webnovel

Angel Who Don't Have Wings

Kesalahan terbesarku yaitu jatuh cinta terhadap roh yang sedang aku giring menuju gerbang pengadilan. sehingga aku di hukum dengan diasingkan kebumi dan juga sayapku di penggal serta dipajang di sebuah patung dilingkungan tempat tinggal para malaikat. Kejadian demi kejadian aku lalui dibumi tanpa keberdayaanku menghadapinya, tetapi aku yakin pertolongan akan selalu ada bagi yang memerlukannya, saat aku merasakan hanya penderitaan muncul seseorang yang membuatku menjadi lebih semangat dan fokusku ke depan untuk menjaganya, begitu juga dengan teman dan keluargaku dibumi.

Omnihara · Fantasy
Not enough ratings
382 Chs

Bagian 8: Pertarungan dan kejaiban

Edgar mengikuti pria tersebut dengan mengendap-endap, semakin lama pria tersebut berjalan semakin memasuki neraka yang paling dalam mengikuti arahan goblin iblis berwarna merah bertanduk tersebut.

"Jauh sekali dia di sandera, tempat ini kan sudah sangat dalam dari sisi neraka." Edgar berbicara di dalam hatinya sambil sesekali mengelap keringatnya yang turun karena udara yang sangat panas.

"Tentu, karena dia orang spesial." Tiba-tiba suara bisakan datang dari belakang Edgar, dengan cepat ia membalikkan tubuhnya dan mengarahkan pedangnya. Ia terkejut karena yang ada dihadapanya adalah pria yang sedang ia ikuti. Dari sisi belakang tanpa sepengetahuan Edgar goblik merah bertanduk tersebut meloncat dan mencakar bahu dan wajah Edgar.

"Penyusup, Penyusup, penjaga!" Teriak si goblin dengan suara kuat.

"Aaarrrggg lepaskan aku dasar iblis!" Edgar memegang tangan goblin lalu membantingnya kebawah dan mengacungkan pedang tepat ke leher goblin tersebut.

"Hahaha, santai. Jangan main kekerasan, bukannya kau diajarkan agar tidak memakai kekerasan kepada kaum lemah ? Hem, dari rambut itu, proporsi wajah, kau pasti Edgar Ricolas. Ada keperluan apa kau datang kemari ?" Pria tersebut bertanya dengan nada sangat lembut dan tersenyum kepada Edgar.

"S-siapa kamu ? Saya mencari teman saya, tolong bebaskan dia. Rohnya di ambil paksa oleh salah satu Iblis. Dia orang sedang kamu sandera." Edgar dengan ngelagapan mengarahkan pedangnya ke arah goblin dan kepada pria tersebut.

"Owh, hahaha baiklah saya akan membebaskan temanmu. Silahkan jalan." Pria tersebut bersikap sopan dan mempersilahkan Edgar untuk berjalan terlebih dahulu,

"Tidak, kau jalan terlebih dahulu." Ia mengarahkan pedangnya dan mengisyaratkan agar jalan, di ikuti oleh pria tinggi tersebut beserta si goblin.

Setelah berjalan cukup jauh, mereka sampai di suatu ruangan yang di dalamnya terdapat roh Justin yang di belenggu.

"Bebaskan dia!" Edgar mendekatkan pedangnya kepada pria tersebut.

"Lepaskan dia, lalu biarkan mereka pergi." Dengan nada yang lembut pria tinggi berambut silver tersebut memperintahka n goblin iblis untuk membebaskan dan memberikan roh Justin yang berada di dalam sebuah kristal. Dengan cepat Edgar mengambilnya dan terbang dengan kekuatan penuh untuk keluar dari tempat tersebut.

"Tuan, kenapa anda biarkan dia mengambilnya!" Goblin tersebut berbicara dengan murkah dan mengeram kesal.

"Tenanglah aku tidak akan membiarkannya selamat sampai surga." Kemudian pri tersebut mengadahkan tangannya keatas dan muncullah sebuah tombak api yang menyala-nyala dan melemparkannya ke arah jalan keluar yang Edgar lalui.

Disisi lain, Reila sudah banyak terluka dan ia tertatih-tatih karena bertarung dengan sengitnya.

"Reila ayo kita pergi dari sini." Edgar membantu Reila berdiri.

"Cepat! Ada tombak api mengarah ke mari!" Reila menepuk bahu Edgar dengan kencang.

Dengan cepat Edgar membawa Reila kembali ke surga dengan menggunakan teleportasi, tapi mereka salah perkiraan karean tombak api tersebut ternyata sempat masuk kedalam portal teleportasi yang di buat Edgar.

"Re-Reila, bawa k-kristal ini kepada M-malaikat Agung." Dengan tangan bergetar Edgar menyerahkan kristal yang berisikan roh Justin kepada Reila.

"Hei, hei jangan banyak bicara. Tolong! Tolong bawa Edgar dan sembuhkan dia!" Reila berteriak histeris di sertai air mata yang mengalir denga deras melihat kondisi Edgar dimana tombak api tersebut menancap di perut Edgar dan mengeluarkan banyak sekali darah. Para malaikat berdatangan dan mengevakuasi Edgar ke markas malaikat penyembuh. Reila mengambil kristal roh tersebut dan membawanya kepada Malaikat Agung.

"Malaikat Agung, tolong Edgar ia terluka, perutnya tertancap sebuah tombah yang terbuat dari api neraka. Tolong selamatkan dia." Reila menangis sambil berlutut di hadapan Mikael.

"Bangunlah, tidak baik kamu berlutut." Mikael membantu agar Reila berdiri kembali, dan melanjutkan perkataannya, "Bagaimana bisa tombak tersebut bisa tertancap ? Dan dimana dia sekarang ?"

"Saya tidak tahu, tiba-tiba tombak itu datang dari arah belakang Edgar dan ikut terteleportasi saat kami kembali, para malaikat membawanya ke markas malaikat penyembuh. Dan ini, Edgar meminta saya memberikannya kepada anda Malaikat Agung." Reila menyerahkan kristal tersebut.

"Baiklah, saya akan ke sana sebentar lagi. Kamu bertukar pakaian lah, dan basuh luka-luka itu. Setelahnya tetaplah berada di sisi Edgar."

"Baiklah, saya permisi." Dengan masih menangis Reila keluar dari ruangan Mikael.

"Reila, bersedih boleh tapi janganlah berlama-lama, semuanya harus kita serahkan kepada yang kuasa." Mikael tersenyum kepada Reila.

"Baiklah, terimakasih Malaikat Agung. Saya undur diri." Reila memberi hormat dan pergi untuk membersihkan diri serta mengobati luka-lukanya.

Mikael membawa kristal tersebut untuk disucikan dan agar roh Justin murnih kembali saat kembali ke tubuhnya, cukup lama Mikael berada di dalam suatu ruangan tertutup. Selama berada diruangan Mikael mengirimkan pesan kepada Billy agar menunggunya di depan ruangan menggunakan telepati. Mikael keluar dan menyerahkan kristal tesebut ke pada Billy.

"Pergilah sebelum terlambat, ia masih berada di ruang jenzah. Letakkan kristal ini di atas tubuhnya." Ketika mereka lagi berbicara Rian dan Zekiel datang.

"Malaikat Agung, mereka ikut juga ?" Billy tersenyum.

"Ya, mereka akan menemani kamu. Pergilah, Tuhan menyertai kamu semua." Mikael tersenyum.

"Kami permisi menjalankan tugas." Jawab mereka bertiga dengan bersamaan dan mereka segera pergi dengan terbang kembali ke bumi.

Didalam perjalanan ke bumu, Rian dan Zekiel membuat dinding pelindung untuk mereka bertiga. Kecepatan terbang mereka menjadi sangat cepat dan langsung menembus ruang jenazah. Mereka melihat tubuh Justin telah selesai dimandikan dan sedan dipakaikan baju. Dengan segera Billy meletakkan kristal tersebut di atas dada Justin, kristal tersebut melebur dan keluarlah roh Justin dan berkata kepada mereka, "Terima kasih kak sudah menyelamatkan ku." Ia tersenyum dan rohnya kembali tersedot ke dalam tubuhnya.

"Haaahhhh." Tiba-tiba Justin menarik nafasnya dengan dalam dan membuat para petugas terkejut. Kini dadanya kembali naik turun menandakan nafasnya kembali.

"Tandu! Tandu!" Mereka memindakan badan Justin ke tandu yang memiliki roda. Dengan segera mereka mendorong tandu ke arah IGD melewati kerumunan orang-orang.

"Dokter! Dokter! Kembali! Nafasnya kembali!" Salah seorang petugas berteriak.

Perawat yang sedang berjalan dekat dengan mereka segera berlari dan ikut mendorong tandu tersebut.

"Apa yang terjadi ?" Mereka mendorong dengan lebih cepat.

"Ini keajaiban, adik ini kembali hidup!" Mereka segera memasukkannya ke IGD, tirai IGD kemudian di tutup, Justin kembali di pasangkan selang oksigen dan di periksa oleh dokter dengan teliti. Mereka sangat terkejut karena keajaiban yang terjadi, kini Justin kembali mendapat pertolongan pertama, tangannya kembali di infus.

Teman sekelas Vera, si anak berkacamata bernama Albert yang mendengar berita Justin kembali, segera berlari ke parkiran dimana keluarga Justin dan rombongan mereka berkumpul membuat kata-kata penghiburan singkat.

"Buk! Kak Justin! Kak Justin kembali! Kak Justin gak jadi meninggal" Albert berteriak dengan polosnya kearah rombongan, dengan nafas terengah-engah dia kembali berbicara, "Tadi aku melihat kak Justin dibawa dari kamar jenazah sambil petugas manggil-manggil dokter, sekarang kak Justin ada di IGD. Aku tidak bohong."

"Justin! Anankku kembali ?" Mamanya Justin mendekati Albert.

"I-iya kak Justin di IGD."

Wajah mamanya Justin terkejut dan kembali menangis, ia berlari sambil berteriak memanggil nama anaknya tersebut. Mike, dan Vera juga berlari menuju IGD di ikuti oleh dosen dan teman mereka semua.