webnovel

3. Psikopat Sex

Happy Reading.

Kuperhatikan Bagas yang masih memejamkan mata sambil memeluk tubuhku. Heol wajahnya yang seperti bayi membuat aku ngeri saat mengingat kejadian semalam. Dia benar-benar liar dan luar biasa. Apa dia pernah melakukannya dengan gadis lain? Ish fikiran apa itu Seina Arkana?

Jika orang melihat wajah Bagas pasti hanya akan terdengar kata cute. Bagas memang memiliki aura cute. Matanya sipit, pipinya tebal dan bibirnya tebal. Apalagi jika dia tersenyum, kesan cute-nya akan sangat terlihat.

Fikiranku kembali melayang pada kejadian semalam. Agak ngeri saat mengingat keliaran Bagas saat menyentuhku. Dia seperti psikopat.

Tangan Bagas mulai merambat bagian dalam Bathrobe-ku. Jemari pendeknya menari disana dan itu berhasil membuat aku memekik kecil. Rasanya benar-benar bergejolak, Seperti ribuan kupu-kupu berterbangan dalam perutku.

Jangankan membalas, bersuara saja aku malu dan lagi Bagas menguasai sepenuhnya tubuhku. Badan Bagas sempurna menindihku dan bibirnya masih berada diceruk lehernya. Aku hanya mendesah kecil merasakan gigi tidak rata Bagas mengigitnya. Agak nyeri tapi nikmat.

"Bagas?"

"Hem?" Bagas mengadahkan wajahnya untuk menatapku. Aku melihatnya, mata Bagas sempurna gelap dan bulir-bulir keringat mulai bertetesan dari dahiya.

"Bisakah kau melakukannya tanpa meninggalkan jejak. Maksudku jangan ditempat yang terlihat" aku agak keberatan saat Bagas meninggalkan bekas yang kentara ditubuhku. Seperti leher, itu akan jadi masalah jika ada yang melihat. Jika mengingat status kami memang tidak masalah tapi akan membuatku malu jika ada yang melihatnya.

Aku menunggu jawaban dari bibir tebal Bagas. Dia tidak langsung menjawab melainkan terus menatapku dengan mata gelapnya. Tanganya masih meremas tanganku. Entah kenapa aku merasakan jika Bagas suka sekali meremas tanganku.

"Katakan alasannya!" Kutarik nafas panjang dan menatap dalam matanya. "Aku tidak mau ada yang melihatnya, memang wajar untuk sepasang suami istri tapi akan sangat memalukan jika ada yang melihatnya. Kesannya sungguh tidak mengenakkan Bagas"

Hanya kata-kata itu yang bisa kukatakan. Aku susah mencari alasan jika berhadapan dengan Bagas. "apa kau malu keberi tanda?" Suaranya pelan tapi membuatku takut. Sungguh. Suara pelan Bagas lebih mengerikan dari pada suara datarnya.

"Tidak hanya saja~~~"

"Jika tidak jadi masalahnya selesai. Aku bebas memberikan tanda pada bagian tubuhmu yang terlihat dan tidak ada bantahan" dan aku pasrah saat Bagas kembali mencium bibirku. Melumatnya dengan sedikit kasar dan bergairah. Bahan ini Bagas mulai mengigit bibirku.

Melenguh.

Mendesah.

Menikmatinya! Hanya itu yang bisa kulakukan. Selebihnya tugas Bagas yang menguasai tubuhku sepenuhnya.

Entah sejak kapan aku telanjang dan Bagas juga sudah siap memasukiku, aku memang akan selalu mabuk saat Bagas melakukanya.

"Bagas pelan!" Aku menginstruksi Bagas agar memasukkan kejantanannya dalam tubuhku dengan pelan. Dia terlihat tidak sabaran dan aku melihatnya tergesa-gesa. Padahal dia sudah janji untuk pelan tadi.

"Hem!" Deheman Bagas membuatku memekik karena bersamaan dengan dia memasukkan kejantanannya secara utuh kedalam tubuhku.

"Bagas sakit" tanpa sadar jariku mencakar punggungnya. Rasanya sedikit nyeri, memang ini bukan yang pertama tapi masih saja sakit. Kejantanan Bagas memang besar.

"Akh tahan Seina" Bagas mengeram dan aku semakin memejamkan mataku. Rasanya nyeri itu masih bertahan disana.

"Shit jangan hisap lebih dalam ahh" suara Bagas seperti mengeram. Matanya terpejam erat, jangan lupakan tangannya yang meremas sprei. Nafasnya memburu dan aku juga merasakan jika tubuh Bagas tegang.

Bagas belum bergerak, diam dan mengatur nafasnya sementara aku masih meresapi rasa sakit karena tubuh kami sudah terkontak.

Perlahan nafas Bagas teratur dan kepalanya mendongak menatapku, wajahnya merah, mata menggelap dan tetesan keringat masih saja mengalir dari dahinya. Bagas Sexy sungguh. Apalagi dengan rambut lepek Bagas yang menempel dahi.

"Kau siap?" Kuanggukan kepala ku samar dan Bagas bergerak memperbaiki posisi kami. Tubuh Bagas menjadi duduk dan aku benar-benar terlentang pasrah. Bagas menyatukan jemari kami dan mulai bergerak. Pelan, tapi sakit. Bibir Vaginaku bergesekan dengan urat-urat kejantanannya yang membesar.

"Akh Bagas sakit" aku meringis. Rasanya belum ada kenikmatan yang menghampiriku. Bagas masih bergerak pelan dan entah apa yang terjadi tiba-tiba aku sedikit mendesah.

Kenikmatan itu datang saat Bagas sedikit mempercepat gerakannya. Gesekan itu terdengar jelas dan aku semakin memekik nikmat. Sungguh ini memabukkan.

"Mendesah Seina. Jangan ditahan" aku malu jika harus mendesah. Dan itu membuatku menggigit bibir bawahnya. Aku tidak mau mendesah. Suaranya menjijikkan.

"Uhm! Ah!" Bagas meraub bibirku dalam ciuman panas, melumatnya kasar dan aku yakin bibirku bengkak karena gigitannya. Pria ini benar-benar.

Kudorong dada Bagas saat pasokan oksigen semakin menipis dalam tubuhku, dan sialnya Bagas tidak bergerak. Karena kesal akhirnya kugigit bibirnya. Dia memekik dan aku tidak peduli. Salah sendiri tidak melepaskan ciuman kami.

"Kau nakal!" Aku mendesis dan menatap horor kearahnya. Dia hanya tersenyum tipis dan semakin mempercepat gerakan tubuhnya. Sial ini lebih nikmat dari sebelumnya.

"Wajahmu seperti tomat" mustahil aku tidak mendesah. Bagas terlalu kuat menyentak tubuh kami dan akhirnya aku mendesah. Kuat dan keras.

Bagas sialan.

"Tidak tunggu aku" otot rahimku semakin mengencang dan aku yakin akan mendapatkan pelepasanku, tapi Bagas justru menahannya dan harus menunggunya. Apa-apaan ini?

"Uh Bagas!"

"Hah ah"

Satu hentakan.

Dua hentakan.

Tiga hentakan!

Empat hentakan.

Dihentikan kelima kami memekik kuat saat kenikmatan itu datang. Sungguh rasanya seperti terbang dan itu rasanya benar-benar menakjubkan.

Nafas terengah dan sisa kenikmatan itu masih ada. Bagas masih saja diam dan 1 menit Kemudian dia mengatakan sesuatu yang membuatku menegang dan kaget.

"Mari coba posisi lain. Woman On Top and Doggy Style" aku cengoh mendengarnya. Ya Tuhan apa ini?

"Bagas bagaimana jika itu semakin sakit?" Aku ragu ini akan baik-baik saja. Rasanya baru ronde pertama saja sudah seperti ini.

"Tidak akan" dan aku baru tau jika Bagas adalah orang yang kecanduan seks. Ya Tuhan gairah Bagas benar-benar tinggi. Dia psikopat Seks.

Kutarik nafas panjang saat ingatan bercinta kami semalam kembali tergiang dalam ingatanku. Ini sedikit mengerikan, aku yakin jika bagian tubuh intiku lecet. Kami baru menyelesaikan kegiatan panas itu sekitar jam 2 dini hari dan ini baru jam 6. Aku ingat saat Bagas memintaku bangun pagi untuk menyimpan dia sarapan.

Bodoh. Bagaimana bisa aku menyiapkan dia sarapan jika memeluk tubuhku seerat ini. Mustahil aku bisa lolos. Yang ada aku akan terkurung dalam pelukannya terus.

"Bagas" Kutepuk pelan pipinya, sedikit terusik dan dia mulai menggeliat.

"Apa?" Suaranya Serak khas orang bangun tidur. Matanya tidak terbuka tapi tetap bertanya padaku.

"Bukankah kau ingin aku menyiapkan sarapan?" Mata Bagas perlahan terbuka dan menampilkan sinar sayu, jujur aku suka dengan mata Bagas. Itu sedikit menghipnotis ku untuk mengagumi ketampanannya. Bagas memang tampan.

"Kau yakin akan membuat makanan untukku?" Aku mengangguk ragu. Jujur aku juga tidak tau, entah nanti aku akan membuat makanan atau justru menghancurkan dapur saja.

"Jika kau tidak bisa membuat aku makanan kau bisa menggantinya dengan hal yang lain!" Tawaran yang cukup menarik. Jika ada yang lebih mudah dari pada memasak kenapa tidak.

"Uhm apa itu?" Aku harus memastikan jika itu tidak lebih buruk dari pada memasak. Benar bukan.

"Morning Seks" mataku membulat mendengar ucapan Bagas. Apa-apaan ini? Dia memberi pilihan menolak tapi justru mendorongku ke hal yang menjengkelkan. Morning Seks? Dalam keadaan seperti ini? Dan itupun dengan keadaan intiku yang lecet karena dia tidak mau berhenti semalam? Brengsek.

"Bagas ini pilihan yang buruk. Tidak adakah yang lebih ringan?" Bagas menggeleng tegas dan aku benar-benar bingung harus mengatakan apa lagi. Pria ini sepertinya memang Psikopat Seks.

"Dengarkan aku Bagas!" Kuraih wajahnya dan membuat mata kami bertemu.

"Aku tidak keberatan melayanimu, karena itu memang tugasku sebagai istri. Tapi perlu digaris bawahi aku bukan mesin yang bisa melakukan apa yang kau minta dengan cepat. Aku butuh waktu dan aku juga butuh belajar. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini dan kau harus tau itu!" Aku menekan setiap kata agar Bagas sadar betapa jengkelnya aku padanya.

Dari semalam dia selalu merecokiku dengan keinginan dan kesukaannya, aku masih baik karena menuruti semua keinginannya tanpa membantah, melakukan keinginannya dengan suka rela karena itu tuntutan seorang istri. Tapi jika Bagas terus memaksaku seperti ini juga aku jadi kesal sendiri. Dia fikir aku robot?

"Aku tidak minta hal yang sulit. Hanya ingin Morning Seks pada istriku yang tidak bisa masak!" Kata-kata Bagadms membuatku spontan memukul pipinya. Dia mengaduh dan mengusap pipinya yang ku pukul. Rasakan.

"Hei sakit. Aku hanya menawarkan opsi lain saat kau tidak bisa menuruti keinginanku. Mana yang salah?" Entah keberanian dari mana aku justru naik keatas tubuh telanjang Bagas. Menangkup wajahnya dan mendekatkan wajah kami.

"Memang tidak salah. Tapi coba fikirkan lagi, kau seperti orang kesetanan saat menyentuh ku semalam dan apa kau tau jika itu ku sakit. Kau tidak mau berhenti dan lagi kau benar-benar seperti psikopat!" Bagas terkekeh dan merengkuh pinggangku. Pria gila.

"Kau menolak tapi justru menawari. Apa kau sadar jika kita masih telanjang dan kau justru naik keatas ku. Bukankah itu persetujuan?" Aku melongo mendengar suara serak Bagas. Yang benar saja, shit aku lupa jika kami masih sama-sama telanjang dan dengan bodohnya aku duduk diatas tubuhnya yang polos.

Seina bodoh.

"Pipimu memerah!" Aku melepaskan tanganku dari pipi Bagas, tapi kali ini justru dia yang menangkup pipiku.

"Tidak perlu malu" rasanya suaraku hilang saat akan membalas ucapannya. Ini sungguh memalukan.

"Kenapa kau terus saja mendesakku untuk melayanimu?" Bagas tersenyum dan mengusap pipiku dengan ibu jarinya.

"Bukankah itu wajar. Semua orang menikah pasti ingin dilayani dan aku termasuk. Dan yang paling utama dari orang menikah adalah~~"

Bagas memberi jeda pada ucapanya. Mengigit bibir bawahnya dengan sensual dan mendekatkan pada telingaku.

"Seks. All About Sex Baby Girl" Bagas memberikan kecupan mesra ditelingaku da jangan lupakan gigitan pada daun telingaku. Ya Tuhan.

"Jadi bagaimana?" Pada akhirnya aku memilih menyerah dengan keinginan Bagas. Dari pada dia terus mendesak dan merecokiku lebih baik aku mengiyakan pilihannya.

"Dan besok aku akan menendang kelaminmu jika kau mengulangi ini!" Bagas terkekeh dan membaik posisi kami.

"Memang kau bisa? Kau saja masih mendesah nikmat dan lagi kau tidak mau punya keturunan hah?" Aku mendecih dan mencubit perut kotak-kotak Bagas.

"Hentikan kata-kata laknat itu Bagas. Cepat lakukan"

"Aku baru sadar jika dari kemarin kau memanggilku Bagas!"

"Apa salah?"

"Tidak. Kufikir ini menarik. Biasanya orang-orang yang sudah menikah akan menanggil pasanganya dengan panggilan spesial. Dan kau hanya nama"

"Hentikan mulut laknat itu Psikopat Seks!" Tawa Bagas pecah mendengar umpatan ku. Baru kali ini aku melihat Bagas tertawa selebar ini. Sungguh dia lebih tampan.

"Kau penuh kejutan. Psikopat Seks? Boleh juga!"

"Kamu Gila"

Tbc.