webnovel

AndurA

Dua sosok berbeda dalam satu tubuh. Itulah aku! Gelap, kelam, dan tak tersentuh! Itulah sisi lain dar bayangan tergelapku. Lalu sisiku yang lain seakan tersingkir sejak aku kehilangan semua hal yang kusayangi. Mereka, para Pangeran Iblis itu, menghancurkan hidupku! Hingga aku harus melenyapkan mereka semua dalam satu sentuhan hingga lenyap bagai debu!

Ellina_Exsli · Fantasy
Not enough ratings
16 Chs

6. Pertemuan.

Malam ini udara terasa dingin untuk Axelia. Sejak kejadian tadi siang, reaksi tubuhnya mulai berubah. Axelia seakan menggigil jika ingat semuanya. Lalu bayangan sosok Evard yang membuat Axelia terpaku. Ada rasa aneh yang mulai merambat di hati Axelia. Rasa benci yang tiba-tiba muncul hingga Axelia berkali-kali menepis rasa itu.

Axelia membuka jendela kamarnya lalu berusaha duduk di atas jedela. Menatap langit malam dengan senyum tipis kala mengingat wajah Kay. Hingga sebuah sapaan lembut membuat Axelia merinding ketakutan.

"Selamat malam, Yang Mulia Ratu."

Axelia menoleh pelan. "Ahkkkk...!"

Axelia jatuh dari atas jendela kala menatap mata Arven. Arven dengan sigap menangkap tubuh Axelia dalam gendongan tangannya.

"Yang Mulia, apakah baik-baik saja?" tanya Arven khawatir. Ia menurunkan tubuh Axelia dengan hati-hati.

Axelia berjengkit takut dan mundur kebelakang, menatap Arven takut karena kilat merah di mata Arven. "Ja-jangan mendekat, atau aku akan teriak lalu Nenek akan bangun."

Arven tersenyum geli. "Yang Mulia, hamba bukanlah orang yang perlu Yang Mulia takuti. Hamba adalah penjaga Yang Mulia sejak kecil."

Axelia menaikkan satu alisnya. "It-itu bohong. Aku bahkan tak mengenalmu. "

"Tentu saja tidak, Yang Mulia. Karena hamba hanya bisa mengawasi Yang Mulia dari jauh. Hingga saat Yang Mulia siap dengan segala kekuatan pada diri Yang Mulia." Arven perlahan mencoba mendekati Axelia.

Axelia terus mundur. "Kekuatan? Kekuatan apa? Apa yang Paman bicarakan? Aku manusia biasa."

"Tidak, Yang Mulia. Yang Mulia adalah Ratu iblis. Yang Mulia adalah penguasa Kegelapan. Dan seluruh nyawa makhluk iblis, ada di tangan Yang Mulia."

Axelia menggeleng. "Tidak, itu tidak mungkin. Aku adalah manusia. Pergi, pergi dari sini, atau aku akan berteriak!"

Arven tersenyum. "Hamba hanya mengingatkan, bahwa para Pangeran iblis mulai mencari Yang Mulia. Para musuh kita, mulai mencari keberadaan Yang Mulia."

Axelia menggeleng lagi, karena benar-benar tak paham pada apa yang Arven bicarakan. "Nenek...! Nenek!" teriak Axelia kencang dengan berlari dan menggedor pintu rumahnya.

Arven dengan cepat menghilang dari pandangan Axelia dan mengamati Axelia dari jauh. Deritan pintu terbuka membuat Axelia lega. Seorang wanita tua dengan raut wajah khawatir langsung menatap Axelia. Axelia langsung memeluk  tubuh wanita tua di hadapannya.

"Axelia, ada apa? Bukankah kau telah tidur di kamarmu?"

"Nenek aku takut. Aku takut," ucap Axelia semakin lirih.

Wanita itu tersenyum lembut dan membelai punggung Axelia. "Apa yang membuatmu takut? Kita telah terbiasa hidup di pinggir hutan, Axelia."

Axelia diam. Perkataan Arven cukup mengganggu pikirannya. "Nenek, apakah kedua orangtuaku menyayangiku? Apakah Nenek pernah bertemu dengannya?"

Wanita tua itu membeku. Pertanyaan yang sama dan tanggapan yang sama. Ia sama sekali tak tahu harus menjawab apa. Namun wanita tua itu semakin menyadari bahwa umurnya tak lagi muda. Axelia  harus tahu semuanya. Dengan pelan wanita itu membimbing Axelia untuk duduk dan menutup pintu. Axelia menurut dan tetap duduk tak jauh dari Neneknya.

Wanita yang Axelia panggil nenek itu menggenggam kedua tangan Axelia. Menatap Axelia lembut dan berujar pelan. "Axelia, dengarkan aku. Mungkin ini terlihat menyakitkan untukmu, Nak. Tapi ini adalah kenyataan. Aku tak pernah bertemu dengan kedua orangtuamu,"

Wajah Axelia memucat. Axelia menggeleng namun masih menatap wajah tua Neneknya.

"... 17 tahun lalu, aku menemukanmu di depan pintu rumahku. Kau bayi kecil yang cantik. Dan karena tak ada yang mencarimu, aku merawatmu hingga kini. Kau seperti Cucuku sendiri. Tidak, kau memang Cucuku. Axelia adalah Cucu Nenek satu-satunya." lanjut wanita tua itu lirih.

Axelia membeku. "Ja-jadi aku hanya anak yang terbuang? Aku-, kedua orangtuaku-"

"Sshhhtttt," jari keriput itu menahan bibir Axelia untuk tak berkata lagi.  "Tidak, sayang. Tidak, aku yakin kedua orangtuamu menyayangimu. Pasti ada sesuatu yang membuat mereka melakukan itu semua."

Axelia menggeleng. "Tidak, itu bohong. Itu bohong, Nenek!" Axelia berlari keluar rumah dengan menangis. Terus berlari tanpa menghiraukan panggilan dari neneknya.

Sedangkan Arven yang melihat itu semua hanya menatap miris. "Tidak, Yang Mulia. Raja dan Ratu sangat menyayangi Yang Mulia, hingga menyelamatkan Yang Mulia terlebih dahulu dari semua."

Axelia terus berlari meski malam kian  gelap. Melewati hutan yang sepi hingga sampai pada sebuah rumah yang terlihat sunyi. Axelia menatap rumah itu dari jauh. Menatap jendela sebuah ruangan yang telah tertutup rapi.

"Kay, aku harus bagaimana? Aku-" Axelia terisak pelan. "... aku tak pantas berada di dekatmu yang sempurna. Yang memiliki keluarga bahagia dan sempurna."

Axelia menatap sekilas jendela kamar itu lagi.  Lalu langkahnya kembali terasa berat dengan menyusuri hutan yang kian sunyi. Pikiran Axelia melayang saat mengingat cerita yang selalu terlontar dari neneknya saat ia masih kecil. Namun malam ini, suatu kenyataan membuat Axelia terpukul dan merasa tak diinginkan.

Langkah Axelia semakin jauh hingga sebuah deritan pohon membuat Axelia menoleh. Kesadaran Axelia seakan kembali karena langkah Axelia terhenti. Sekelebat bayangan dalam gelap membuat Axelia semakin menajamkan penglihatannya di tengah malam. Hingga sentuhan lembut di pundak Axelia membuat Axelia terpaku.

"Hmpp, seorang gadis di tengah hutan dan sendirian."

Detak jantung Axelia seakan meledak saat mata merah itu tiba-tiba dengan cepat beralih ke depan tubuhnya.

Ctak! Bunyi dari pertemuan dua jari tangan membuat Axelia mundur. Sebuah api tiba-tiba hidup layaknya lampu dari tangan orang tersebut. Kini, pandangan Axelia semakin tertuju pada sosok di depannya. Seorang pemuda tampan dengan iris merahnya yang juga tengah menatapnya.

"Wow, kau gadis yang cukup cantik," ucapnya lagi.

Axelia hanya diam dan mundur ke belakang. Dukk! Tubuhnya membentur sesuatu hingga tangan asing lagi-lagi menyentuh pundaknya.

"Hati-hati saat berjalan, kau bisa jatuh." bisik seseorang terdengar lembut di telinga Axelia. Axelia langsung menoleh. Menatap pemuda lainnya yang terlihat asing namun juga tampan. Pemuda itu tersenyum samar lalu berjalan melewati Axelia.

"Axenio, bisa kau buatkan api unggun? Dia kedinginan." ucap Leon lagi sambil memerintah Axenio yang masih menyalakan api di tangannya.

"Baiklah, karena untuk gadis yang cantik, aku akan melakukannya." jawab Axenio dengan senyum manis.

Axelia semakin bingung. Sebuah api unggun tercipta cukup cepat hingga membuat Axelia diam terpaku. "Mereka bukan manusia."

"Kau benar, kami bukan manusia." jawab seseorang yang tiba-tiba muncul dan berada di depan Axelia. "Kami semua adalah ... Iblis!" sambungnya lagi hingga membuat Axelia terpaku. Axelia semakin membeku saat menyadari bahwa pemuda yang baru saja mengatakan itu tahu apa yang ia ucapkan di dalam hati.