1 SATU

Seorang gadis berjalan menyusuri koridor sekolah SMA Garuda dan berhenti di depan sebuah ruang kelas bertuliskan XI IPA 4. Gadis itu adalah Anarfa Aila, gadis yang lebih banyak diamnya. Anarfa berjalan menuju bangkunya di dekat jendela. Anarfa sengaja memilih untuk duduk di bangku itu karena tempatnya yang strategis menurut dirinya. Anarfa bisa melihat pemandangan keluar jendela dan juga tepat berada di tengah

Anarfa memperhatikan sekelilingnya yang masih sepi. Anarfa mengeluarkan sebuah buku novel dari dalam tasnya. Anarfa begitu sibuk dengan kegiatannya sendiri hingga tidak menyadari jika seseorang masuk ke dalam kelas. Tak lama, dua orang gadis masuk ke dalam kelas dan menghampiri bangku Anarfa. Anarfa mendongak dan menemukan kedua sahabatnya

Naura Adelia dan Davira Saputri, sahabat Anarfa sejak smp sampai sekarang. Mereka selalu ditempatkan dalam satu kelas namun tahun kemarin Anarfa hanya sekelas dengan Naura tapi sekarang mereka bertiga ditempatkan di kelas yang sama. Naura duduk di samping Anarfa sementara Davira duduk di depan Anarfa

"Bukannya itu Arion? Tumben gak terlambat" ucap Naura. Anarfa menolehkan kepalanya mengikuti arah pandang Naura. Anarfa mengernyit heran menemukan Arion yang sedang menelungkupkan kepalanya kepalanya di meja. Laki laki itu tidak menyadari jika menjadi objek pandangan

"Sejak kapan dia disana" ucap Anarfa membuat Naura dan Davira menoleh menatap Anarfa. Naura menatap malas ke arah Anarfa sementara Davira mengendikkan bahunya tidak tahu dan tidak ingin tahu

"Dia sudah disana saat gue sama Davira datang, berarti dia datang setelah elo. Elo kan nggak menyadari sekitar jika sudah sibuk dunia elo sendiri" ucap Naura yang sibuk dengan ponselnya. Anarfa memutar bola matanya malas mendengar ucapan Naura. Sahabatnya yang satu itu terkadang berbicara terus tanpa disaring. Anarfa sangat tahu bagaimana sifat sahabatnya yang satu ini jadi Anarfa hanya memaklumi saja

"Lebih parah elo kali" celetuk Davira. Berbeda dengan Naura, Davira itu irit bicara sama seperti dirinya. Tapi sekalinya bicara, kata kata pedas yang akan keluar membuat lawan bicaranya bungkam karena semua yang Davira ucapkan adalah kenyataan. Anarfa mulai melirik kedua sahabatnya itu, berjaga jaga menghindari hal yang tidak diinginkan. Anarfa bernafas lega begitu melihat Naura tidak mengindahkan perkataan Davira. Anarfa tidak tahu, Naura benar-benar tidak mendengarnya atau pura-pura tidak mendengar

Anarfa terkadang tidak tahu bagaimana menghadapi Naura dan Davira jika sedang berdebat. Mereka akan saling melontarkan kata kata yang begitu menusuk. Dirinya harus menjadi penengah di antara keduanya. Mereka akan diam jika Anarfa sendiri yang turun tangan. Jika tidak menyumpal mulut mereka, Anarfa akan menarik telinga keduanya. Memang terdengar sedikit kejam namun hanya itu cara untuk membungkam mereka. Setidaknya Anarfa bersyukur jika Naura dan Davira cepat melupakan perdebatan mereka jadi Anarfa tidak perlu memikirkan cara untuk membuat Naura dan Davira berbaikan

"Fa, lo melamun?" tanya Naura yang melambaikan tangannya di depan wajah Anarfa. Anarfa menolehkan kepalanya menatap Naura lalu Davira meminta penjelasan. Davira terkekeh melihat ekspresi wajah Naura yang sedang kesal. Anarfa masih memperlihatkan ekspresi wajah polosnya karena tidak mengerti

"Jadi gini Fa, Naura bercerita tentang gebetan barunya tapi lo nggak dengerin. Lo gak lihat tadi ekspresi wajahnya yang menggebu-gebu saat ceritain dia. Makanya dia kesal karena elonya malah melamun" ucap Davira menjelaskan. Naura masih memperlihatkan wajah kesalnya. Anarfa mencoba membujuk Naura. Naura tampak menghela nafas dan tersenyum kepada Anarfa menandakan Naura sudah memaafkan Anarfa

"Emangnya lo pikirin apa sih?" tanya Naura kepada Anarfa. Naura menatap Anarfa dengan senyuman penuh arti membuat Anarfa bergidik ngeri. Anarfa tidak tahu apa yang ada di pikiran Naura tetapi sepertinya itu firasat yang tidak baik

"Elo pikirin gebetan yah?" Anarfa tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Naura. Davira bahkan ikut menatapnya menuntut penjelasan. Sahabatnya yang satu ini suka sekali memikirkan hal yang aneh-aneh. Anarfa ingin sekali menjitak kepala Naura untuk menghilangkan pikirannya itu

"Lo tahu sendiri gue gak ada waktu buat mikirin yang namanya C.I.N.T.A" ucap Anarfa menekankan kata terakhir

"Ya, gue tahu. Emangnya lo gak takut jomblo seumur hidup?" tanya Naura

"Nggak, gue udah bahagia dengan hidup gue yang sekarang jadi untuk apa takut. Selama kebahagiaan masih berpihak padaku, no problem" ucap Anarfa dengan santainya

Naura terkadang tidak mengerti dengan jalan pikiran Anarfa. Sejak mengenal Anarfa, Naura tidak pernah sekalipun berkencan dengan seseorang dan jika ditanya mengenai alasannnya, alasannya tetap sama. Katanya yang Anarfa butuhkan hanyalah bahagia dengan caranya sendiri. Davira saja yang terlihat cuek dan irit bicara sudah pernah berkencan. Seharusnya Anarfa juga seperti itu, apalagi Anarfa cantik jadi tidak sulit untuknya mendapatkan pasangan

"Terserah lo deh" ucap Naura pasrah.

Davira geleng-geleng kepala melihat tingkah Naura dan Anarfa. Sudah tahu jika Anarfa tidak pernah tertarik mengenai pembahasan seperti itu, masih saja Naura lakukan. Davira sudah mengenal Anarfa sejak awal masuk smp, jadi dia sudah tahu apa yang bisa menarik perhatian Anarfa. Jika pembahasannya mengenai group idolanya, mungkin Anarfa akan tertarik dan antusias. Anarfa seorang fangirl tetapi tidak terlalu akut seperti fangirl diluar sana. Anarfa masih bisa membagi waktunya antara kapan dirinya harus belajar dan kapan harus bermain-main untuk terjun ke dunianya sendiri

Pelajaran pertama adalah Matematika dan yang mengajar adalah Bu Emy. Bu Emy adalah pengajar yang baik menurut Anarfa. Bu Emy tidak akan melanjutkan materi jika semua siswa belum mengerti. Siswa akan diminta naik satu persatu untuk mengerjakan soal di papan tulis untuk mengetahui sampai dimana kemampuan mereka memahami materi yang dijelaskan. Jika belum mengerti, Bu Emy akan menjelaskannya kembali sampai siswa benar benar paham. Bu Emy juga pengajar yang ramah jadi siswa tidak merasa tegang saat Bu Emy masuk

Bu Emy menulis materi di papan tulis, Anarfa pun menyalinnya di buku catatannya. Menyalin kata demi kata, angka demi angka, gambar demi gambar, semuanya tercatat rapi di buku Anarfa. Bu Emy akan memeriksa catatan sebelum masuk ulangan jadi semua siswa harus mencatat. Bu Emy mulai menjelaskan apa yang di tulisnya di papan tulis. Anarfa begitu memperhatikan setiap penjelasan dari Bu Emy. Begitu selesai menjelaskan Bu Emy langsung menulis soal di papan tulis untuk dikerjakan. Ada 3 butir soal yang berarti ada 3 orang yang akan maju untuk mengerjakannya. Bu Emy tidak berpedoman pada absen tetapi memilih secara acak atau berdasarkan tempat duduk

Bu Emy mulai menyebut nama 3 siswa yang harus maju untuk mengerjakan soal di papan tulis. Davira masuk dalam list jadi Davira beranjak dan maju ke depan untuk mengerjakannya. Davira mengerjakan butir soal nomor 2 yang menurut Anarfa cukup mudah. Tak cukup 3 menit, Davira sudah selesai mengerjakannya dan jawabannya tepat

"Good" ucap Naura mengacungkan jempol kepada Davira yang sudah kembali ke bangkunya. Davira kemudian menatap Anarfa dan tersenyum. Anarfa mengangguk kecil dan tersenyum balik kepada Davira

"Ada apa dengan kalian?" tanya Naura heran dengan tingkah Anarfa dan Davira. Naura menatap Anarfa dan Davira secara bergantian menuntut penjelasan

"Bukan apa-apa, hanya ucapan terima kasih sudah membantuku mengerjakan soal" ucap Davira dan Naura hanya mengangguk kecil tanda mengerti

Setelah berkutat dengan deretan angka-angka yang membuat otak terkuras dan pikiran seperti benang kusut, Anarfa kini sedikit refreshing karena pelajaran berikutnya tidak mengandalkan otak dan pelajaran berikutnya adalah olahraga. Tapi berhubung Pak Herman, guru olahraga di kelas Anarfa sedang sibuk dan tidak bisa mengajar, Pak Herman meminta ketua kelas untuk mengawasi mereka. Laki-laki dan perempuan dipisah yang masing masing membentuk beberapa tim dengan lima orang dalam satu tim karena materi minggu ini adalah basket

Tim cowok bermain lebih dulu. Anarfa duduk bawah pohon bersama Davira dan Naura karena matahari begitu terik sambil menunggu giliran untuk bermain. Setelah mendapatkan pemenang di tim cowok, tiba giliran tim cewek yang bermain. Tim Anarfa mendapat giliran pertama untuk bermain melawan tim Raina. Anarfa tampak menghela nafas, lawannya ada seorang pemain basket sementara dirinya tidak mahir dalam basket dan hanya mengetahui dasar-dasar permainan itu. Hanya Davira yang bisa Anarfa andalkan karena Davira cukup mahir dalam permainan basket walaupun tidak tergabung dalam klub sekolah

Saat ingin merebut bola, Anarfa tidak sengaja bersenggolan dengan anggota tim lawan dan membuatnya terjatuh. Dia hanya meminta maaf dan kembali melanjutkan permainan. Anarfa tidak mempermasalahkan itu karena Anarfa yakin temannya tidak sengaja. Davira mengulurkan tangannya untuk membantu Anarfa. Anarfa tersenyum dan menerima uluran tangan Davira. Bertepatan dengan itu, peluit berbunyi menandakan waktu habis

Masih tersisa 30 menit sebelum bel istirahat berbunyi. Anarfa memutuskan untuk duduk sejenak mengistirahatkan tubuhnya. Anarfa benar-benar lelah apalagi dirinya sempat terjatuh. Beruntung tangan dan kakinya tidak terluka. Anarfa mulai kehausan karena matahari semakin terik dan membuat tenggorokannya kering. Anarfa mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Devira dan Naura. Keduanya sedang pergi membeli air mineral namun tak kunjung kembali. Anarfa berpikir apa mereka keluar sekolah untuk membeli air hingga mereka pergi cukup lama. Anarfa mendongak untuk melihat siapa yang menyodorkan air mineral untuknya. Anarfa pun menerimanya dan langsung meminumnya karena begitu kehausan

"Thanks" ucap Anarfa kepada Raihan. Raihan mengangguk kecil menanggapi ucapan Anarfa. Anarfa sebenarnya tidak terlalu dekat dengan Raihan. Anarfa hanya tahu jika Raihan itu orangnya ramah

"Kamu nggak ke kantin?" tanya Raihan yang mendapat gelengan dari Anarfa

"Lagi nunggu Naura sama Davira" ucap Anarfa

"Emangnya mereka kemana?" tanya Raihan kembali

"Katanya mau beli air tapi belum kembali juga" ucap Anarfa tanpa sadar mempoutkan mulutnya membuat Raihan terkekeh. Anarfa tidak menyadari jika Raihan tengah menatap dirinya

"Mau kemana?" tanya Raihan saat melihat Anarfa berdiri

"Mau ke kantin" ucap Anarfa sebelum berlari meninggalkan Raihan sendirian

Anarfa menatap tajam Davira dan Naura begitu tiba di kantin. Davira dan Naura cengengesan mendapat tatapan seperti itu dari Anarfa. Bagaimana Anarfa tidak kesal jika dirinya diminta menunggu dan malah ditinggalkan

"Sorry Fa, ini semua ide Naura" ucap Davira membujuk Anarfa. Naura melotot kepada Davira namun Davira tidak menghiraukannya. Naura merasa dirinya yang dijadikan kambing hitam dan sebagai pihak yang bertanggung jawab

"Kita minta maaf yah Fa, gue sama Davira sebenarnya mau nyamperin lo tadi tapi kita lihat lo lagi sama Raihan jadi kita pergi ke kantin duluan dan hanya mengirim pesan" ucap Naura

"Terus ?" tanya Anarfa yang masih tidak mengerti dengan penjelasan Naura. Naura harus ekstra sabar menghadapi Anarfa yang tidak peka dengan situasi

"Biar elo bisa pdkt" ucap Naura yang membuat Anarfa yang sedang minum tersedak. Naura sudah dua kali membuat Anarfa tersedak dalam satu hari ini karena perkataannya

"Pdkt apaan, kenal juga baru seminggu" ucap Anarfa sedikit kesal

"Siapa tahu cinta pada pandangan pertama" ucap Naura menggoda Anarfa

"Cinta-cintaan melulu. Lagipula ngapain sih mikirin begituan jika ada hal lain yang bisa bikin bahagia. Selain itu masih banyak yang harus dipikirkan, perjalanan masih panjang" ucap Anarfa

"Udah tahu jawabannya masih tetap sama masih aja dibahas" ucap Davira tertawa melihat ekspresi Naura

Anarfa sedang menunggu jemputan namun sudah setengah jam belum juga datang. Anarfa harus menunggu sendirian karena Davira dan Naura pulang duluan karena ada urusan. Ponselnya berbunyi, Anarfa segera menjawabnya yang ternyata dari ayahnya. Ayahnya tidak bisa menjemputnya karena sedang sibuk. Anarfa tampak menghela nafas. Sebuah motor melaju ke arah Anarfa dan berhenti di depannya. Anarfa sempat ketakutan karena mengira itu seorang penjahat tetapi setelah si pengendara membuka helmnya Anarfa merasa lega karena itu Raihan, teman sekelasnya

"Kenapa belum pulang? Bahaya disini sendirian. Emangnya enggak ada yang jemput?" tanya Raihan

"Ayah sedang sibuk jadi enggak bisa jemput tapi aku baru mau menelpon ke rumah minta adik jemput" ucap Anarfa

"Emangnya rumah kamu dimana? Biar aku yang antar" ucap Raihan menawarkan diri

"Engga usah, nanti merepotkan. Lagipula nanti ada yang marah jika lihat kamu bonceng cewek" ucap Anarfa yang membuat Raihan terkekeh. Raihan masih tidak mengerti dengan sifat Anarfa, Anarfa kadang menjadi pendiam dan kadang asyik diajak bicara

"Tenang aja, enggak ada yang marah. Lagipula kasihan adikmu, dia pasti lelah" ucap Raihan

Anarfa mulai memikirkan perkataan Raihan. Apa yang dikatakan Raihan ada benarnya juga, adiknya juga baru pulang dari sekolah dan pasti lelah. Anarfa pun menyetujui ajakan Raihan kali ini untuk mengantarnya pulang. Raihan memberikan helm kepada Anarfa untuk dipakai. Raihan segera melajukan motornya setelah memastikan Anarfa naik ke motor. Anarfa menjadi penunjuk jalan Raihan karena Raihan tidak tahu dimana rumah Anarfa. Anarfa akhirnya tiba tiba di rumah

"Thanks udah diantar pulang" ucap Anarfa

"Sama-sama" ucap Raihan sebelum melajukan motornya meninggalkan halaman rumah Anarfa

Anarfa mengucapkan salam sebelum masuk rumah namun tidak ada yang merespon. Anarfa berjalan menuju kamar adik bungsunya untuk mencari keberadaan sang adik. Anarfa memiliki dua orang adik, Alvaro Pranadipa dan Audi Maesa. Alvaro dan Audi terpaut tiga tahun namun karena Audi cepat sekolah, Audi berada dua tingkat dibawah Alvaro yang sekarang berada di tingkat akhir smp

Dugaan Anarfa benar, Audi sedang berada di kamarnya. Pantas saja tidak mendengar Anarfa mengucap salam, rupanya Audi sedang mendengar musik menggunakan headset. Anarfa melepas headset yang terpasang di telinga Audi membuat Audi merengut kesal

"Kakak menggganggu saja" ucap Audi dengan ekspresi wajah kesal

"Mama sama Alvaro dimana?" tanya Anarfa

"Mama sedang pergi ke rumah tante Ina dan Kak Al kembali ke sekolah setelah berganti pakaian tadi" ucap Audi

"Kau sudah makan?" tanya Anarfa yang dijawab gelengan oleh Audi

"Bikinin nasi goreng sama telor ceplok yah kak" ucap Audi

Anarfa berjalan ke kamarnya untuk mengganti seragamnya terlebih dahulu kemudian menuju dapur untuk membuatkan nasi goreng plus telor ceplok kesukaan Audi. Setelah siap, Anarfa memanggil Audi. Audi mengacungkan jempolnya begitu Audi mengunyah makanannya. Anarfa hanya tersenyum menanggapinya. Suara ketukan pintu mengalihkan fokus Anarfa. Anarfa buru-buru membuka pintu dan itu adalah tukang pos

"Apa benar dengan mbak Anarfa Aila?" tanya tukang pos

"Ya, saya sendiri" ucap Anarfa

"Ini ada kiriman, tolong ditandatangani" ucap tukang pos sambil menunjuk yang mana harus ditandatangani

Anarfa mengernyit heran memandang paket yang dipegangnya. Dia tidak tahu paket itu dari siapa karena tidak ada nama pengirim yang tertera. Tidak mau pusing, Anarfa membawa paket itu masuk ke dalam kamarnya dan membukanya. Anarfa semakin heran melihat isi dari paket itu

avataravatar
Next chapter