1 "Dio"

Awalnya , semua hari-hari berjalan lancar , tapi , semuanya hancur saat aku masuk sekolah pada pagi hari itu.

"Ah , datang kepagian , lupa isi botol minum. Nah , tuh mumpung ada galon isi , refill ah..."

Aku pun mengisi botol minumku , dan aku tiba-tiba melihat teman laki-laki ku , bernama Rahardio Atmaja. Dia biasa di panggil Dio , tapi , ada sedikit keanehan pada dirinya hari ini. Ia terlihat pucat. "Woy Dio! Kamu sakit? Asma mu kambuh? Makanya , udah di suruh istirahat cukup , malah masih nekat nugas sana sini , berat kan?" Tanyaku sambil sedikit kesal. Tapi , kali ini , Dio hanya menatapku. Tatapannya sangat sedih. "Ra , bantu aku untuk mengungkapkan...." Dio lalu berhenti berbicara. Ia membalikkan badan , dan pergi dengan cepat. "Woy Dio! Dio!!! Buset , anak itu kayak setan hari ini ," kataku sembari menutup botol , dan menuju lantai dua. Setelah sampai , aku melihat banyak kerumunan. "Lho? Permisi , ada apa ini?!" Tanyaku sedikit panik kepada Fika , temanku. "Oh , ini Rah , si Dio , dia tewas mengenaskan. Tuh , bekas darahnya. Ada dugaan kuat dia di bunuh secara brutal , tapi , pelakunya belum di ketahui. Kasian ya Dio ," ujar Fika. Seketika aku pun terkejut. Bukankah tadi aku sudah bertemu Dio? Mengapa kini aku hanya melihat jenazahnya saja? Aku segera mencari tahu semua ini , dan berusaha mengungkapkannya.

"Rahardea , kemari nak ," panggil Pak Budi. Aku segera mendekati Pak Budi. "Gini , Pak Budi ingin , kamu , bersama Adi dan Fika Amira , untuk menjadi detektif rahasia , guna menyelidiki kasus kematian Dio. Ingat , ini adalah rahasia. Jangan sampai semua orang tau , walau mereka adalah teman-teman terdekatmu , atau orangtua mu. Oke?" Jelas Pak Budi. Aku segera mengangguk. "Baik , bapak akan memanggil Adi dan Fika ," Pak Budi segera pergi. Tak lama , Adi dan Fika datang , segera saja , Pak Budi menjelaskan hal yang sama ia sampaikan pada ku. Dan sejak saat itu , kami bertiga jadi sering bolos pelajaran tertentu , karena harus menangani kasus kematian Dio yang masih misterius. Hari-hari berlalu , dan kasus itu masih belum terungkap. "Ah , Kak Adi , Rah , aku bosan! Jadi detektif , tapi hasilnya masih nihil!" Omel Fika. "Lebih baik aku pelajaran saja ," lanjutnya sambil bermain pulpen yang ia bawa. "Fika , kalau kita cepet nyerah , ya gimana dengan nasib Dio? Sekolah juga bergantung pada kita lho! Memang kalau jadi detektif , itu gak semudah orang lain bayangkan ," ujarku sambil menulis kejadian saat aku bertemu Dio. "Ya sudah , gini saja , kita berpencar. Fika ke arah utara sekolah , Rahardea ke selatan , nah , aku ke timur ," ujar Kak Adi. "Bagaimana jika ada bahaya ?" Tanya Fika. "Ya kita tinggal saling menghubungi satu sama lain kan?" Tanyaku. "Tuh dah di jawab. Ya sudah, ayo berpencar!" Kami segera berpencar.

Daerah selatan sekolah aman. Sepi , tapi biasanya rawan menjadi tempat pembullyan atau pembunuhan. Yah , sekolahku memang sepi sekali , kalau sedang pelajaran. "Hah , daerah sini sudah ku cek berkali-kali , dan tetap nihil hasilnya. Lebih baik aku beli minum dulu di kantin. Lagian , tidak jauh kantin dari sini , udah lah , cap cus ," saat aku berjalan baru dua langkah , tiba-tiba , aku mendengar suara orang sedang mengasah sesuatu. Aku segera menuju ke sumber suara secara berhati-hati. Dan terlihatlah , seseorang berjaket hitam , sedang mengasah pisaunya. Aku segera merekam orang itu. "Akhirnya , aku berhasil menyingkirkan Dio. Dan , sesegera mungkin , aku akan menyingkirkan Fika. Lalu....ah , sebelum ku bunuh , Fika akan ku nodai dirinya , lalu , ku siksa. Hah , enaknya membunuh. Itu juga karena kesalahan besar mereka padaku ," ujar orang tersebut. "Baiklah , waktunya ku masukkan pisaunya ," ujar orang itu. Orang itu berbalik , memasukkan pisau kedalam tasnya. Aku sangat terkejut , karena , orang itu , tak lain adalah Rajendra , teman dekat Dio. Aku segera mematikan rekaman , dan kabur ke ruang uks , untuk memastikan rekamanku. Tentunya , aku memanggil Kak Adi dan Fika.

"Jadi , kau yakin bahwa pelakunya adalah Rajendra?" Tanya Kak Adi kepadaku. Aku meng-iyakan sambil menyerahkan rekamanku ke Kak Adi dan Fika. Mereka pun terkejut karena pelakunya adalah Rajendra , di tambah lagi , Fika akan menjadi korban berikutnya. "Aduh , gimana ini?! Aku takut!" Ujar Fika dengan panik. "Fika , kamu sama kami aja! Kamu akan selamat!" Ujarku sembari menenangkan Fika , walaupun aku juga panik. "Betul itu! Kak Adi dan Rahardea akan melindungimu!" Jelas Kak Adi. Fika mulai sedikit tenang. "Sekarang , ayo kita lapor Pak Budi!" Ujarku. Saat kami keluar UKS , betapa terkejutnya kami karena Rajendra melihat ke arah kami dengan tersenyum licik. "Jadi kalian sudah tahu siapa pembunuh Dio?" Ujarnya. "Wah , kalau gitu , aku tak bisa membiarkan kalian untuk hidup!" Rajendra mengeluarkan pisau yang ia asah , dan berlari menuju arah kami. Kak Adi langsung mengambil tempat sampah , dan menahan pisau itu. "Lari!!* Teriak Kak Adi. Maka , kami berdua lari dengan ketakutan , sementara Kak Adi paling belakang karena masih harus melindungi kami. "Kau berada di jalanku , maka kau yang akan mati pertama kali!!!" Ujar Rajendra penuh kemarahan. Kak Adi hanya melawan Rajendra dengan tong sampahnya. Tapi , unlucky , Kak Adi berhasil di tusuk di bagian perut. "Kak Adi?! Fika , kamu segera lari , cari Pak Budi , atau guru siapapun yang kamu temui! Ok?!" Kataku sambil mengambil rak sepatu yang sudah tak terpakai. "Tapi , kamu bagaimana?!" Tanya Fika. "Aku akan menyusul Kak Adi dengan berhati-hati! Fik , jangan pedulikan aku! Pergi selamat , pulang juga selamat , oke? Sekarang , pergilah!!!" Aku mendorong Fika , dan aku berlari menuju ke Kak Adi. Sementara Fika melihatku , dan kemudian dia lari mencari guru-guru.

"Berhenti Rajendra!!!!" Ujarku. "Oh , ada pahlawan kesiangan rupanya ," ujar Rajendra. Aku segera mendekati Kak Adi yang masih bertahan dengan luka. "Oy! Kenapa kamu ada di sini?!?!! Fika kenapa kamu tinggal?! Huh?!" Tanya Kak Adi dengan kesakitan. "Fika sedang mencari Pak Budi , atau siapapun guru yang ia temui!" Ujarku. "Ah , b begitu! Baiklah! Kau bukan tandingan Rajendra!" Ujar Kak Adi. "Aku tahu ," ujarku pelan. "Selama ini....aku menjadi orang bodoh ," ujarku pelan. "Karena kebodohanku , aku kehilangan temanku. Dan aku tak mau hal itu terjadi! Rajendra! Kau adalah lawanku!" Ujarku dengan bersiaga. Maka kami pun bertarung , dan saling melukai satu sama lain. Sementara itu , Fika bertemu dengan Pak Budi , dan melaporkan semua kejadiannya. Ia memberi bukti bahwa Rajendra yang bersalah. Maka , mereka segera menyusul Kak Adi dan aku. "Haha! Kau saja tak bisa bertarung dengan rak sepatu!" Ujar Rajendra dengang sombong , sambil memandangku yang terduduk di dekat Kak Adi. "Sekarang , kalian berdua akan mati!" Ujar Rajendra. Saat Rajendra hendak menikam kami , tiba-tiba Pak Budi datang bersama Fika , dan Pak Budi menahan gerakan Rajendra dengan kuat. "Kamu , ikut bapak ke ruang BK , kita urus hal ini sebelum bapak membawamu ke kantor polisi!" Ujar Pak Budi dengan keras , sambil membawa Rajendra. "Kak Adi , Rahardea! Kalian luka!" Ujar Fika. "Jangan , jangan pedulikan aku! Tapi Kak Adi! Ayo ke rumah sakit!" Ujarku. Maka , kami pun ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.

Beberapa hari berlalu. Kami sudah boleh kembali ke rumah. Saat kami masuk sekolah , kami di sambut dengan meriah oleh teman-teman , dan bapak ibu guru yang sangat mengapresiasi tindakan kami , termasuk tindakan heroik Kak Adi dan diriku , karena selama Fika memanggil Pak Budi , kami berdua yang mengambil alih perhatian Rajendra , walau akhirnya kami terluka. Saat upacara dimulai seperti biasa , dan saat amanat pembina upacara yang kebetulan adalah Ibu Aura selaku kepala sekolah , aku , Kak Adi dan Fika di panggil ke depan. "Anak-anak sekalian , tiga teman kalian yang sedang berdiri di sini , adalah pahlawan sekolah. Ibu melantik mereka menjadi anggota detektif rahasia sekolah ini. Dan juga , mereka saya lantik menjadi polisi kecil di sekolah ini. Tepuk tangan untuk mereka!" Dan semuanya bertepuk tangan. Dio , kini kau bisa tenang. Kami telah mengungkap pelakunya. Dio , sampai jumpa di kehidupan selanjutnya.

~~~~~FIN~~~~~

avataravatar
Next chapter