webnovel

Anak asuhku Anakku

mei_yama · Teen
Not enough ratings
53 Chs

47. Devan 3

"Lekas sembuh sob!" Ucap Juno sambil menepuk perlahan pundak Nando.

Lily hari ini cendrung pendiam dan tak banyak bicara seperti banyak memikirkan hal berat. Lily sedang memijit badan embun yang tertidur di pangkuannya. Juno yang melihat itu hanya tersenyum sambil berjalan menghampiri istrinya. Tetapi Lily masih belum fokus dan masih melamun.

"Kenapa Bun, dari tadi melamun terus. Nanti sore kan kak Nando udah bisa balik. Biar sementara ini kak Nando di rumah kita aja. Kan ga ada yang jagain kalau di rumah sendiri." Ucap Juno sambil mengusap kepala Lily.

"Eh, enggak mungkin aku hanya sedikit kelelahan. Iya kita makan malam bareng nanti malam ya. Kak, kalau belum sembuh bener ga usah di paksain balik deh. Entar malah ga sembuh sembuh loh." Ucap Lily sembari merapikan dasi Juno yang duduk di hadapannya.

"Ga ah dek, kk udah g papa kok. Tinggal lemesnya aja. Lagian kasian kalian kalau kelamaan disini. Apalagi Embun, bener bener ga bisa lepas dari kamu. Elang juga kasian harus ikut ikutan rewel. Udah biar kakak pulang aja." Ujar Nando sembari tersenyum simpul.

"Kamu mau kemana Jun?" Tanya Nando penasaran.

"Ada urusan sedikit. Nanti kalau udah mau jam balik. Kabarin aja aku. Biar aku jemput kalian." Ucap Juno sambil tersenyum.

"Papa berangkat ya Bun." Pamit Juno pada Lily sambil memajukan pipinya kode minta cium.

"Hati hati ya pa. Jangan lupa jaga hati juga." Jawab Lily sambil mencium pipi kanan kiri, kening dan bibir suaminya serta mencium punggung tangan Juno.

*Kalau ga demi mikirin masa depan anak anak. Males banget aku gini sama kamu pa. Cih, kamu itu ternyata. Huh, sabar Lily. Sabar!* batin Lily ngedumel.

*Bodohnya aku kurang apa lagi hidupku ini. Rasa syukur ku selalu hilang dan menjadi kufur atas semua yang ku punya.* Sesal Juno di dalam hatinya.

Juno hendak berangkat dan berjalan keluar pintu. Lily sengaja menyusulnya sampai ke lorong rumah sakit.

"Bunda, ngapain sampai kesini. Embun sendirian dong." Ucap Juno sambil menengok ke lorong belakang Lily.

"Sebentar aja, bunda pengen nganter Papa sampai ke mobil kan, boleh kan?" Kata Lily sambil menempel manja pada lengan suaminya.

"bo... boleh dong.tentu boleh. Ayok papa keburu telat."

Mereka berjalan berdua, tangan Lily tak jengah untuk selalu menggandeng tangan Juno. Sampai di dalam mobil Juno duduk di kursi kemudi Lily dengan cepatnya ikut masuk dan duduk di pangkuan suaminya sambil menutup dan mengunci pintunya. Juno nampak sangat bingung dengan sikap istrinya. Mata Juno terus saja mengamati apa yang Lily lakukan seperti tak yakin jika yang di hadapannya adalah istrinya.

"Sayang, kamu kenapa?"

"Aku kangen sama Papa, bolehkan?" Ucap Lily sambil melumat bibir Juno dengan lembut.

Tangan Lily terus saja meraba junior milik Juno hingga bangkit bertenaga menjadi senior. Kaca film mobil Juno memang gelap Hanay 40 % intensitas cahaya yang masuk.

*Kenapa pagi pagi dia jadi bergairah seperti ini. Apa maunya bunda sih?* Batin Juno bingung tapi juga suka.

"Bun, Papa mau kerja."

"Bohong, aku tau kamu mau kemana. Hari ini tidak ada jadwal rapat atau apapun itu." Ucap Lily sambil membuka kancing bajunya satu persatu.

"Bunda ni kenapa sih kok aneh banget?"

"Enggak aneh dong pah, bunda cuma pengen minta jatah ama suami sendiri salah? Apa yang bener itu suami yang minta jatah sama wanita lain." Ucap Lily dengan tatapan tajam dan masih duduk di pangkuan Juno.

Juno gelagapan mendengar ucapan istrinya. Juno hanya selalu mencoba berkilah dan mengelak dari ucapan ucapan Lily yang mengarah pada perselingkuhannya. kini dada Lily tepat berada di hadapan suaminya. Bajunya sudah setengah terbuka dengan rambut yang acak acakan. Juno menelan ludah menghadapi sikap istrinya yang seperti itu. Antara terbawa hasrat dan kikuk akan kesalahan yang sudah di lakukanya.

"Maksud Bunda apa sih?" Juno mengelak lagi.

"Hhh, udah deh. Bunda malas berdebat sama Papa. Bunda cuman pengen Nge sek aja sama Papa. Cepet pulang ya sayang. Papa dari anak anakku." Ucap Lily menekankan kata PAPA dari anak anaknya. Kemudian merapihkan lagi hijabnya dan menutup kancing bajunya.

"Cepet pulang!" Ucap Lily seraya pergi meninggalkan Juno yang kebingungan di dalam mobil.

"Apa maksudnya dia sih, atau jangan jangan Silvia, dia....Ah sial! Apa belum cukup dia memerasku beberapa bulan ini. Sialan kamu Silvia!" geram Juno sambil memukul stir mobil.

Di taman.

"Apa maksudmu sil?"

"Oh, aku. Tidak ada hanya saja ingin sedikit bermain dengan istri mu tercinta." jawab Silvia

dengan entengnya.

"Dengar ya pelacur!!! Aku sudah cukup bersabar denganmu yang selalu memerasku. Tapi cukup untuk kali ini, kamu sudah keterlaluan. Hentikan semuanya atau aku adukan ke polisi. Ini adalah kasus pemerasan yang kau rencanakan. Waktu itu kamu sengaja kan memfoto seolah olah kita tidur bersama, dan sekarang kau gunakan semua foto foto itu untuk menghancurkan keluargaku?" Teriak Juno dengan lantang.

"Tidak usah berteriak sayang, aku belum tuli. Iya, aku sengaja memperalat kamu Juno Mahendra. Tidak ku sangka kamu adalah seorang yang dungu. Sedikit belahan dada dan paha mulusku sudah mampu membuatmu membandingkan aku dengan istrimu tercintamu itu. Hei dasar laki laki, semua wanita yang sudah melahirkan pasti akan mengalami perubahan fisik secara drastis. Hahahhaa... Kau kau kau... Sangat bodoh"

"Tidak kah kau rindu dengan benda di antara selangkangan ini?" Ucap Silvia sambil duduk membuka selangkangannya. Rok mininya otomatis juga memperlihatkan paha mulusnya karena semakin meninggi.

"Cih, Kau sungguh menjijikkan Silvia. Barang rongsokan itu sudah berapa kali kau jajakan pada pria lain? Maaf aku masih sangat sadar dan yakin aku tidak pernah menyentuh benda busuk itu. Jika kau ingin uang minta saja pada laki laki lain. Jangan pernah temui aku lagi." Ucap Juno sambil berbalik.

"Memang kau tak pernah menyentuh atau memakainya cukup sedikit pose yang bagus sudah cukup bagiku untuk meraup keuntungan besar darimu. Hahahaha." Gelak tawa Silvia yang sangat menjijikan terdengar lantang di taman.

"Hei, benarkah? Kau tak takut jika rumah tanggamu hancur hanya karena secarik gambar ini?" Ucap Silvia sambil memamerkan fotonya dengan Juno yang tengah berada di atas ranjang dengan bertelanjang dada.

"Silahkan!" Ucap Juno sambil berjalan dan merampas ponsel Silvia lalu melemparkannya ke danau di samping tempat mereka bertengkar.

"Ya.... Bajingan!!!!"

Juno pergi begitu saja dengan bukti rekaman yang sudah di dapatkan ya untuk mengurus melalui jalur hukum. Silvia sibuk dan bingung untuk mengambil ponsel yang kini sudah berenang bebas di dasar danau. Juno berlalu dengan senyum kemenangan.

"Hallo pak Budi, segera temui saya dan urus semuanya dengan pengacara saya. Saya sudah mendapatkan buktinya." Ucap Juno melalui panggilan telepon.

Di Atap gedung rumah sakit.

Devan melihat Lily yang berjalan sendirian di lorong sambil meremas ponselnya. Devan mengikuti Lily hingga sampai ke atap rumah sakit. Dari jauh Devan melihat Lily menunduk dan menangis. Kesedihan itu sangat jelas. Semilir angin dan mendung seperti kompak menambah pilu suasana hati yang sendu. Sesekali Lily mengusap air matanya dan menatap lagi layar ponselnya.

Devan mendekatinya dari belakang dan mencolek bahu kirinya sementara dia ada di sebelah kanan Lily.

"Nyariin ya?" Goda Devan sambil tersenyum.

"ih, kamu." Ucap lily sambil mengusap air matanya.

"Ah, senangnya. Sekarang udah manggil aku kamu." Kata Devan sambil tertawa kecil.

"Hih..!" Lily mendengus kesal dan menghela nafas.

"Kenapa nangis, cakep?" Tanya Devan sambil menatap lily lekat.

"Enggak, aku ga nangis. Kamunya aja yang sok tau." jawab Lily sambil membuang pandangan dan bergeser satu langkah dari Devan.

"Gimana udah inget sama aku?" Tanya Devan sambil mendekat satu langkah.

"Hem. kamu orang ilang itu kan?"

Devan mengangguk.

"Berarti kamu inget juga dong sama ciuman kita." Tanya Devan menggoda Lily..

" itu bukan ciuman pak Devan. Aku cuma nolongin aja waktu itu. Nafas buatan, ga lebih." Lily bergeser satu langkah lagi.

"Terus, gimana dong? buat aku itu ciuman pertama sih." Jawab Devan sambil bergeser satu langkah lagi.

"Terserah kamu ya kalau buat kamu itu ciuman pertama. tapi yang jelas aku ga ada niat kayak gitu." jawab Lily bergeser lagi.

"Udah dong, jangan geser lagi. Bisa bisa kita muterin satu atap ini." Kata Devan sambil memegang tangan Lily yang akan bergeser lagi.

Lily menatap Devan dengan serius dengan tangan yang masih di pegang Devan.

*Gimana aku bisa lupa. Walau saat itu aku sama sekali ga tau nama kamu, tapi yang aku lakuin sama kamu di bawah pohon itu ya cuma sekali seumur hidup aku sama kamu. Tapi itu semua hanya kebetulan bukan kesengajaan.* Batin Lily yang terdiam.

"Denger ya, itu semua kebetulan aja. Itu cuma bagian dari masa lalu. Aku harap kita berhubungan sewajarnya selayaknya rekan kerja, Tidak lebih. Tolong hargai aku. Aku tidak mau terlalu dekat dengan laki laki lain karena aku sudah menikah." Jawab Lily sambil menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya tepat di hadapan Devan.

Lily melepaskan tangannya lalu melenggang pergi. Sementara Devan malah tersenyum bahagia mendapat perlakuan seperti itu dari Lily.

* Aku sudah menunggumu lama, sekarang tak akan ku lepaskan meski kau sudah bersuami. Bersuami? itulah nilai tambah mu. Jika kau sangat setia pada suami dan juga keluarga mu, maka sangat mungkin kau juga akan bersikap sama jika aku sudah menjadi suamimu. Hahahaha Lily Liyana.* Pikir Devan dalam hati dengan senyum bahagia yang mengembang di pipinya.

"