1 1 First Meet And First Night.

Happy Reading.

*

Semua gadis pasti akan takut saat menjalani prosesi pernikahan. Perasaan gugup, gelisah menjadi satu. Membuat siapa saja pasti ingin lari.

Jika pernikahan layaknya pasangan yang saling mencintai kejadiannya tidak akan sepelik ini. Masalahnya pernikahan ini dilaksanakan oleh dua orang yang saling tidak mengenal. Bertemu saja baru nanti saat pernikahan.

Melihat sekali, itupun hanya foto.

Ya Tuhan Pernikahan apa ini?

°

Seina meremas jemarinya dengan gelisah, mata cantiknya menatap sekitar dengan takut. Wajahnya pucat dan Seina terlihat seperti mayat padahal dirinya sudah dirias.

°

Ini gila, bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Melihat wajahnya juga hanya sekali itupun foto. Rasanya dunia jungkir balik dan aku terombang-ambing didalamnya.

Perjodohan sialan yang diatur kakek tua membuat aku harus jadi korban disana. Pernikahan yang mengharuskan pasangan anak terakhir menikah.

Cih peraturan apa itu? Kakek fikir aku barang. Demi Tuhan aku tidak berhenti menyumpah serapahi kakekku yang sudah tua itu. Kepala botak dan sangat suka mengaturku. Ya Tuhan dosa apa aku punya kakek seperti itu.

Aku sudah mencoba berbagai cara untuk menggagalkan rencana pernikahan ini, tapi hasilnya selalu sama. Kakekku selalu berhasil menggagalkan rencana ku.

Aku pernah kabur ke Busan dan hanya dalam waktu 1 jam kakekku sudah berdiri dengan tongkat sialannya didepanku. Aku mencoba kabur ke Negara lain dan sialnya Pasport-ku diblokir.

Kakek tua itu selalu memanjakanku tapi juga selalu mengaturku, diantara kami 3 bersaudara hanya aku yang paling dikengkang, paling tidak boleh banyak bergerak dan tidak boleh melakukan ini itu.

Diumurku yang menginjak 21 tahun tidak pernah sekalipun aku berkencan dan lagi aku juga tidak pernah keluar atau sekedar hang out bersama teman-temanku. Selalu ada jemputan yang sudah menungguku dan siap mengantarkan aku kerumah dengan selamat.

Sialan bukan?

Hari ini tepat tanggal 13 Oktober aku akan dinikahkan dengan seorang pria, cucu dari teman kakek, usianya terpaut 4 tahun denganku. Kakek bilang dia mapan dan bertanggung jawab. Dan jangan lupakan jika dia juga tampan, tapi masalahnya aku tidak mengenalnya. Bagaimana caraku hidup dengan pria Matang seperti dia? Aku saja masih seperti anak kecil. Suka merengek dan tidak pandai melakukan apapun.

Aku bisa gila!.

Pintu ruanganku terbuka dan ada ayah disana. Melemparkan senyum manis dan menghampiri ku.

"Ayah!" Aku mencoba merengek tapi ayahmu justru mengusap wajahku.

Jelas ini tolakan.

"Tidak. Acaranya akan dimulai. Mari anak ayah!" Tegas dan jelas. Brengsek!

Aku datang ke neraka saat tangan ayah meraih tanganya. Mengulurkan baket bunga dan menggandeng tanganku.

Ikatan apa ini? Ikatan apa yang akan kujalani ini?

Aku tidak yakin akan baik-baik saja setelah ini. Yang ada aku akan berada dalam penjara, penjara mewah yang diciptakan laki-laki asing dan sialnya aku akan jadi istrinya.

"Tunjukkan senyummu!"

Tidak bisa! Bagaimana aku tersenyum jika aku mendekati penjaraku. Aku idiot, tolol, seharusnya aku lari saat pintu dibuka tadi. Tapi aku justru mengikuti langkah ayah.

"Ayah!"

"Tidak Seina"

Suara ayah pelan hanya saja sudah sangat membuat aku mengerti. Itu peringatan keras dan aku sadar.

Wajahku yang semula menunduk jadi mendongak, melihat depan dan berdirilah pria tampan yang sebentar lagi akan jadi suamiku. Wajahnya terlihat datar tapi tidak mengurangi ketampanannya.

Ya Tuhan Seina apa yang baru saja fikirkan. Kau bilang laki-laki itu tampan? Tidak Seina. Fokus.

Melalui ekor mataku terlihat kakek yang duduk santai dengan wajah sumringah. Sialan. Kakekku begitu bahagia sementara aku akan menderita.

Terlalu sibuk dengan lamunanku, entah sejak kapan ada tangan besar seseorang yang mengulur kearahku. Aku tau itu tangan calon suamiku.

Dia Bagas Arkana

"Seina!" Ayah mengeram dan dengan kesal kuraih tangan Bagas . Berjalan pelan disampingnya dan berdiri tepat disamping Pasteur.

"Jadi Bisakan kita Mulai?"

"Ya!" Dan bunyi persetujuan semua saksi membuat aku pusing.

Aku akan jadi seorang istri sebentar lagi.

Nasib Sial.

Shit.

°

"Apa kau tidak tau caranya bercinta?" Jus yang kuminum hampir saja menyembur muka tampan Bagas .

Tunggu dulu, dia bilang apa tadi? Bercinta? Yang benar saja!

"Cih anak kecil!"

Terdengar jelas dan aku geram mendengar ucapannya. Aku memang polos tapi jangan difikir aku tidak tau tentang hubungan suami istri. Dan perlu dicatat, aku bukan orang yang suka mendengar ejekan.

Aku tidak suka diejek.

Blue Film, aku pernah menontonnya, dan hebatnya saat aku menonton untuk pertama kali, rasanya perutku mual dan aku mau muntah. Melihat bagaimana pasangan beda jenis bergulat diatas ranjang membuatku mual dan jijik, belum lagi suara-suara aneh yang mereka keluarkan.

Mereka seperti binatang. Sialan.

Dan sekarang laki-laki Brengsek yang sialannya suamiku justru menanyakan itu padaku.

Gelas kecil yang berisi jus Melon kesukaan ku terlempar kasar kesudut ruangan. Aku yakin wajahku merah karena mendengar ucapan Bagas. Aku tidak menerimanya. Jelas!

"Lalu kau fikir kau hebat? Dasar Bajingan"

Umpatan itu terdengar keras dan aku justru menghampiri Bagas. Aku tidak terima dan aku akan membuktikan ejekannya itu. Aku bukan orang amatir.

"Kau terlihat berani~~~"

Chuu! Entah keberanian dari mana aku justru mencium Bagas dulu. Melumat bibirnya dengan kasar dan sedikit menggigitnya.

Aku tidak menyesal menciumnya, dia sudah lebih dulu melepaskan ciuman pertamaku tadi, tentu saat pemberkatan. Bagas sialan.

Tanganku mengalung pada lehernya, sedikit menjinjit agar lebih leluasa, menghisap bibir atas dan bawahnya secara bergantian. Dan si bodoh itu masih saja diam.

"Ouch!"

Menjijikkan. Bahkan dia mendesah saat aku tidak sengaja menyenggol Penghias selangkangannya. Sekarang yang tidak bisa bercinta siapa? Aku atau dia?

"Kau nakal juga. Baik akan kutunjukkan siapa sebenarnya aku!"

Mendengar suara desisan Bagas aku mulai gemetar. Tanganku yang semula kokoh mengalung dilehernya perlahan kehilangan kekuatannya.

Aku takut!

"Bisakah kita memulainya. Sayang?"

°

Rasanya mustahil, kufikir tadi hanya kata-kata bualan dan tidak nyata. Tapi pada akhirnya itu benar-benar terjadi.

Wajah Bagas merah dan tepat berada diatasku. Poninya lepek karena keringat yang masih mengalir, belum lagi nafas kami yang saling bersautan. Kami terengah karena baru saja melalui hal gila ini. Bahkan Bagas masih menyempatkan untuk mencium bibirku sebagai penutup kegiatan panas kami.

Aku seperti orang gila dadakan. Dengan mudahnya aku menyerahkan sesuatu yang kujaga selama 21 tahun ini pada pria diatasku. Dia Bagas Arkana, suamiku.

"Seina?"

Itu suara pertama Bagas setelah melepaskan kontak tubuh kami.

"Kau oke?" Mulutku Kelu menjawab pertanyaannya. Rasanya tenggorokanku kering untuk sekedar mengeluarkan satu kata saja. Berakhir dengan aku hanya mengangguk dengan samar.

Aku melihatnya, Bagas yang tersenyum tipis dan membaringkan dirinya tepat diranjang kosong sampingku. Menarik selimut putih untuk menutupi tubuh telanjang kami.

"Terima kasih"

Agak aneh mendengar ucapan terima kasih dari Bagas . Mengingat ini memang tugasku sebagai seorang istri. Kufikir ucapan itu tidak perlu.

"Hem" rasanya canggung dan membingungkan. Aku menghabiskan malam pertama dengan suami yang baru saja kutemui hari ini. Kejutan luar biasa.

Kami larut dalam lamunan masing-masing, memperhatikan atap putih yang terlihat remang-remang. Aku membiarkan Bagas meraih tangan kananku, menggenggamnya dan meremasnya. Entahlah aku tidak tau apa artinya. Aku terlalu lelah untuk bertanya atau sekedar menolak. Tenagaku terkuras habis tadi. Melalui kegiatan yang kuanggap jijik tadi dan sialnya aku juga menikmati itu. Oh aku seperti menjilat ludahku sendiri sekarang. Aku malu.

"Bagaimana menurutmu?" Pertanyaan Bagas membingungkan. Aku tidak mengerti dengan kata-kata kiasan. Apa maksudnya.

"Aku tidak mengerti!" Aku jujur. Aku memang tidak mengerti dengan kata-katanya. "Pernikahan ini!"

Dan untuk itu aku juga tidak tau jawabannya, masalahnya aku juga tidak setuju dengan pernikahan ini. Aku hanya menjalankan paksaan kakek. "Entahlah. Ini membingungkan"

Bagas menghela nafas dan aku mendengar itu, terdengar jelas dan dia semakin meremas tanganku. "Kau tidak keberatan mencobanya?"

Aku shock mendengar pertanyaan Bagas. Menatapnya kaget dan dia membalas tatapanku. "Tidak salahkan mencoba?"

Dia bisa menebak fikiranku dan aku mulai sadar. Ini pernikahan sakral dan aku tidak bisa main-main. Walaupun kami tidak saling mengenal tapi yang pasti kami sudah terikat dalam sumpah sekarang.

"Entahlah. Aku tidak keberatan mencobanya jika itu yang terbaik"

"Kufikir kita memang harus mencobanya!" Sama denganku, Bagas juga ragu. Tapi ini memang keputusan yang tepat. Kami sudah menikah dan sudah seharusnya kami menjalani ini. Dan entah apa yang akan terjadi kedepannya, biar Tuhan yang menulis semuanya.

Satu masalah terpecahkan dan aku masih ada banyak hal yang harus disampaikan. "Bagas?"

"Hem?"

"Bolehkan aku kuliah lagi?" Jujur aku masih ingin kuliah. Sebelum pernikahan ini terjadi kakek mengeluarkan aku dari kampus dan katanya aku boleh kuliah jika suamiku mengijinkan dan aku harus minta ijin Bagas kan.

"Kau belum lulus?"

"Hampir. Jika saja kakek tidak mengeluarkan aku dari kampus!" Bagas diam dan tidak menanyakan apapun lagi.

Tanganya masih setia meremas jemariku, dan itu terjadi selama hampir 10 Menit. Kutarik kesimpulan jika Bagas tidak setuju dengan keinginanku. Sepertinya aku memang tidak akan lulus.

"Kau boleh kuliah lagi"

Suara Bagas berhasil menyentakku, ini nyata? Dia mengijinkan aku kuliah lagi? Ya Tuhan.

"Asal kau tidak melupakan kewajibanmu sebagai seorang istri" dan aku mengangguk tanpa ragu mendengar syarat Bagas. Sungguh aku bahagia. Ini seperti mimpi.

"Terima kasih!" Kataku tulus.

"Tidak perlu. Anggap ini sebagai balasan karena kau sudah menjaga selaput darah itu untukku" pipiku bersemu merah mendengar ucapan Bagas. Kufikir dia tidak se Brengsek itu. Yah dia terlihat sedikit baik, hanya sedikit.

"Aku tau!"

Tbc.

avataravatar
Next chapter