13 13-Kemarahan dan Kesedihan

Cklek

"Tadaima¹ Onee-Chan²."

Seorang anak kecil laki-laki menghampiri Leony yang masuk ke rumahnya dengan langkah yang gontai. Ya, Leony memilih untuk kembali ke rumahnya sekarang.

Nampaknya kedua orang tua Leony tak ada di rumah. Ya mereka belum sampai ke rumah sekarang. Dan Leony yakin mereka tidak ada di rumah karena dipanggil oleh kepala sekolahnya.

Adik laki-laki Leony itu hari ini tidak masuk sekolah karena batuk pilek, dia tidak ikut kedua orangtuanya karena ibunya Leony yakin urusan di sekolah itu akan memakan waktu yang cukup lama. Jadi, ibunya Leony membiarkan anaknya itu beristirahat di rumah saja.

Biasanya Leony akan selalu tersenyum riang dan dengan cepat melepas sepatunya di Genkan³ agar segera bisa duduk di ruang keluarga yang lebih sejuk dengan hembusan angin dan pemandangan kolam ikan kecil yang berdampingan dengan taman bunga yang asri dan harum mewangi di sana.

Tapi sekarang beda ceritanya. Mata sembab yang berkantung akibat tangisan tiada henti selama berjam-jam menjadi warna tambahan bagi mata cantik beriris coklat muda tersebut.

Sang adik yang senang dengan kedatangan kakaknya tentu saja sudah menunggunya di atas perbatasan genkan dengan senyuman riang khas anak-anak polos. Tapi hanya ia yang tak tahu menahu dengan keadaan kakaknya sekarang. Kakaknya yang tengah dilanda kesedihan dan rasa malu yang mendalam bak jurang yang memisahkan tebing curam menjulang.

"Onee-Chan tumben pulang pagi. Kenapa pulang pagi? sekolahnya diliburkan kah?" tanya adik Leony dengan polos. "Minta lolipop." Anak kecil itu memeluk Leony dengan senyum sumringah, deretan gigi susunya masih tertata rapi dan bersih.

"Maaf ya Kouki. Onee-chan belum sempat beli lolipop tadi," jawab Leony pelan. Ia mengelus rambut adiknya dengan penuh kasih sayang. Ia yakin setelah ini suasananya takkan bisa setenang sekarang ini.

"Onee-chan kenapa sedih? Onee-chan dapat nilai ujian jelek ya? hihihi," tanya adiknya Leony dengan ekspresi jahil sesekali ia cekikikan geli. Padahal hanya ia yang tidak tahu kalau permasalahan yang terjadi tidak sesederhana itu.

Bukan sekedar permasalahan nilai ujian jelek.

Bukan sekedar permasalahan berkelahi di sekolah.

Bukan sekedar permasalahan bolos sekolah ataupun kenakalan remaja lainnya.

Tapi ini lebih dari itu.

"Bukan Kouki," jawab Leony berusaha tetap tenang dan terlihat gembira seperti biasanya. "Cuma... Onee-chan disuruh pulang lebih awal saja. Oh iya, Onee-chan punya suatu pesan buat Kouki, dan nanti sampaikan ke Hotaru ya."

Adiknya Leony terlihat penasaran. Ia menarik pelan ujung baju kakaknya. "Memangnya kenapa Onee-chan? ada hal apa? ayo beritahu Kouki."

Leony tersenyum getir, bibirnya bergetar. "Kouki sama Hotaru jaga diri baik-baik ya. Maaf Onee-chan kedepannya mungkin tidak bisa membangunkan kalian tidur lagi, atau tidak bisa menyiapkan peralatan sekolah kalian lagi. Entah Onee-chan akan kemana setelah ini, tapi intinya Onee-chan akan selalu sayang kepada kalian."

"Onee-chan mau kuliah ke Kyoto kan? Kouki tahu kok," ujar Kouki. "Kami bisa kok bangun tidur sendiri, kami juga bakalan mandiri menyiapkan barang-barang kami sendiri. Onee-chan saja nanti yang akan kesepian di sana dan merindukan kami, kami kan adik yang tidak nakal dan menggemaskan."

Kuliah di Kyoto, itu impian Leony. Tapi mungkin ia harus menunda impiannya itu terlebih dahulu.

Leony tersenyum, terkadang kepolosan dari seorang anak kecil membantu mereka untuk tidak terlalu terpukul bila ada sebuah kejadian buruk ataupun perpisahan. Ia berharap adik-adiknya tidak merindukannya nanti.

"Iya, Onee-chan akan sangat merindukan kalian. Dan ada satu lagi pesan Onee-chan." Leony lalu mendekatkan wajahnya ke telinga adiknya untuk berbisik. "Kalau ada ribut-ribut, nanti kalian pasang headphone saja ya."

Adiknya Leony mengerutkan keningnya. "Memangnya kenapa Onee-chan? ada ribut-ribut kenapa?"

"Rahasia," ujar Leony tersenyum sembari mengedipkan satu matanya.

Senyuman yang palsu.

Leony mengganti pakaiannya, lalu turun kembali ke lantai satu dan duduk di ruang keluarga. Ia duduk dan memikirkan sebuah cara untuk menjelaskan pada kedua orang tuanya kalau bukan dirinyalah gadis yang ada di video itu. Apapun yang terjadi, Leony akan tetap menyangkal semua tuduhan orang-orang pada dirinya, karena memang bukan dirinya yang menjadi pemeran video tidak senonoh itu.

Ia seharian ini tidak bertemu dengan Abare, Abare juga tidak ada menghubungi dirinya atau mencari dirinya di sekolahan. Air mata membasahi matanya kembali.

"Apa jangan-jangan Abare membenciku? apa dia mengira kalau akulah gadis di video itu? tidak...hiks hiks tidak, aku tidak mau Abare membenciku. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi yang mempercayai aku," ujar Leony bermonolog sembari mengusap matanya yang basah.

Leony mencari ponselnya, ia menggeledah ruang keluarga itu, menggeledah kamar tidurnya, dan saat itu ia baru teringat kalau ponselnya rusak dan ia serahkan pada mamanya.

Leony mengigit bibirnya, ia langsung menuju ke meja kecil di sudut ruang keluarganya. Ia mengangkat gagang telepon dan menekan nomor ponsel Abare.

Tak ada jawaban, Abare tak mengangkat panggilan Leony. Mungkin saja ia tidak mau menerima panggilan dari nomor yang tidak ia kenal, begitulah pikir Leony.

Tapi Leony tidak mau berhenti sampai di situ. Ia terus mencoba menelpon Abare, barangkali lelaki bersurai blonde itu akan mengangkat panggilannya bila ditelpon berulang kali.

"Ya? siapa ini?" tanya Abare di seberang sana.

"Abare ini ak---"

Telepon yang ada di tangan Leony di rebut dari belakang oleh seseorang. Setelah Leony berbalik, ia menemui sosok ayahnya yang menatap Leony dengan tamparan murka.

PLAK

Sebuah tamparan keras mengenai pipi sebelah kiri Leony, tentunya tamparan itu menyisakan warna merah dan rasa perih yang amat terasa di pipi Leony.

"Hiks hiks, Otou-san, k-kenapa Otou-san menampar hiks hiks Leony...." tanya Leony lirih. Ia memegangi pipinya yang terasa sangat sakit. Pasti ayahnya Leony menampar dirinya tanpa rasa ragu.

"Begitulah caramu membalas segala perjuangan kami untuk membesarkan dirimu?!! menjadi seorang pelacur yang menjijikan itukah maumu?!!"

PLAK

Kini Leony jatuh terduduk, pipi kanan Leony juga berwarna merah akibat tamparan kedua dari ayahnya. Leony hanya bisa terisak, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tak hanya pipinya yang sakit, namun juga hatinya. Hatinya terasa sakit melihat ayahnya tega memukulnya seperti itu. Tapi ini bukan sepenuhnya salah ayahnya, karena beliau juga ditipu oleh orang yang membuat video tidak senonoh itu. Tak ada satupun orang yang bersalah di rumah itu.

"A-aku...hiks hiks, aku t-tidak melakukan hiks hiks itu Otou-san...." balas Leony lirih.

Ayahnya Leony sudah naik pitam, padahal beliau sangat tidak ingin menyakiti putri kesayangannya tersebut. Tapi karena rasa kecewa yang sudah menyelimuti hatinya, tak ada lagi kompromi. Beliau juga merasakan sakit hati karena melihat sosok yang sangat mirip dengan putrinya tersebut.

avataravatar
Next chapter