webnovel

Mencuri Dengar Obrolan

Ternyata, Daniel bekerja di sebuah klub malam.

Tempat ini sangat ramai dan juga berisik. Ada banyak sekali orang-orang menari di tengah ruangan dengan tangan menggenggam sebuah gelas berisi cairan merah, yang Xavier ketahui sebagai minuman beralkohol.

Xavier akhirnya tahu di mana Daniel bekerja. Entahlah, ini adalah hal baru juga untuk dirinya.

Beberapa kali Xavier sempat didekati oleh perempuan-perempuan yang memakai pakaian tak senonoh. Bahkan, mereka tak sungkan untuk mencolek dagu Xavier. Hal ini membuat Xavier merasa tak nyaman. Ada sesuatu yang bergejolak panas di dalam tubuhnya.

Seperti yang sudah diduga, Xavier mengusir perempuan-perempuan itu agar menjauh darinya. Hal itu seketika menarik atensi Daniel yang saat ini sedang menuangkan segelas wine kepada gelas pengunjung lain.

"Kenapa kamu menolak mereka, huh? Apakah mereka kurang cantik untukmu?" tanya Daniel tak habis pikir. Di dalam hatinya, ia menghujat akan selera Xavier yang begitu rendah.

Xavier terdiam sejenak. Ia berpikir untuk mencari jawaban paling tepat. "Aku hanya merasa tidak nyaman. Itu saja."

"Bah! Jangan bilang kamu tidak menyukai perempuan? Iya?!" tuding Daniel tak berperasaan.

Xavier berdecak kecil. Ketika ia hendak membalas, Daniel sudah melenggang pergi untuk melayani tamu lainnya. Dan dengan begitu, Xavier memilih menutup bibirnya rapat-rapat.

"Kudengar dalam satu minggu mendatang, pesta pelelangan budak akan segera digelar," ujar seseorang di sisi Xavier, berbicara pada seorang temannya yang duduk di sisi pria itu.

Xavier awalnya hendak mengabaikan dan tidak menaruh atensi. Namun, ketika mendalami apa maksud ucapan pria itu, Xavier pun tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasa terkejut.

Pesta pelelangan budak?

Apakah dirinya tidak salah mendengar?

"Ah, aku juga mendengarnya. Aku berminat untuk datang ke tempat itu, barangkali aku menemukan budak baru yang sesuai dengan kriteriaku. Budak lamaku terlalu pembangkang. Itu membuatku sangat frustasi," balas temannya.

Dalam diam, Xavier sedikit menggeser kursinya mendekat pada kedua pria itu. Berkat dentuman musik yang terlalu menggelegar, obrolan kedua pria itu hampir terdengar samar di telinga Xavier.

"Lalu, kenapa kita tidak datang ke sana bersama-sama saja? Aku juga kebetulan akan datang ke tempat itu. Jika ada yang menarik, maka aku akan membelinya. Jika tidak, maka aku hanya sekadar melihat-lihat saja."

"Ah, itu bukanlah ide yang buruk. Menurut rumor yang beredar, pelelangan kali ini memiliki kejutan yang spesial, selayaknya grand-prize. Aku juga mendengar kabar burung kalau ada beberapa orang penting negeri yang akan hadir di pelelangan itu. Tentu mereka tidak akan menampakkan wajahnya di depan umum. Ini adalah pasar ilegal. Jika mereka ketahuan berkunjung ke tempat seperti itu, maka karier mereka akan hancur."

"Mendengar ucapan mu barusan, aku tiba-tiba saja teringat dengan hancurnya karier Tuan Jerremy setelah bisnis gelapnya terkuak di muka umum beberapa bulan lalu. Tidak hanya menanggung malu, dia juga menanggung sanksi sosial."

Xavier tetap diam di tempatnya. Ia sendiri meresapi setiap kalimat yang didengar.

"Yeah, mau bagaimana lagi? Lupakan saja tentang kasus Tuan Jerremy. Lebih baik kamu memikirkan bagaimana caranya membawa uang dalam jumlah banyak ke pelelangan itu. Mereka memiliki kejutan yang sangat spesial. Dan aku sangat yakin kalau 'kejutan' itu pasti akan sangat mahal. Sangat disayangkan kalau kamu melewatkannya begitu saja tanpa berjuang untuk mendapatkannya. Ingat, kesempatan tidak akan datang dua kali."

Pria satunya mengangguk-anggukkan kepalanya setuju.

"Kamu tahu, 'kan, kalau pelelangan kali ini tidak digelar di tempat lama?"

"Huh? Kenapa memangnya?"

"Tempat itu kini sudah rata menjadi tanah. Tempat pelelangan berjarak sekitar 20 KM dari sini di jalan XY. Dan kudengar, untuk kegiatan pelelangan di masa depan, itu akan digelar di sana juga."

"Aih, aku baru mendengar berita ini."

"Itu karena kamu terlalu sibuk bekerja!"

Setelahnya, kedua orang itu tergelak bersama-sama. Mereka tidak lagi berbicara mengenai pelelangan, melainkan kini mereka berbicara mengenai hal-hal ringan lainnya.

Mendapati kedua orang itu selesai berbicara mengenai pelelangan, Xavier kembali menggeser kursinya menjauh.

Pelelangan ...

Budak ...

Butuh beberapa saat lamanya bagi Xavier untuk mencerna semua hal yang ia dengar. Xavier sangat terkejut kala mengetahui ada tempat seperti itu.

Kenapa manusia bisa diperjualbelikan sebagai budak?

Kenapa Xavier baru mengetahui hal-hal gelap seperti ini?

Ketika di surga dulu, ia hanya melihat para manusia tampak bahagia di berbagai tempat. Karena hal itu pula Xavier memiliki pandangan baik akan kehidupan di bumi. Berkat hal itu pula, keinginan Xavier untuk menjadi manusia semakin berkembang besar seiring dengan berjalannya waktu.

Tapi ...

"Hei! Kenapa kamu melamun?" tegur Daniel seraya menepuk ringan bahu Xavier.

Xavier mengerjap. Ia buru-buru menggelengkan kepalanya ringan. "T—tidak. Bukan apa-apa."

"Kapan kamu pulang?" tanya Xavier mencoba mencari topik obrolan.

"Masih lama. Sekitar tiga jam lagi. Apa kamu ingin pulang?"

"Tidak juga. Aku hanya sekadar bertanya saja. Kalau begitu, aku akan menunggu di sini sampai kamu selesai bekerja. Kamu cukup bekerja saja dan jangan hiraukan aku."

Daniel menganggukkan kepalanya mengerti. Setelah berhari-hari mengenal Xavier, Daniel pun mulai terbiasa dengan karakteristik Xavier.

"Baiklah. Ada banyak hal yang harus aku kerjakan. Jadi, aku tidak bisa menemanimu."

"Mn. Aku mengerti."

Dan dengan begitu, Daniel pun segera pergi dari hadapan Xavier setelah berpamitan. Meninggalkan Xavier yang kini tengah mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan.

*****

"Apa kamu tahu di mana jalan XY?" Tanya Xavier pada Daniel yang sedang mengendarai sepeda motornya. Xavier duduk dengan nyaman di belakang Daniel.

Daniel sejenak terdiam. Meskipun suara Xavier hampir menghilang terbawa angin, namun Daniel masih bisa menangkapnya.

"Jalan XY? Jika tidak salah, itu cukup jauh dari sini. Ada apa memangnya?"

"Tidak ada apa-apa sebenarnya," tukas Xavier kemudian. "Apakah minggu depan kamu memiliki waktu luang?"

"Sepertinya tidak. Jadwalku akan sangat padat. Klub malam tempatku bekerja sudah dibooking oleh beberapa kelompok. Dan itu mengharuskan ku bekerja dari sore hingga tengah malam mulai minggu depan," balas Daniel.

Xavier mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Jika seperti itu, dia tidak bisa mengajak Daniel untuk mengantarnya ke pasar pelelangan budak itu.

Jujur, Xavier sangat penasaran dengan tempat itu. Rasa ingin tahunya tumbuh begitu besar mengenai pasar pelelangan budak yang tidak pernah terbayangkan oleh Xavier akan seperti apa nantinya.

Di sisi lain, ada sesuatu hal yang seakan menarik Xavier untuk datang ke tempat itu. Bak ada benang panjang tak kasat mata yang terhubung dengan dirinya dan berujung pada pasar pelelangan budak itu.

Ataukah ini hanya sekadar perasaan Xavier saja karena terlalu penasaran?

Mn ... mungkin saja.

"Dari mana kamu tahu ada jalan XY di sini?"

"Aku tidak sengaja mendengar orang lain membicarakannya."

"Lalu, kamu akan pergi ke sana?"

"Mn. Aku ingin pergi ke sana," balas Xavier jujur.

"Apa yang kamu cari di tempat itu?" tanya Daniel semakin merasa penasaran.

Xavier berdecak pelan. Dia memukul helm yang dikenakan Daniel pelan tatkala dirinya membalas acuh tak acuh, "Itu bukanlah urusanmu!"

Di sisi lain, Daniel mendumel sebal. Dia juga sebenarnya tidak tertarik ingin mengetahuinya. Toh, bagaimana pun juga, dalam beberapa hari ke depan, Xavier akan pergi dari apartemennya. Dan dengan begitu, Daniel tidak memiliki 'hubungan' lagi dengan pria idiot ini.

"Terserah dirimu saja. Lagipula, seperti yang kamu katakan. Itu bukanlah urusanku. Aku juga tidak peduli."

"Berhentilah berbicara. Aku mengantuk dan ingin segera tidur!"

"Hei, sialan! Kamu lah yang mengajakku berbicara sejak awal!"

Xavier hanya mengangkat bahunya ringan. Tak merasa bersalah sama sekali. Dan setelahnya, keduanya sama-sama terdiam.

Xavier lebih memilih melihat hal-hal yang terlewati di trotoar, sedangkan Daniel memilih fokus mengemudi.

Daniel sudah sangat lelah. Dia ingin segera sampai dan tidur.

Yeah ... hanya itu yang Daniel inginkan saat ini.

Next chapter