semakin layu sehingga ranting pohon itu tak dapat lagi mempertahankan daunnya. Ku ambil daun itu dan ku perhatikan sesaat. Ingatanku kembali memaksaku untuk membuka memoriku tentang Naura.

Lama sudah ku berpisah dengan Naura. Kepergianku bukan semata karena Aku ingin menjauh darinya, namun Aku ingin semua orang tau bahwa Aku juga pantas untuknya. Untuk apa Aku jauh-jauh pergi keluar kota, jika bukan untuk Naura.

Telah tiga tahun Aku jauh meninggalkan Naura.             

"Naura, apakah kau tau… Aku sangat merindukanmu. Saat ini, lusa, dan sampai kapanpun selama Aku masih berada jauh dari mu" 

Di tempat ini, ku masih sendiri dan selalu sendiri. Siapa yang tahu isi hatiku ini, tak ada yang tau, hanya Aku dan tuhan yang tahu, dan biarlah Aku sendiri yang merasakan hal ini. 

Semuanya berjalan begitu saja, tak kurasa pula tuntutan skripsiku akan segera  ku taklukkan dengan usaha dan kerja kerasku. Meskipun konsentrasiku sering terganggu karena merasakan betapa jauhnya diriku dari Naura, hingga IP ku hanya 2,35. 

•••••

Sebuah bisikan hati telah merasuk dalam relung-relung hatiku yang paling dalam, bahwa Aku tak bisa selamanya seperti ini. Aku pergi untuk Naura, tapi kenapa Aku seperti ini. Ingatanku kembali tertuju pada bayang-bayang Naura. Aku harus berubah dan kembali untuk Naura dengan bekal ilmu-ilmu yang telah ku dapat di perguruan tinggi ini dan di pesantren Baitun Nasuha atau yang akrab disebut ponpes BaNas oleh para santriwan/santriwati. 

Seorang santri calon sarjana Sosial, harus bisa menaklukan gejolak-gejolak hati yang kian semakin  memberontak. Sebuah pertimbangan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum membuatku mengerti bahwa hidupku bukan hanya untuk dunia dan bukan pula untuk akhirat belaka. Namun Aku harus bisa mendapatkan keduanya, termasuk untuk mendapatkan dan memiliki dambaan hatiku, Naura.  

Gubraaakkk...

"Woy… woles brooo!!!" Aku berteriak agak sewot.   

"Wuiiiih... woles juga donk bro, gak usah nyolot gitu.!  Kau ini kalo udah ngilang, dicari kemana-mana nggak ada pasti disini... kenapa kau ini,? pasti kau sedang galau, hahaha… Awas loh kesambet yang punya rumah!"

Seketika itu Aku terdiam tak merespon ucapan Dimas, bestfriend ku. Sahabat karib ku yang selalu mendengarkan setiap keluhan-keluhanku dan tak jarang kata demi kata diucapkan, dan kusimpan kata-kata itu dalam benakku yang kemudian kujadikan pelajaran dari setiap keluhanku. Dimas pun duduk disampingku dan ikut menyandarkan tubuhnya di pohon beringin. Sambil memandangi mega di senja hari ini, Dimas mulai melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi jalan keluar bagiku.

"Hei Akbar, kenapa kau masih saja memikirkan Naura, apa masih ada kejanggalan dalam hati kau ini,?"

"Bukan begitu Dimas, kau tahu sendiri lah, berapa lamanya Aku tinggal jauh dari Naura. Bisa kau bayangkan betapa rindunya Aku ini."

"Yaa, Aku tahu lah... Aku pun pernah merasakan bagaimana bila hati sedang dilanda kerinduan dan tak ada kontak sama sekali. Tentu sering pula sebuah benih-benih kekhawatiran itu muncul, ya seperti yang kau alami sekarang ini."

"Kau benar Dimas, terkadang Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri tentang bagaimana keadaan Naura, sedang apa dia sekarang, apakah dia baik-baik saja,? Dan semua itu tak pernah ada jawabannya, hingga sebuah kekhawatiran yang tak pernah bisa ku hapus dari pikiranku muncul… apakah Naura masih mau menungguku disana.?"

"Kenapa kau berpikiran seperti itu? kau itu harusnya postink, positif thinking tau nggak,? Ucapan itu doa, kau tahu itu kan. Sudahlah Akbar, hapus semua pikiran-pikiran negatif kau tentang Naura itu. Yaqin.! Apa yang telah kau perjuangkan selama ini pasti akan terwujud, kalau jodoh nggak akan kemana-mana!"

Aku merasa sedikit lega mendengar ucapan Dimas. Walaupun aku sudah tau itu, tetap saja berbeda ketika orang lain yang menasihati. Inilah yang disebut kekuatan dari sebuah ucapan. Sederhana namun efektif membangunkan jiwaku yang tengah lengah. Aku pun kembali bersemangat belajar. Wisuda tinggal beberapa bulan lagi, nilai-nilaiku harus segera kuperbaiki tentu saja pengetahuanku pun harus lebih ditingkatkan. Ini semua demi masa depanku, orang tuaku dan Nauraku.

•••••

Syukur kuucapkan pada sang pencipta yang maha kuasa, selepas acara wisuda. Mataku terus mencari-cari sosok pahlawan hidupku, kedua orang tuaku telah hadir dalam acara wisudaku. Kucium kedua tangan ayah dan ibuku, kupeluk mereka dengan penuh rasa hormat karena tanpa mereka Aku bukanlah apa-apa.

Aku terheran-heran ketika tiba-tiba ayah dan ibuku melepaskan pelukanku. Dan ternyata seseorang telah hadir pula di acara wisudaku. Aku hampir tak mempercayai hal ini, orang yang selama ini Aku kagumi, Aku dambakan, kusebut dalam doa, dia telah hadir, hadir di hadapanku dan mengucapkan selamat atas lulusnya wisudaku.

"Assalamualaikum Mas Akbar, selamat ya… Akhirnya wisuda juga mas tahun ini," ucap Naura sembari tersenyum. Seolah dunia ini sedang berpihak kepadaku... bahagia ini tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Hanya rasa syukur atas karunia tuhan yang dapat Aku panjatkan. 

"Waalaikumsalam Naura… iya alhamdulillah… emh, oh iya gimana kabar kamu selama ini?" tanyaku sangat penasaran "Kamu masih seperti dulu kan Naura....?"

"Emh,, maksud Mas Akbar apa? Aku nggak ngerti"

"Masih ada peluang buat Aku kan…?"

Tak ada jawaban dari mulut Naura, Aku pikir Naura telah mempunyai pilihannya sendiri. Namun tiba-tiba senyuman manis Naura kian menjadi-jadi, dan itu membuatku semakin bingung. Ayah merangkul pundakku beserta ibuku... kembali senyuman itu ia perlihatkan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya...

"serius ?"

"iya..." jawab Naura hampir tak bersuara

"beneran ?"

"iya mas..."

Seketika harapanku tumbuh kembali. Kucubit pipiku sendiri dan rasanya memang sakit, namun rasa sakit ini tak dapat kurasakan kembali saat Aku tahu ternyata Naura benar-benar setia menungguku, menjaga hatinya untukku... dan selalu merindukan diriku... Aku dan juga Naura telah menantikan saat-saat seperti ini.

Tak hanya Aku dan Naura yang merasakan kebahagiaan ini, namun orang tuaku pun ikut bahagia dalam pelukan.

"eiiiiittt… belum boleh ya... belum sah! sabar dong… abis ini kita ke KUA deh. Udah pada ngebet nih anak-anak!

Tawa kami pun meledak....

SELESAI

"Bukti cinta tak harus dengan setiap hari bertanya kabar dan mengingatkan makan. Bukti cinta adalah dengan tetap menjaga kesucian hati dan diri untuk tidak berbuat hal-hal yang sudah jelas dilarang oleh Allah"

"Semangat Para Pejuang Halal, Semoga Allah Pertemukan Kalian Dengan Jodoh Terbaik Pilihan Allah"

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

KarimaIfhacreators' thoughts