webnovel

Angel and His Broken Wing

Furqan Haykal Ramadhan, adalah seorang lelaki yang diidolakan oleh setiap wanita. Namun, mata dan dunianya hanya tertuju pada adik perempuannya, Fathimah Az-Zahra Ramadhani. Furqan bahkan tidak berpikir panjang untuk mengorbankan segala yang dia mampu demi sang adik sehingga membuat Fathimah terus bergantung kepada kakaknya. Dunia yang mereka miliki perlahan terusik akan kehadiran Navya, Calon istri Furqan dan Rayhan, sahabat Fathimah yang diam-diam jatuh cinta padanya. Bagaimana Furqan yang kerap disapa Kak Rama oleh sang adik mampu meyakinkan Fathimah bahwa adiknya itu memiliki tempat tersendiri yang tidak akan pernah digantikan oleh orang lain, serta meyakinkan hatinya agar mampu melepaskan sang adik?

ShamilaPutri22 · Teen
Not enough ratings
12 Chs

Angel and His Broken Wing BAB 11

Fatimah menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya pelan. Itu adalah salah satu cara yang ia yakini mampu menghilangkan rasa kesalnya. Bagaimana tidak? Sekarang dia sedang berhadapan dengan orang paling aneh di muka bumi menurutnya. Siswa pindahan yang berdiri di hadapannya ini memang sangat menyebalkan sekaligus aneh. Namun entah mengapa, hal itu menjadi sangat menarik bagi Fatimah.

Seharusnya sekarang ia sedang berada di kantin dengan teman-temannya, namun langkahnya justru terhenti saat melihat bayangan seseorang berdiri tepat di rooftop gedung sekolah berlantai 4 itu. tanpa berpikir panjang, ia berlari menuju tangga untuk memastikan apa yang dilihatnya. Benar saja, di sana ia melihat seseorang tengah berdiri di tepi tembok pembatas.

"Kalau mau lompat dari situ kamu nggak akan langsung mati. Paling Cuma cidera berat atau koma di rumah sakit." Ucapnya berusaha sesantai mungkin.

"Siapa yang mau lompat?"

"Jelas-jelas kamu berdiri di pinggir sana, mau apalagi kalau bukan mau bunuh diri?"

"Jangan sotoy. Mendingan loe pergi sana. Nggak usah ngurusin gue. Mau gue mati kek, gue koma kek, lumpuh kek, nggak ada urusannya sama loe."

"Ya udah terserah." Baru saja berjalan beberapa langkah, suara itu tiba-tiba mencegat Fatimah.

"Kalau emang gue punya niat bunuh diri, emangnya kenapa loe harus repot-repot ke sini buat cegat gue?"

"Sebelum kamu mutusin buat bunuh diri, apa kamu udah pamit sama orang-orang yang sayang sama kamu?"

"Maksud loe?"

"Kamu punya orangtua kan?"

"Bokap gue udah mati. Gue Cuma punya nyokap."

"Kamu udah pamit sama mama kamu kalau anaknya nggak akan pulang lagi ke rumah?"

Siswa baru itu memandang dalam kepada Fatimah. Ia seolah mencari sesuatu yang tak kunjung ia temukan. Yang ada di hadapannya hanya ketulusan. Tak ada alibi atau alasan.

"Aku nggak tau kamu ada masalah apa, tapi bunuh diri itu perbuatan paling pengecut dan egois menurut aku. Kamu nggak pernah tau kan apa yang bakal terjadi sama orang yang kau tinggalkan? Gimana kalau mereka nggak bisa terima kepergian kamu? gimana kalau mereka ikutan hancur waktu kamu tinggalin? Kalau kamu pernah rasain sakitnya kehilangan, jangan pernah biarin orang lain rasain hal yang sama."

"By the way, Gue Reyhan."

"Aku Fatimah. Tapi kamu beneran bukan mau bunuh diri kan?"

Seketika Reyhan tersenyum. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran gadis di hadapannya ini. Apa ia memang terlihat sefrustasi itu hingga gadis ini sangat yakin bahwa ia akan bunuh diri.

"Nggak. Gue Cuma suka tempat yang sepi. Nyaman aja. Sorrry, gue bohong soal bokap. Dia masih hidup. Setahun lalu dia ninggalin gue sama nyokap buat perempuan lain. Setelah itu gue benci banget sama dia. Dia hancurin hidup gue dan nyokap gue dan buang kita gitu aja. Bahkan selama setahun ini dia nggak pernah nyariin gue."

"Kamu nggak apa-apa cerita semua ini ke aku?"

"Gue juga nggak ngerti kenapa gue mau cerita sama loe. Kayaknya loe mendingan turun sekarang deh."

"Kenapa nggak barengan aja?"

"Ya loe mikir dong Fatimah. Kalau orang-orang liat kita turun berduaan dari atap, otak mereka bakal traveling sampai mana?"

"Tapi kan kita nggak ngapa-ngapain."

"Emang mereka tau kita nggak ngapa-ngapain?"

"Iya juga sih. Okey, aku turun duluan kalau gitu. Tapi, bolehkan aku mastiin sesuatu?"

"Apa?"

"Mulai sekarang kita temenan kan?"

"Gue pikir-pikir dulu deh."

Fatimah seketika berlari kecil meninggalkan Reyhan yang tersenyum kecil. Gadis itu unik. Entah mengapa ia dengan mudahnya menceritakan kisah yang justru ingin ia kubur rapat-rapat dari dunia sejak setahun lalu. Bahkan ia begitu terbuka pada pertemuan dan perkenalan pertama.

Reyhan Artha Fahmi adalah putra seorang anggota parlemen daerah, Farhan Lazuardi yang cukup populer dalam kiprah politiknya. Namun sayang, setahun lalu semua tercoreng ketika skandal perselingkuhannya tiba-tiba menyeruak ke publik. Reyhan yang selama 13 tahun hidupnya beranggapan bahwa keluarganya adalah keluarga terbaik dan terkenal harmonis harus menelan pil pahit menjadi korban broken home.

Pada akhirnya kenyataan itu membuatnya sangat membenci sang ayah hingga tidak segan beranggapan bahwa sang ayah sudah tiada. Tak heran jika pada pertemuan pertamanya dengan Fathimah ia mengatakan bahwa ayahnya sudah meninggal. Reyhan sama sekali tak menyadari bahwa kenyamanan itu akan membuatnya terikat dalam suatu rahasia besar dengan Fatimah.

Seiring berjalannya waktu ikatan persahabatan itu terjalin begitu saja. Sebatas persahabatan, karena nyatanya sosok Reyhan yang playboy menjadi hal yang kerap membentuk kekesalan dalam diri Fatimah. Percayalah, ini bukan kecemburuan. Fatimah hanya merasa kasihan dengan gadis-gadis yang patah hati akibat ulah sahabatnya itu. Persis seperti hari ini ketika Fatimah melihat Reyhan menggandeng seorang siswi pindahan yang baru saja masuk sebulan yang lalu.

"Korban baru lagi. Kapan tuh anak tobatnya sih?" keluhnya dari kejauhan

"Lagian kamu ngapain sih temenan sama playboy kayak gitu?" Sahut Furqan yang sejak tadi melihat gelagat aneh adiknya

"Terlepas dari sifat playboynya, Reyhan itu anak yang baik kok kak. Dia selalu jagain Fat di sekolah kalau ada yang jahatin Fat. Dia juga selalu bantu ngerjain tugas Fat kalau susah."

"Terus ngapain kamu sewot kalau dia dapat korban baru?"

"Fat bukannya sewot sama Rey kak. Fat Cuma kasian aja sama ceweknya. Nggak tau deh berapa lama lagi dia bakalan patah hati karena diputusin pas lagi sayang-sayangnya."

"Sayang, mendingan kamu nggak usah ikut campur sama urusan orang lain. Biarin aja dulu dia nikmatin hidupnya, nanti juga pasti bosan sendiri. Buat kakak, selama bukan kamu yang disakiti atau terluka, kakak nggak peduli. Tapi kalau sampai peri kecil kakak yang terluka atau sedih, kakak nggak akan pernah maafin orang itu, termasuk kalau itu Reyhan"

"Tau kok kak. Selama ada kak Rama, Fat nggak akan pernah khawatir karena kak Rama pasti selalu bisa jagaian Fat. Tapi kak, orang itu juga pasti punya keluarga yang bakalan terluka kalau liat mereka sedih."

"Lagi bahas apa sih serius banget?" Tanpa mereka sadari, sudah sejak 5 menit lalu pembicaraan mereka menjadi tontonan menarik bagi Reyhan.

"Ngapain sih loe main nongol aja? Ganggu tau nggak?"

"Habisnya kakak serius banget. Rey kan jadi penasaran. Kakak lagi marahin Fat yah? Awas aja yah kalau kak Furqan berani marahin Fat."

"Emang kamu mau ngapain?"

"Nggak ngapa-ngapain sih kak." Jawab Reyhan yang hanya berani cengengesan. Tentu saja ia akan mati kutu jika berhadapan langsung dengan Furqan. Entah apa alasannya. Melihat hal itu, Fatimah tak sanggup menahan senyum gelinya.

"Hay, boleh gabung nggak?" Suara tak asing seketika menciptakan keheningan di antara mereka.

"Boleh kok kak?" Sahut Fatimah polos. Namun respon Furqan berbanding terbalik.

"Rey, gue titip Fatimah, antar dia pulang dulu yah."

"Tapi kak, Fat mau ngobrol sama kak Navya."

"Masih ada lain kali kan?"

"Iya Fat. Lain kali kita nongkrong berdua aja yah."

Fatimah terpaksa menuruti permintaan kakaknya untuk meniggalkan cafe tempat mereka berkumpul tadi.

"Emang kenapa harus diusir segala sih? Kan Fat pengen ngobrol juga."

"Eh, loe ngerti sama privasi nggak sih? Itu pacar kakak loe kan, ya iyalah loe diusir. Dia kan mau ngobrol berdua sama pacarnya. Kalau ada kita, mereka pasti nggak bisa ngobrol santai. Makanya pacaran biar paham."

"Nggak, pokoknya Fat nggak mau pacaran. Pacaran kan dosa. Lagian itu bukan pacarnya kak Rama, itu calon istrinya kak Rama. Kakaknya Fat nggak kayak Rey yang doyan pacaran."

"Enak aja doyan pacaran. Itu bagian dari strategi buat nyari yang cocok. Kalau mereka gue putusin, berarti mereka emang bukan orang yang tepat. Bukan jodoh."

"Halah, alasan. Rey Cuma nyari pembenaran aja kan? Siapa yang bakal percaya sama alasan bego kayak gitu?"

"Orang yang bego juga."

"Rey nyebeliiiiiiinnnnnnn." Lengkingan suara Fatima sukses memekakkan telinga Reyhan.

"Ada-ada aja sih nih anak." Batin Reyhan di tengah senyumnya yang mengembang.

TO BE CONTINUED