webnovel

An Extras of Abimayu's Story

Adult Content 21+ Dalam sebuah cerita, ada 3 jenis pemain di dalamnya. Yang pertama, pemeran utama perempuan. Yang kedua, pemeran utama laki-laki. Dan yang ketiga, adalah pemeran antagonis. Abimayu Kai Damian adalah laki-laki populer dengan sejuta keahlian yang dimilikinya. Lahir dari keluarga kaya raya, dan terkenal sangat jenius. Apalagi, dia juga atlit voli. Dan ya, dia adalah pemeran utama dalam cerita ini. Ada Kania pula. Dia pemeran utama perempuan dalam sebuah cerita. Pasangan dari pemeran utama pria di sini. Dan ada Larasati. Tukang bully, penjahat, penyuka Abimayu garis keras, sekaligus temanku. Dan aku? Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya pemeran figuran dalam cerita ini.

MadeInnEarth · Teen
Not enough ratings
27 Chs

Extras 22 : Abimayu Melotot

Sepanjang perjalanan, aku dan Fifah belum tidur. Kami duduk di bagian belakang, Abimayu dan Kak Ridwan berada tepat di kursi di samping kami. Aku hanya mengangguk-angguk saja saat Kak Fifah bercerita panjang lebar. Dan sesekali menanggapi mengenai hal-hal yang dibicarakannya.

"Gue seneng banget!!" Kak Fifah memeluk tanganku dengan erat sedangkan aku hanya menepuk-nepuk lengan atasnya dengan pelan. "Dulu voli nggak semewah ini, loh, Zee! Semenjak Abimayu dateng aja voli jadi diagungkan gini!"

Aku mengedip dan menoleh heran pada Kak Fifah. Memangnya, "Kenapa bisa gitu?"

Kak Fifah mendelik. "Ya biasalah, anak pemilik sekolah masa nggak diagungkan? Bisa dipecat kali semua staff di sekolah."

"Abimayu anak pemilik sekolah?" Wow. Aku cukup terkejut dengan hal ini. Apa Laras tau? Aku merasa dia belum pernah cerita tentang itu.

"Ya!" Jawab Kak Fifah cepat. "Bahkan katanya, abis lulus sekolah, dia bakalan jadi pemilik sekolah."

"Hm ..." Ucapku pelan. Kenapa aku tidak kepikiran, ya? Sekolahku adalah satu-satunya sekolah di Indonesia ini yang menggunakan bahasa Yunani. SMA Ánoixe. Dalam bahasa Indonesia, diartikan dengan kata "terbuka". Dan kata terbuka, jika ditulis dengan bahasa China berarti "kai". Nama tengah Abimayu adalah Kai, bukan? Nama yang bagus, jika dipikir-pikir.

"Betewe, Zee ..." Bisik Kak Fifah secara tiba-tiba. "Hubungan lo sama Abimayu apaan, sih, sebenernya?"

Aku mengedipkan mataku berkali-kali. "Hubungan gue sama Abimayu—?"

"Sstt!" Kak Fifah menutup mulutku secara tiba-tiba. "Nggak usah kenceng-kenceng! Nanti orangnya denger, gimana?!"

Aku hanya kembali mengedipkan mataku. "Maksudnya hubungan apa itu, apa, Kak? Gue nggak ngerti."

Kak Fifah menghela napas panjang. Dia melepaskan pelukannya di tanganku dan menatapku dengan pandangan lelah. "Hubungan ya hubungan, Zee. PDKT, pacaran atau selingkuhan, gitu."

"Abimayu udah punya pacar, tapi gue nggak mau jadi selingkuhan."

"Trus kenapa kalian nempel banget?"

"Nempel?" Aku memiringkan kepalaku, dan kembali mengedip. Kali ini lebih ke pada bingung dengan apa yang sebenarnya ditanyakan oleh Kak Fifah. "Nempel gimana, Kak?"

"Ya nempel, Zee ..." Kak Fifah mendelik. "Gue tiap ngeliat lu tuh, nggak lagi Zee dan Laras, tapi Zee dan Abimayu. Ngerti?"

Aku mengedip. "Gue masih temenan sama Laras—"

"Bukan gitu!" Kak Fifah memotong dengan kesal. "Kan biasanya, tiap ada lo, pasti ada Laras. Sekarang, tiap ada lo, pasti ada Abimayu. Gitu, Zee ...."

Aku mengangguk dengan ucapan Kak Fifah. "Jadi, tiap ada gue, pasti ada Abimayu, gitu?" Ulangku.

"Iya! Gitu, Zee!" Kata Kak Fifah sambil bertepuk tangan dan mengangguk, seolah senang sudah membuatku mengerti. "Apalagi kemarin lo sempet dilindungi gitu kan, sama Abi. Depan Kania, lagi. Ridwan juga bilang kalo lo waktu latihan bahkan fine-fine aja dipeluk Abimayu."

"Dipeluk?" Kapan aku pernah dipeluk oleh Abimayu? Apa ini rumor lagi? Sebenarnya, sudah berapa banyak rumor yang beredar tentangku dan Abimayu?

"Ya intinya, Zee," Kak Fifah berucap sambil mendelik. Mungkin, dia tidak tahan dengan kebingunganku. "Hubungan lo sama Abimayu apaan?"

Hubungan, ya? Apa mungkin ... "Simbiosis mutualisme?"

Kak Fifah kembali mendelik kesal. Dia menghela napasnya berkali-kali dan memaksakan diri tersenyum. "Untung gue sayang sama lo, Zee."

"Makasih. Gue juga sayang Kakak."

Kak Fifah terkekeh dan kembali memeluk tanganku. "Betewe, Zee, lo punya tipe cowok idaman, nggak?"

"Tipe cowok idaman?" Aku menggumam dan berpikir lama. Cowok idaman adalah cowok yang kuinginkan untuk menjadi pasanganku, bukan? Jika ditanya seperti itu, aku ingin pria yang seperti Hinata Shouyou. "Lucu. Walaupun bodoh, dia berprinsip teguh sama sesuatu. Positifan, dan suka memotivasi orang. Terus ..." Apalagi ya yang bagus dari Hinata Shouyou? Aku mengedip. "Ah! Nggak gampang nyerah!" Ucapku dengan antusias.

Kak Fifah menatapku dengan pandangan yang melongo. "Untuk orang datar kayak lo, gue nggak nyangka tipe cowok idaman lo adalah orang yang kayak gitu."

Aku hanya mendengus geli dan balas memeluk lengan Kak Fifah. Dalam perjalanan, kami akhirnya tertidur sambil memeluk lengan satu sama lain dan bersandar di bahu dan kepala satu sama lain.

***

Suara ribut-ribut di dalam bus, membuatku terpaksa membuka mataku dan terbangun karena itu. Aku berdeham saat merasakan serak di tenggorokanku. Kak Fifah sudah bangun, dan beberapa orang di depan sana sangat ribut. Aku mengambil minumanku yang berada di samping jendela. Untuk melancarkan tenggorokanku yang terasa tidak enak.

"Ada apa ini, Kak?" Tanyaku pada Kak Fifah. "Ada yang berantem?"

Kak Fifah menggelengkan kepalanya. "Bukan. Anak-anak pengen karaokean, tapi nggak bisa. Pemutar lagunya mati."

"Hm ..." kataku bergumam. Aku berdiri sambil memeluk kepala kursi yang ada di depanku. Abimayu sudah berada di sana, sedang ribut-ribut ingin memperbaiki mesin pemutar. "Kenapa nggak pakai handphone aja?" Tanyaku kemudian.

Abimayu kemudian menatapku, lebih tepatnya memelototiku terus menerus. Kenapa dia?

"Suaranya kecil, Kak." Sagara menjawab, entah kenapa dia hobi sekali memanggilku dengan sebutan kak, padahal aku yang termuda di sini.

Dan benar juga, sih apa yang dikatakan Saga. Kan ini di jalanan. Suara ponsel pasti tidak akan terdengar.

"Gimana kalau lo yang nyanyi aja, Zee?" Kak Fifah tiba-tiba berseru. "Suara lo kan bagus, tuh!"

"JANGAN!!" Abimayu tiba-tiba berteriak dengan panik. Dia memelototi Kak Fifah dan aku. "Jangan pernah suruh Zee nyanyi!"

Kenapa aku tidak boleh bernyanyi?

"Apaan, sih, Bi!" Caesar mendorong Abimayu ke samping hingga terjerembab ke kursi orang. Caesar menatapku dengan antusias. "Nyanyi dong, Kak! Gue pengen denger suara Kakak!!"

"Iya, Abi nggak jelas, deh." Kata Kak Fifah.

"JANGAN!! GUE BILANG JANGAN!" Abimayu lagi-lagi berteriak. Dia ini kenapa, sih? Abimayu malah menangkupkan tangannya, seolah memohon. "Jangan! Plis! Lo nggak liat muka dia datar gitu?! Suaranya juga datar!!"

Aku mengerutkan alisku dengan heran. Kenapa dia menghinaku? Memangnya, suaraku sejelek itu? Dia membuat orang-orang menjadi ragu untuk memintaku menyanyi.

"Suara Zee bagus, kok!" Seru Kak Fifah, membelaku. Memang baik hati sekali kakakku yang satu ini. "Coba lo nyanyi, deh, Zee!"

"TIDAK!! JANGAN!! HENTIKAN!!" kali ini Abimayu benar-benar berlebihan terhadapku. Apa dia balas dendam karena aku menyuruhnya untuk menjauhiku?

"Aku bertahan ..." Aku tidak peduli dengan Abimayu. Aku akan bernyanyi saja, biar dia merasa kalah karena gagal menghentikanku menyanyi. "Karna ku yakin cintaku kepadamu ... Sesering kau coba tuk mematikan hatiku .... Takkan terjadi, yang aku tahu, kau hanya untukku .... Aku bertahan ... ku akan tetap pada pendirianku. Sekeras kau coba tuk membunuh cintaku. Yang aku tahu kau hanya untukku ..." Lanjutku.

Dan kenapa orang-orang terdiam? Apa suaraku memang jelek? Kenapa semuanya menatapku dengan mulut yang menganga dan mata yang melotot begitu? Dan lagi, mereka serempak menatapku terkejut begitu. Kecuali Abimayu yang sudah berlutut dengan wajah pasrah. Dia sebenarnya kenapa, sih?

Suara tepuk tangan dari Kak Fifah membuatku menoleh padanya. Kak Fifah memberiku jari jempol.

"UWAHHH!!!"

Aku berjengit, sedikit terhuyung ke belakang karena kaget dengan suara mereka. Ada apa? Kenapa? Apa ada kecelakaan?

"SUARANYA ALUS BANGET!!"

"IMUT BANGET YA TUHAN!!"

"ZEE!! AKU PADAMU!!"

Aku mengedip. Ah, ternyata mereka mengomentari tentang suaraku. Apa mereka tidak berlebihan? Ada suara yang lebih bagus dariku, dan mereka merespons suaraku seolah suaraku adalah suara Dewi.

"Nyanyi Inggris, Zee!!" Kata Kak Fifah, lagi-lagi menyuruhku. "Cepetan!"

Aku mengedip kembali, kemudian melihat anggota voli yang sudah berkumpul di kursiku dengan wajah antusias mereka. Mereka terlihat menungguku menyanyi. Aku berdeham. "It's been a long day without you, my friend. And I'll tell you all about it when I see you again. We've come a long way from where we began. Oh, I'll tell you all about it when I see you again. When I see you again ..."

"O-oooooh~ o-oooooh." Mereka meneruskan lagu yang kunyanyikan. Dan bukannya itu terdapat di lirik akhir? Kenapa mereka menyanyikan bagian itu padahal aku menyanyikan bait pertama? Suasana menjadi tiba-tiba ramai, sekarang.

"Huuuuu uuuu huuu uuuu uuuuuh." Lanjut mereka lagi, membuatku dan Kak Fifah sama-sama tertawa saat anggota voli membuat gerakan seperti bebek-bebekan.

Mereka tiba-tiba terdiam dan menatapku dengan segera. Aku mengangkat kedua alisku dengan heran. "Kenapa?"

"Tadi ... lo ketawa, kan?" Caesar berucap dengan pandangan tidak percayanya yang mengarah padaku.

Aku mengedip dan mengangguk. "Emangnya kenapa?" Tanyaku, dan anak-anak voli masih tetap terdiam. Kenapa sebenarnya mereka?

"UWAH CANTIK BANGET!!!" seru mereka dengan tiba-tiba. Apa mereka selalu merespons apapun dengan berlebihan?

"ZEE!! AKU PADAMU!!"

"ZEE I LOVE YOU!!"

"ZEE!! JADI PACAR GUE!!"

"ZEE ITU PUNYA GUE!!!" Dalam teriakan itu, tiba-tiba ada teriakan yang lebih keras lagi. Abimayu terlihat susah payah ketika berjalan mendekat ke arahku. "ZEE PUNYA GUE!! PUNYA GUE!! POKOKNYA PUNYA GUE!!"

"Apaan, sih, Bi!" Sagara menampol wajah Abimayu hingga kembali ke barisan paling belakang.

"Asli. Berisik banget si anjing. Pake motong barisan segala." Komentar Caesar.

Aku kembali mengedip melihat kejadian itu. Anak-anak voli memang aneh. Abimayu yang anak pemilik sekolah saja, tidak ada harganya di sini.

Namun itu yang membuatku sangat suka tempat ini.