webnovel

AndurA

Dua sosok berbeda dalam satu tubuh. Itulah aku! Gelap, kelam, dan tak tersentuh! Itulah sisi lain dar bayangan tergelapku. Lalu sisiku yang lain seakan tersingkir sejak aku kehilangan semua hal yang kusayangi. Mereka, para Pangeran Iblis itu, menghancurkan hidupku! Hingga aku harus melenyapkan mereka semua dalam satu sentuhan hingga lenyap bagai debu!

Ellina_Exsli · Fantasy
Not enough ratings
16 Chs

Api cemburu.

Pagi ini Axelia bangun dengan sangat malas. Ia merasakan seluruh tubuhnya meregang sakit. Sejenak, ia duduk di tempat tidur lalu memegang kepalanya yang terasa nyeri. "Ini aneh," batinnya. "Tubuhku terasa ringan namun sakit semua. Kepalaku terasa berat tapi pandanganku terasa semakin jelas."

Sejenak, ia berjalan membuka jendela kamarnya dan menghirup udara pagi yang menenangkan. Masih terasa lembab hingga ia mengulurkan tangannya keluar lalu merasakan embun pagi yang menetes. Suara jatuhnya setangkai daun kering dari atas pohon membuat Axelia menoleh. Matanya menatap lama hingga ia dapat mengerti perubahan dalam tubuhnya. Semua terasa jelas di lihat dan begitu jelas untuk di dengar.

"Semut kecil itu, lalu daun yang gugur. Aku, kenapa aku dapat mendengar suara terkecil dan jauh sekali pun? Bahkan semut-semut kecil itu terlihat sangat jelas,"

"Axelia ...,"

Axelia menoleh saat suara Neneknya terdengar. Tak lama sang pemilik suara pun membuka pintu kamar Axelia pelan.

"Kenapa kau belum mandi?"

"Ahh, itu," Axelia menggaruk tengkuknya pelan. "Aku akan bergegas, Nek."

"Kay menunggumu."

mata Axelia berbinar. "Benarkah?'

sang Nenek mengangguk. "Bergegaslah, atau kau akan telat pergi ke sekolah."

"Ya, aku akan menemui Kay setelah ini,"

Tersenyum senang, Axelia segera menuju kamar mandi dan menyiapkan segala keperluan sekolah pagi ini. Langkahnya semakin pelan dengan tubuh mengintip Kay di balik pintu kamarnya. Ia dapat melihat dengan jelas ada sehelai rambut yang menghalangi pandangan Kay. Dapat mendengar dengan sangat jelas, alunan detak jantung Kay yang sedikit lebih cepat dari normal. Lalu dapat melihat dengan jelas bahwa Kay juga memiliki bulu mata yang lentik. Dan Axelia semakin menyadari bahwa teman kecil yang kini menjadi pacarnya itu sangat tampan.

"Axelia," desis Kay pelan namun terdengar jelas di telinga Axelia saat langkah kakinya keluar dari balik pintu kamarnya.

"Maaf membuatmu terlalu lama menunggu."

Kay menggeleng. "Kita berangkat sekarang?"

Axelia mengangguk. Sambil mengikuti punggung Kay yang mulai keluar dari rumahnya. "Nek, kami berangkat." ujarnya sebelum menutup pintu rumah.

Kini mereka berjalan beriringan. Kay mengulurkan tangannya dengan senyuman manis yang membuat hati Axelia menghangat. Axelia balas mengulurkan tangannya dan Kay langsung menggenggam tangan Axelia. Bergandengan tangan, mereka terlihat serasi dengan wajah berseri meski tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Melewati jalanan sepi lalu gedung-gedung tinggi dan berada di tengah keramaian untuk menuju sekolahnya. Meski masih tak ada kata yang terucap, mereka berdua cukup menikmati waktu pagi ini hingga berada di pintu gerbang sekolah.

"Axelia, aku-"

Kay menatap tak suka saat kehadiran Evard yang berada di pagar sekolah menatap Axelia dengan tatapan luka. Kay menggiring tubuh Axelia untuk berada di belakang tubuhnya.

"Ada hal yang harus aku bicarakan dengannya," ujar Evard lagi. Matanya menelisik pada genggaman hangat tangan Kay dan Axelia. Sesaat rasa sesak itu hadir di hatinya.

"Ev-evard," ujar axelia menyembulkan kepalanya dari balik tubuh kay. "Kay, dia-"

"Lupakan. Aku akan mengatakannya lain kali," ujar Evard lagi lalu berlalu pergi memasuki halaman sekolah.

Kay mendesah saat Axelia menatapnya lama. "Maaf," ujarnya menggantung. "Entah kenapa aku tak suka dia memanggil namamu atau mendekatimu."

"Aku tak memiliki rahasia apa-'

"Aku tahu," potong Kay cepat. "Aku tak akan mengulanginya lagi." ia membelai puncak kepala Axelia. "Ayo masuk, kita akan terlambat jika hanya berdiri di sini saja."

"Kau duluan, aku akan menyusul. Kau tahu kan, aku tak suka menjadi pusat perhatian karena masuk dengan bergandegan tangan denganmu."

Kay tertawa. "Kau masih saja tetap sama." ia melangkah lebih dulu memasuki halaman sekolah.

Tak lama kemudian, Axelia melangkah masuk namun dengan cepat langkahnya terseret paksa karena Evard menarik tangannya. Evard membawa Axelia ke taman belakang sekolah dan menatap wajah Axelia lama.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Axelia marah dengan melepaskan tangannya dari genggaman Evard. Ia melihat dengan jelas guratan merah di tangannya usai Evard melepaskan tangannya.

Tidak ada jawaban, Evard masih menatap wajah Axelia lekat. Batinnya berkecamuk dengan perasaan masa lalu yang sangat sulit ia kendalikan. Melihat tak ada jawaban, Axelia mendongak sedikit dan manatap wajah Evard. Tertegun dengan raut sedih yang memperlihatkan dengan jelas luka di dalam matanya.

"Kau boleh memakainya," ujar Evard pada akhirnya setelah melalui perdebatan panjang dengan pikiranya. Ia menyerahkan sebuah cincin berkilau yang pernah Axelia lihat.

Axelia menggeleng. "Aku takmembutuhkannya,"

Evard menoleh pada penolakan Axelia. "Kau juga boleh membuangnya."

Axelia tertawa sumbang. "Kau menyeretku hanya untuk ini?"

Evard diam.

"Kau bisa membuangnya sendiri," putus Axelia dengan membalikkan badannya.

"Apa karena kekasihmu?" seru Evard terdengar jelas di telinga Axelia. Hal itu membuat langkah Axelia terhenti. "Apa karena dia kau menolak cincinku?"

Axelia membalikkan badannya, " Dengar, aku tak tahu kenapa kau seperti ini padaku. Tapi aku juga tak memiliki alasan untuk menerima semua hal yang kau berikan."

"Jadi tak ada hubungannya dengan kekasihmu?"

Hela napas kasar, Axelia semakin tak mengerti dengan lelaki di depannya. "Hal yang harus kau tahu adalah sikapmu cukup menggangguku."

Evard tertegun. Axelia melanjutkan langkahnya namun terhenti saat tubuhnya menubruk seseorang.

"Ahkk," rintihnya pelan.

"Hei, kau gadis manusia yang kemarin bukan? seru Axenio girang.

Axelia mendongakkan wajahnya dan bertemu dengan tatapan Revander. Tatatapn Axelia beralih pada Dexter yang tak jauh dari Revander dan Axenio. Lalu Leon satu memainkan matanya saat axelia berganti menatapnya.

"Kita bertemu lagi, gadis cantik." bisik Revander membuat tubuh Axelia mundur secara alami.

Duk! tubuh Axelia terantuk tubuh Evard dari belakang. Axelia menoleh ke belakang cepat dan mendapati Evard tengah menatap teman-temanya.

"Hei, kau membuatnya takut Revander." Leon seakan tak terima melihat raut wajah Axelia yang berubah ketakutan. "Tenanglah, kami tak akan membunuhmu."

"Itu lebih menakutinya, Leon. Dasar," ujar Dexter memprotes kata-kata Leon.

"Ohh, maaf. Aku tak tahu."

"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Evard sambil meraih tangan Axelia untuk berdiri di sampingnya.

"Sekolah," jawab Revander cepat. "Memangnya apalagi?!"

"Hei, kau mau berkunjung ke kerajaan kami?" tawar Rexander sambil menatap Axelia yang berdiri di samping Evard.

"Revander," sela Evard dingin. Ia menatap tak suka pada tawaran Revander.

"Aku tak akan memakanmu. Aku janji akan menjaga keselamatanmu." tawar Revander lagi tanpa memperdulikan tatapan Evard.

Axelia menggeleng pelan.

"Kau menolakku?" tanya Revander dengan raut tak bersahabat. Hal itu membuat Axelia menjadi kian ketakutan. "Hah, tak bisa kupercaya. Aku di tolok seorang gadis manusia. Apa kau tahu siapa aku?"

"Hentikan," ujar Evard lagi. Ia menatap pangeran lain yang hanya tersenyum dengan penolakan Axelia. "Apa kalian memiliki banyak waktu hingga dapat bermain dengan gadis manusia?"

"Bagaimana denganmu?" tanya Revander kembali dengan nada dingin. "Sepertinya kau punya waktu sangat luang hingga menjalin kasih dengannya. Tenang saja, kami hanya ingin sedikit bermain-main dengan kekasih manusiamu."

"Kami tak seperti itu," sela Axelia jelas. Membuat Revander menatapnya. "Aku bukan kekasihnya dan hubungan kami tidak seperti yang kalian pikirkan." Evard terlihat kelu dengan kejujuran Axelia.

"Gadis manusia," ujar Axenio pelan. Ia menaap Axelia lembut. "Kurasa tak buruk jika memiliki kekasih secantik dirinya. Aku akan turut bermain jika kau mengijinkannya, Evard."

"Bukankah itu menyenangkan?" timpal Dexter mendukung kata-kata Axenio. "Aku juga tak keberatan jika itu dirinya, Evard."

"Hahaha, aku tahu ini gila. Tapi itu layak dicoba," kini Leon ikut memberitahukan pendapatnya.

Evard memejamkan matanya,meredakan amarah di hatinya yang mulai tersulut. "Hentikan. Kalian mulai keterlaluan!"

Axelia menatap bingung dengan perdebatan di antara mereka. Ada raut takut namun entah kenapa ia dapat berdiri setenang itu di antara mereka. Ia merasa udara di sekitarnya memanas. Semua terlihat sedikit kabur hingga ia mengerutkan keningnya. Jantungnya berdetak kencang hingga helapaan napas berat itu terdengar. Membuat Evard menatapnya khawatir.

"Kau baik-baik saja?"

Revander menarik ujung bibirnya tipis. Begitupun dengan yang lainnya. Melihat Evard yang begitu khawatir pada Axelia cukup membuat mereka tahu. Evard sangat peduli pada gadis manusia yang berada di sampingnya.

Axelia mengerjapkan matanya pelan. Perasaannya terasa aneh hingga ia merasa tubuhnya bukan miliknya. Lalu semua mengabur hingga ia merasakan terpenjara dalam ruangan gelap tanpa cahaya sedikit pun. Bersimpuh patuh tanpa bisa menolak saat kibaran sebuah gaun hitam panjang melewatinya dengan senyum sinis yang tak dapat ia artikan. Iris mata merah kelam itu tampak berkilat di tengah gelapnya ruangan. Ketukan lantai terdengar saat langkah kaki itu menjauh dari matanya. Axelia terjebak. Tak dapat bicara atau berteriak saat melihat bayangan itu begitu mirip dengannya. Atau, itu memanglah dirinya.

"Axelia" panggil Evard lagi membuat Axelia mengerjap pelan. "Kau baik-baik saja?"

Axelia menoleh. Tersenyum lembut lalu menatap tangannya yang masih dalam genggaman hangat Evard. Mengerling menggoda dengan senyum manis yang tak pudar. "Aku baik-baik saja," ujarnya lembut dengan nada yang begitu sangat berbeda. Ia menatap pangeran lain yang menatapya tak berkedip. "Apakah tawaran itu masih berlaku?"

Evard menoleh. Tidak, itu terasa aneh saat gadis di sampingnya berbicara dengan begitu lembut. Mentapnya menggoda dengan kerlingan mata nakal yang membuat kecantikannya terasa berbeda. Hampa! itulah yang Evard rasakan saat genggaman tangannya terlepas karena Axelia berjalan mendekati Revander. Matanya meneliti setiap pergerakan Axelia yang tak biasa.

"Kenapa? Kau merubah pikiranmu?" tanya Revander saat Axelia mendekatinya. Matanya menelisik senyum Axelia yang terkembang.

"Tapi aku hanya manusia biasa," bisik Axelia merdu dengan menarik tangan Revander sedikit hingga tubuhnya mendekat dengan wajah Revander.

Tatapan mata mereka bertemu. Axelia bahkan dapat merasakan napas Revander yang berhembus lembut. Rambut panjangnya yang tergerai jatuh di tangan Revander hingga membuat Revander menyentuh rambut itu.

"Jangan menyentuhnya," seru Evard dingin.

"Woahhh," ucap Axenio, Dexter dan Leon bersamaan.

"Jadi kau ingin pergi denganku?" tawar Revander lagi tanpa memperdulikan kata-kata Evard.

Axelia tersenyum lembut. Wajahnya bersemu merah dengan kedekatan wajah mereka. Dan hal itu membuat Axelia terlihat cantik di mata Revander. "Apakah itu bukan masalah?"

Revander tersenyum. menyentuh rambut Axelia lagi. "Tentu saja bukan masalah besar."

"JANGAN MENYENTUHNYA!" teriak Evard keras. Amarahnya taklagi dapat ia kendalikan. Tangannya dengan cepat menarik tubuh Axelia untuk menjauh dari Revander. Hal itu membuat Revander dan pangeran lain menatap tak suka.

"Apa yang kau lakukan!" teriak Evard dan Revander dengan pertanyaan yang sama. Jika Evard bertanya hal itu pada Axelia, Revander mengatakan itu untuk Evard. Keduanya saling bertatapan tajam. Hal itu kian membuat pangeran lain menatap waspada. Karena ini pertama kalinya bagi mereka melihat Evard dan Revander saling berteriak marah.