webnovel

antara CINTA atau UANG

Area dewasa!!! Cerita ini Hiatus untuk waktu yg lama, masih harus banyak revisi agar bisa nyambung ceritanya! Menjalin cinta dengan dua pria!! Lia bertemu Max dan saling jatuh cinta tanpa mereka sadari. Diantara hubungan yang mulai berkembang munculah Jack, si pengusaha yang misterius. Pria seksi bermata abu itu juga menjerat perasaan Lia. Max tak mau begitu saja melepaskan perasaannya pada Lia. dia berusaha meyakinkan Lia kalau dia adalah pria yang pantas. Max selalu ada saat Lia tertimpa masalah, tapi Jack punya cara lain untuk menghibur Lia. Cinta segitiga oh bukan. masih ada tuan Edward, bos Jack sekaligus ayah dari Max yang menginginkan Lia.. bagaimana akhir hubungan rumit ini?

Ayun_8947 · Urban
Not enough ratings
243 Chs

Nafas Edward

Lia mencoba memaksa menarik handle pintu semampunya, dia sudah mencoba beberapa kali tapi tak berhasil. 

"Siapapun pun di luar sana! Tolong aku!!" lia mencoba berteriak.

"Bos Bellen!! Boosss!!" lia menaikkan nada suaranya. Dia hampir putus asa menunggu seseorang untuk membuka pintu kamar mandi. Masa tak ada yang menyadari kamar mandi ini terkunci. Kenapa semua orang seakan menghilang. Lia tak habis pikir.

Dia bertumpu dengan sebuah kaki, sementara kaki lain mencoba menopang tubuhnya di tembok, kali ini lia akan mengerahkan semua sisa teganya, dia menarik handle pintu dengan mengatup rapat giginya.

"AAAAKKK!!!" Lia menarik sekuat tenaga hingga mengulang beberapa kali. Tetap tak berhasil. Hingga dia merasa tenaganya sudah habis. Lia bertolak pinggang dan menahan nafasnya yang ngos ngosan.

"Siapa yang melakukan semua ini!" lirih lia tak habis pikir. Dia menyeka dahinya yang berkeringat. Lia mengeluarkan ponsel dari dalam saku, baru saja dia akan menekan kontak bosnya, ponsel itu mati, kehabisan daya baterai.

"Bagus sekali!!" sesal lia putus asa.

Dia mencoba mencari jalan lain. Matanya tertuju pada ventilasi yang terbuat dari parket kawat. 

"Itu tidak akan mudah lia, tapi setidaknya kau tetap berusaha!" lia menyemangati diri sendiri

Dia naik ke atas closed, dan menepuk nepuk kawat kayu yang menutupi ventilasi udara. Sepertinya cukup kokoh. Tapi gadis itu tak mau menyerah. Dia mencari sesuatu di dalam kamar mandi yang bisa membantu ya untuk meloloskan diri dari kamar mandi sempit Ini. Sebuah sikat bergagang menjadi pilihan lia. Dia meraih sikat dan menepuk nepuk kawat penutup ventilasi. Debu mulai berjatuhan membuat lia terbatuk batuk. 

"Uhuk, uhuk!" gadis itu mencoba menangkis semburan debu tebal dari atas kepalanya. Sekarang bukan hanya wajah bahkan kepala Lia sudah tertutup debu hitam tebal. Tapi dia tak boleh menyerah. Lia menepuk sekuat mungkin berharap kawat itu bisa lepas dari ventilasi. 

"Ah, sepertinya akan sangat sulit!" kesal Lia, dia seakan ingin menyerah.

"Siapapun itu, tolong aku!" gusar Lia menepuk kawat sekali lagi. Dia sudah cukup kelelahan melakukan ini. Dan tak ada kemungkinan akan berhasil lolos dari ruang sempit basah ini.

---

Max baru saja akan pulang ketika dia melihat Bellen mengambil sepeda motor tak jauh dari parkiran mobil Max.

"Hay pak, kau mau kemana?" tanya Max dengan mengangkat tangan, menyapa pak Bellen. Tumben sekali pria mata duitan itu meninggalkan meja kasir. Max sampai terheran heran.

Bellen menaiki sepeda motor nya, dia memacu kendaraan roda dua itu dan segera menghampiri posisi Max. Dia menepuk punggung Max dengan perlahan, mereka terlihat cukup akrab.

"Hay, tampan! Kau mau kemana?"

"Pulang.."

"Kenapa?" tanya Bellen tak percaya

"Kenapa apa! Aku harus pulang, sudah waktunya pulang.." Bellen menaikkan alisnya.

"Bukankah kah kelasmu ada acara malam ini?" Max tak mengerti ucapan Bellen.

"Kau harus membantu gadis gadis membereskan cafe, dan siapa yang akan aku percaya. Kau harus membuat pembukuan pada toko ku. Itu kan bagianmu!" Bellen menatap wajah bingung Max dengan sorot mata serius.

"Kelas ku, acara apa?" Max jelas tak mengerti.

"Mana aku paham. Ini, aku titipkan meja kasir!" pak Bellen memberikan kunci tokonya pada Max. Dia tak peduli dengan wajah bingung Max.

"Aku tak mau tahu, aku hanya tahu untung saja!" ujar Bellen menggas sepeda motornya. Max menatap punggung Bellen dengan wajah heran.

"Dia membicarakan apa!" Max mengangkat kunci toko Bellen. Dia tak peduli. Dia hanya ingin pulang saja. Max menuju mobilnya dan bersiap menyalakan mesin. Dia akan pergi ke kursus belajar setelah ini. Max sedang bersemangat untuk belajar. Dia mengingat kalimat Pauline. Dia harus berhasil.

----

Di kediaman Eduardo. Max sudah berganti pakaian dan membersihkan diri. Dia segera bangkit menyadari waktu berjalan cepat, ini sudah pukul enam sore. Dia ada kelas tambahan jam tujuh malam.

Mariah baru saja pulang dari butik, dia melihat max, dan mengejar langkah keponakannya itu.

"Max apa kau masih marah padaku?" tanya Mariah mencoba menghentikan langkah Max. Pemuda itu tak banyak merespon, dia hanya menggeleng pelan.

"Max, aku sudah beberapa kali minta maaf, tapi kau terus mengabaikan diriku" Max menoleh malas.

"Sudahlah bi lupakan saja itu. Kita tak akan membahas hal itu lagi, oke?"

"Tapi kau tak boleh mengabaikan ku!" rengek Mariah, menyentuh bahu Max.

"Bi aku harus pergi dan mencari tempat les. Aku tidak mengabaikan kau bi. Aku sedikit sibuk" ujar Max mempercepat langkah.

"Kau tidak sedang berbohong kan?" Max menggeleng.

"Baiklah kalau begitu" ujar Mariah pasrah. Sejak kejadian minggu lalu, hubungan mereka sedikit merenggang. Max terlihat berubah.

Max meninggalkan Mariah tapi kemunculan Edward membuat Max kembali menghentikan langkahnya. Edward tersenyum pada Max dan Mariah.

"Apa kalian akan makan malam di luar?" tanya Edward dengan kedua tangan terangkat dan menggaris senyum. Dia menyorot wajah murung Mariah. Max menoleh sebentar dengan bibinya, mereka saling menatap sejenak lalu menggeleng kompak.

"Tidak, aku ada kursus" ujar Max menarik Ranselnya ke bahu.

"Baiklah, belajarlah dengan giat" ujar Edward menyemangati Max. Dengan fake smile di bibirnya.

"Kau Mariah?" tanya Edward pada Mariah, gadis itu menarik senyum ragu. Max meninggalkan Edward dan Mariah, dia melangkahkan kaki dengan cepat. Edward menghampiri Mariah, dia merangkul pundak Mariah.

"Mari kita makan malam bersama" dengan canggung Mariah mengangguk, dia mengikuti tuntunan tangan edward. Pria itu menjilat permukaan bibir, dia menatap tulang selangka Mariah yang menekuk seksi, pria itu menarik nafas dalam dengan tatapan menggoda.

"Apa kau sedang ada masalah?" Edward mendekatkan kepalanya pada telinga Mariah, pria itu berbisik dengan suara berat. Mariah sedikit menjauhkan posisi lehernya, hanya karena terlalu tiba tiba, malah membuat posisi mereka tak sengaja bertemu. Kepala Mariah menyentuh hidung Edward. Membuat pria berumur tapi masih gagah dan maskulin itu menarik nafas dalam, menikmati aroma tubuh Mariah. 

Ah, aku ingin sekali menikmatinya, batin Edward meronta ronta dalam hati. Wanita seksi yang matang, Edward memimpikan Mariah dalam pelukannya. Tapi tak bisa tiba tiba. Dia harus mengatur strategi dengan baik. Sekarang bersabarlah sampai di tua Pauline hengkang dari sisinya. Edward masih mau menunggu.

Edward menarik kursi untuk Mariah. Dia mengambilkan piring dan mengisi untuk Mariah, membuat wanita itu risih tapi tak bisa menolak. Dia menumpang di rumah Edward dan iparnya itu memberi banyak fasilitas mewah untuknya.

"Kau tahu Mariah.." bisik Bisik Edward menarik tangannya, menyusuri pundak tegang Mariah, dia mengelus lembut hingga tulang punggung gadis seksi di depan matanya.

"Ini menu yang spesial, apa kau menyukainya? Siput asia.." Mariah menatap isi piring nya. Bukan cahviar tapi siput.

"Aku dengar siput bagus untuk tenaga dan kulit, mereka dipercaya bisa membuat kulit kenyal dan awet muda" Mariah mengangguk kecil dengan kikuk. Kenapa Edward semakin hari semakin berani saja. Apa yang terjadi akhir pekan kemarin. Mariah bertanya tanya.

"Nikmatilah makananmu. Aku akan menyusul setengah jam lagi. Nikmatilah perlahan lahan" bisik Edward dengan sorot mata menatap salah seorang maidnya yang masih berusia muda, mungkin masih dua puluh lima tahun. Pria itu mengedipkan mata dan menunjuk dengan dagunya.

"Makanlah.." ujar Edward sekali lagi sementara dia melangkah menuju ruang kerjanya.

"Buat ka aku segelas minuman ginseng!" ujar edward pada maid yang tadi mendapat kedipan matanya. Gadis iru mengangguk cepat, dia berlari ke dapur dengan tergesa gesa.

Mariah menarik nafas dalam dan menggeleng. Dia tak peduli. Mariah melanjutkan santap malam ya sendirian. Rumah ini semakin sepi saja. Kali ini hanya tinggal dia sendiri di meja makan.

Edward masuk ke ruang kerjanya dengan membanting pintu. Pria iru membuka kaos dengan tergesa gesa. Dada nya jelas terlihat naik turun, Edward kehilangan ketenangannya. 

"Mariah!! Akh, aku begitu menginginkan gadis muda itu dalam pelukanku!" Edward memejamkan mata membayangkan Mariah dalam

----

Tok.. Tok tokk!!

Edward meraih gagang pintu dan segera menarik pelayan dengan baki dan segelas minuman di atas nampan itu. Tarikan bertenaga Edward membuat minuman di tangannya tumpah.

PRAANG!! Suara pecahan beling terdengar. Membuat Mariah terperanjat terkejut. Mariah menoleh ke arah sumber suara.

"Apa dia salah membuat minuman lagi?" tanta Mariah pada pelayan di sudut ruangan. Pelayan itu menggeleng dan menunduk tak mengerti.  Mariah tak mau ambil peduli. Mariah melanjutkan makan dan memasang earphone di telinganya. Dia menyetel musik favorit nya.

"Tuuaannn.." desah pelayan masih mengenakan seragam maid dengan renda pada seam apronnya.

Edward menarik kasar stoking hitam yang digunakan pelayannya, tanpa ampun dia membanting tubuh pelayan hingga ke sudut tembok, pria itu menyingkap rok lingkar yang mengembang di pinggul pelayannya.

Edward menggenggam kasar gundukan menggoda di punggung pelayan, dia menggigit kasar dan menjilat habis. Membuat pelayannya hanya bisa pasrah dan menikmati. Bermain kasar dan penuh gelora. Edward memutar tubuh pelayan dengan cepat. Dia meminta pelayannya berlutut dengan posisi kedua tangan ke belakang, Edward meraih sebuah tali, dia mengikat tangan pelayan, pria itu menikmati gadis yang berlutut dibawah kakinya. Dia membuka celananya hingga tubuhnya polos dan tak menyisakan sehelai benang pun.

"Cari dimana aku, dan lakukan dengan cara terbaik!" ujar Edward memerintah, si gadis mulai beranjak dengan kakinya, tapi Edward malah Memutar tubuh pelayan itu beberapa kali sambil menarik resleting di belakang punggung gadis itu, dengan kepala pusing, langkah yang terhuyung, si pelayan memulai permainan Edward yang pertama, dia tertatih mencari keberadaan majikannya dengan menutup mata, pria itu menikmati pemandangan di depannya. Gadis muda yang tertatih-tatih dengan tangan terikat. Belum lagi dress-nya yang perlahan terjatuh, menyingkap bahu dan mulai kian turun hingga meng-ekspose bagian dadanya. Itu belum seberapa. Saat gadis itu mendekat, Edward berpindah tempat. Dia menarik turun perlahan dress pelayannya, hingga bentuk tubuh atas sudah terlihat, dan bagian punggung semakin terbuka. Edward membuka kaitan bra di punggung si gadis pelayan, dia menarik dress paksa. Tapi tak bisa karena terkunci di lengan. Lengan nya masih terikat kencang. Hanya saja mana Edward peduli. Dia tetap memaksa hingga si gadis meringis sakit.

"Aaakkhh!!" dia setengah berteriak menyadari rasa perih di pergelangan tangan, ikatan itu terpaksa terlepas hingga dress bisa turun sempurna. Edward tersenyum puas mendengar teriakan si pelayan.

"Permainan baru saja dimulai" ujar Edward menarik sebuah cambuk. Dia menyeringai dan memulai aksinya.

"Berteriaklah semaumu, karena kita akan menuju ruang rahasia.." bisik Edward, menarik tubuh si pelayan.

"Sekarang kau boleh membuka matamu!"

Si pelayan membuka mata dan mendapati sebuah ruangan gelap dengan ranjang besar di depan sana. Ada banyak alat asing di depan matanya. Seakan ini adalah ruangan perkakas. Tak ada yang tahu jika ruang kerja ini mencakup rahasia besar Edward,

Tentu sjaa Edward menyembunyikan semua ini. Dia mulai bersemangat. Edward naik ke kasur dan membuka kakinya. Jarinya menjentik meminta si pelayan naik.

"Merangkak dengan tanganmu, jadilah seperti anjing yang menginginkan daging!" ujar Edward membuka permainan mereka.

----