webnovel

Another World

Another World

Dunia Es : Kerajaan Iceland

Hamparan salju menutupi hampir seluruh daratan pulau hijau namun, lama kelamaan orang-orang akan lebih mudah menyebut pulau ini dengan sebutan Iceland. Pepohonan cemara yang tinggi hingga sepuluh meter, tertutupi putihnya salju yang akan mengkilap seperti jarum-jarum yang meruncing ke langit. Pohon-pohon pinus tak terlihat daunnya, hanya batangnya yang tak kalah tinggi dari pohon cemara. Binatang di pulau ini, hanya berwarna putih bak salju, berbulu lebih lebat dari binatang pada umumnya di luar sana.

Lihatlah, kelinci yang tengah melompat diatas semak-semak itu. Ukurannya dua kali lipat dari kelinci pada umumnya. Bulunya tampak begitu halus, seputih salju. Lalu, kawanan tupai yang tengah menggigit buah pinus pun memiliki bulu yang senada dengan hamparan es yang menutupi tanah. Tak ada rerumputan hijau disana, air jernih pun mereka dapatkan dari mencuri milik penduduk di seberang sungai.

"Sierra!"

Tak ku hiraukan panggilan dari Leone, adikku. Dia seorang pengendali air, sangat berguna di tanah salju ini. Mencairkan dan membekukan kembali salju di sungai hitam. Meskipun, namanya sungai hitam, airnya tetap jernih seperti air pada umumnya.

"Hei! Sedang apa kau?"

Aku terus berlatih untuk menggunakan kekuatan alam, walaupun gagal puluhan kali. Ada rasa iri, ketika keturunan ketiga dalam keluarga justru mendapatkan kekuatan alam yang paling kuat tanpa berlatih. Sementara, keturunan kedua sepertiku harus berlatih dengan keras untuk sekedar mendorong bongkahan es kecil.

"Apa karena kekuatanmu meningkat, kau jadi tidak bisa melihat?" jawabku dengan sebal.

Leone tertawa, tiba-tiba langkahnya semakin lebar. Lompatannya semakin tinggi, dan ia kini sudah bersiap untuk menggunakan kekuatan alam miliknya. Tangannya terkepal erat, kedua matanya fokus pada sebuah objek yang akan menjadi sasarannya. Lalu, ia membuka kepalan tangannya dan membuat bola-bola salju seukuran bola kasti itu menerjangku.

Perisai es tahap pertama, bentuknya menyerupai gelembung raksasa yang terbuat dari serpihan es batu. Tak cukup tebal. Sedangkan, bola salju yang sudah mulai menghantam perisai es itu semakin banyak dengan ukuran yang semakin besar.

Leone menambahkan serangan, tangan kirinya bergerak cepat mengangkat batang pohon yang telah tumbang itu lalu melemparkannya. Teknik kinetik, kekuatan alam lanjutan ketika seorang telah mencapai level menengah. Dan, Leone telah memilikinya sejak berusia sepuluh tahun.

Krak!!!

Pyar!

Perisai es ku pecah menjadi serpihan yang bertebaran kemana-mana, sebagian menempel pada mantelku, sebagian kembali ke tanah. "Aduh!" itu bukan suaraku.

"Kalian masih berlatih disini, apakah belum mendengar kabar jika Putri Suria hilang?" kata ayah yang tiba-tiba saja datang.

Ia membersihkan wajahnya yang tanpa sengaja terkena serpihan es dari perisai ku, kedua mataku melotot lalu segera berlari mendekat padanya. Pria separuh baya, berambut putih sama seperti bulu kelinci. Tubuhnya sudah tak setegap ketika masih muda dulu tetapi, dia mantan seorang panglima perang yang tiba-tiba saja menyerahkan jabatannya. Tak ada yang tahu apa alasannya, yang jelas seragam kehormatannya telah ia lepas sejak sepuluh tahun yang lalu.

"Bagaimana mungkin?"

Kepala ayahku bergeleng kecil, tak tahu. Leone yang biasanya jenius dalam menebak sebuah masalah, hanya terdiam. Kekhawatiran kami sekarang hanyalah satu, ketika Putri Suria menghilang akankah tanah ini tetap akan baik-baik saja? Sementara keseimbangannya tak berada pada takhtanya.

Leone berjalan mendekati kami, wajahnya sudah tak bersahabat. Aku tahu apa alasannya, dia menyukai Putri mahkota itu. Meskipun, sang putri bukanlah manusia seutuhnya dan mereka tak mungkin bersama namun, kekuatan cinta itu memang ada.

"Ayah, aku akan pergi ke istana. Aku akan mencari Putri Suria!" katanya dengan lantang.

"Tidak! Sierra yang akan pergi dengan misi itu, kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Entah kekacauan apa saja, kau tetaplah di sini Leone. Raja, telah memintamu agar menjadi panglima perang tim lima."

Kedua bola mataku nyaris keluar dari tempatnya, bukan karena mendengar bahwa aku berada dalam misi pencarian sang putri. Tetapi, perang? Sebegitu pentingnya kah kedudukan sang putri, hingga ketika ia hilang dunia akan berperang.

"Perang?" tanyaku pada ayah.

"Tak ada waktu untuk menjelaskannya, singkatnya. Kau harus segera menemukan sang putri, pasukan khusus sudah dibentuk beberapa saat yang lalu."

...

Jika biasanya tanah hijau ini selalu turun salju, hari ini berbeda. Sang Surya tiba-tiba saja menampakkan diri, membuat suhu di pulau ini mendadak naik. Perlahan salju dipuncak pohon cemara mulai mencair, mungkin karena itu kerajaan segera membentuk aliansi pasukan khusus untuk berperang dengan penduduk negeri lain.

Aku sibuk mempersiapkan senjata yang bisa digunakan, jika aku tak bisa menggunakan kekuatan alam setidaknya aku masih bisa menggunakan pedang dan kunai–senjata kuno dari negeri seberang. Aku ahli dalam pertempuran jarak dekat, karena tak bisa mengandalkan kekuatan alam.

"Hei, pendek!" seru pemuda yang paling tinggi diantara yang lainnya.

Aku menoleh, mencari siapa yang ia panggil. Tak ada yang lebih pendek dari aku, dengan ragu aku menunjuk diri sendiri. Dia mengangguk mantap.

"Iya kau, memang siapa lagi yang lebih pendek dari kau!"

Sialan! Batinku. Dia melemparkan sebuah pisau kepadaku, meski lebih mirip batu kristal yang sengaja dibentuk seperti pisau karena warnanya yang bening. Aku menatapnya, meminta penjelasan.

"Untukmu, akan sangat membantu nantinya."

"Hm, kau meremehkanku?" kataku dengan nada tak bersahabat.

Tak ada jawaban, mereka lebih memilih fokus untuk mengumpulkan senjata dan energi untuk perjalanan jauh nan panjang yang entah akan kearah mana. Mencari seorang putri yang hilang tanpa sebuah petunjuk adalah sebuah misi buangan, mengandalkan insting dari seorang pengendali udara.

Kami berlima lah yang mendapatkan misi ini, ketimbang ikut berperang mempertahankan tanah hijau ini. Membiarkan para pemilik kekuatan alam yang menjadi pahlawan, berperang di garis terdepan.

Pemuda bertubuh atletis, yang paling tampan diantara yang lainnya adalah seorang pangeran dari negeri gugur. Namanya Ares, seperti dewa perang ia memiliki kedudukan yang sangat dihormati. Dia menjadi pemimpin pasukan khusus ini, dengan segala strategi perang gerilya yang ia miliki mungkin misi ini sangat cocok untuknya.

Gadis cantik itu, ia lebih cocok menjadi tuan putri yang berdiam diri dalam istananya ketimbang menjadi bagian dari pasukan ini. Gadis itu berasal dari negeri yang sama dengan Ares, seperti yang ku dengar ia adalah putri dari bangsawan. Tabiatnya anggun bak seorang putri, memiliki kekuatan murni untuk menyembuhkan berbagai macam luka dan jenis penyakit. Sangat cocok untuk menyempurnakan misi ini. Dia, Psyche.

Kedua pemuda itu, Jace dan Mikael. Mereka dari negeri semi, mereka ahli dalam mencari informasi. Meskipun, aku tak terlalu yakin dengan kemampuan mereka dalam menyamar. Pakaian mereka sangat mencolok untuk misi khusus seperti ini, pakaian motif bunga seperti orang yang ingin pergi ke pantai.

Lalu, diantara semua negeri hanya negeri Api yang tidak mengirimkan salah seorang pasukannya. Membuat semua orang berasumsi bahwa perang ini adalah untuk melawan negeri api. Perang yang akan benar-benar menghancurkan semuanya diatas tanah hijau ini.

"Kalian siap?" tanya Ares dengan tegas.

"SIAP!!"

Begitu kami menjawabnya, pasukan khusus ini segera berangkat menuju utara. Entah apa yang akan kami jumpai di sana, dan bahaya apa saja yang menanti kami segera berangkat. Aku menunggangi kuda putih milik Leone, kuda yang seharusnya ikut berperang dengannya. Namun, demi menemukan sang putri ia membuatku membawa kuda ini.