1 Alika Maheswari

"ALFIEEE!!! ah gilaaa makin cakep banget sih!" teriak seorang gadis yang berada di kamar kesayangannya, gadis itu terlihat sedang melompat-lompat di depan televisi yang menampilkan sebuah acara. Tak lama dari itu pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang berkacak pinggang, jangan lupakan raut wajahnya yang terlihat kesal.

"Alika! kamu kan tau kalo di bawah ada temen-temen mamah lagi arisan, kamu jangan berisik dong!" kesal wanita itu.

Alika tersenyum menampilkan deretan giginya, "maaf ya mamahku, tapi mamah jangan salahin Alika dong mah. Salahin tuh Alfie,"

Alika menunjuk layar televisinya, "salah dia yang makin hari makin ganteng."

Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putrinya yang semakin hari semakin aneh. Sedangkan Alika kembali fokus dengan tayangan televisinya dengan raut wajah yang berbinar.

"Alika, dengerin mamah! Kamu boleh mengidolakan seseorang tapi inget kamu jangan terlalu fanatik kayak gini, sewajarnya aja." Ucapnya

Alika mengalihkan pandangannya dan menatap mamahnya itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Perlahan matanya berubah menjadi sendu dan bibirnya yang melengkung ke bawah.

"Mah, yang Alika lakuin ini tuh bisa bikin Alika seneng, Alika ngerasa kalo Alfie bisa jadi inspirasi Alika," lirih Alika

"Mamah tau sayang, tapi kamu harus tau batasannya. Mamah gak mau kalo kamu nantinya sakit hati." Jelasnya dengan suara lemah lembut, agar Alika tidak merasa tersinggung.

Alika terkekeh, "sakit hati kenapa deh mah? Perasaan, Alika baik-baik aja kok selama jadi fansnya Alfie. Pokoknya mamah tenang aja ya, Alika gak akan sakit hati."

Wanita paruh baya yang menjadi ibu kandung Alika itu menghela nafas lelah, bukan kali ini saja ia memberitahu Alika tapi sudah berkali-kali dan jawaban Alika tetap sama. Bukan ia melarang putrinya untuk mengidolakan seseorang, hanya saja ia tidak ingin jika nanti putri satu-satunya ini merasakan sakit hati karena terlalu mencintai seseorang dengan berlebihan.

Ia berbalik dan meninggalkan Alika yang masih setia menatap layar televisinya, sampai kapanpun ia akan tetap mengingatkan Alika. Alika menatap pintu yang sudah tertutup lalu ia kembali menatap televisinya dengan jantung yang berdetak tidak karuan, selalu seperti itu jika sudah melihat Alfie.

Alika POV

Nama gue Alika. Lebih tepatnya Alika Maheswari. Gue lahir dari keluarga yang bisa di bilang apapun yang gue mau pasti selalu terpenuhi, kalian udah bisa tebak sendiri tanpa gue sebut. By the way, gue masih duduk di kelas 11 SMA. Dan kenalin tadi adalah ibu kandung gue, namanya Linda Fitria. Gue manggil dia dengan sebutan mamah, sebutan pada umumnya sih.

Gue anak satu-satunya di keluarga ini, sebenernya pengen banget gue punya abang yang bisa jagain gue. Tapi, orangtua gue udah cukup sih buat jagain gue.

Gue menjabat sebagai fansnya Alfie, Alfie Alexander. Hampir semua orang kenal sama dia. Anak dari seorang pengusaha sukses di Jakarta, dan Alfie sekarang jadi seorang artis. Gak tahu kenapa pertama kali gue liat dia di TV gue langsung suka, sampai sekarang. Bisa dibilang kalo perasaan gue bukan cuman sekedar cinta fans ke idolanya, lebih dari itu.

Alika POV off

Sore ini, Alika sedang berjalan-jalan mengelilingi komplek rumahnya. Entah mengapa hari ini sangat membosankan bagi Alika, ia tidak tahu harus melakukan apa selain melihat Alife di handphone dan juga televisinya. Sekian lama ia mengidolakan seorang Alfie Alexander tapi hingga saat ini ia belum di beri kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu dengan idolanya itu.

Langkah kaki Alika tiba-tiba berhenti di sebuah taman yang terlihat ramai oleh anak kecil, karena Alika tipe orang yang menyukai anak kecil akhirnya ia memutuskan untuk duduk di kursi taman dan menatap anak-anak kecil yang sedang berlarian. Bibir Alika tertarik ke atas dan menampilkan deretan gigi rapinya.

"Es krim, es krim, siapa yang mau beli es krim mamang Asep, ayo merapat."

"Hai mang Asep!" sapa Alika dengan senyuman manis di bibirnya

mang Asep mendongak, "eh ada neng Alika, mau beli neng?"

"Mau dong mang, sehari tanpa makan es krimnya mang Asep kayak ada yang kurang." Ucap Alika diiringi kekehan ringan

mang Asep menggelengkan kepalanya, "ada-ada aja ah si neng mah, ini es krimnya kayak biasa kan?"

Alika mengangguk mengiyakan pertanyaan mang Asep. Setelah membeli es krim, Alika kembali duduk di kursi taman yang tadi ia duduki. Sedang asyik-asyiknya memakan es krim mata Alika menangkap seorang laki-laki yang tidak asing baginya, mata bulatnya menyipit mencoba menerka-nerka apakah itu memang benar orang yang ia maksud. Setelah yakin jika itu adalah laki-laki yang ia kenal, kaki Alika berjalan menghampiri orang itu.

"Davi!" teriak Alika saat akan sampai di tempat berdirinya laki-laki itu, yang diketahui namanya adalah Davi, Davi Alfaro. Teman sekelas Alika sekaligus teman dekatnya.

"Lo lagi ngapain disini?" tanya Alika

"Lagi jalan-jalan aja, kenapa emang?"

"Enggak sih, tumben aja lo ke taman komplek gue. Rumah lo kan di komplek sebelah." Jawab Alika sambil tangannya menggaruk tengkuk yang tak gatal

"Emangnya taman ini cuman di datengin sama orang-orang yang tinggal di sini aja? enggak kan?" ketus Davi

Alika mengerutkan alisnya bingung, Davi tidak pernah bersikap seperti ini padanya. Kecuali, jika Alika sudah membuat Davi benar-benar kesal padanya. Alika memang termasuk orang yang sangat jail, dan sifat itulah yang sering ia tunjukkan kepada Davi.

"Lo kenapa sensi banget sih Dav? lo pms? gue ada salah sama lo? salah gue apa?" tanya Alika berturut-turut

Davi menggelengkan kepalanya, "lo enggak salah apa-apa sama gue, gue lagi males aja."

Alika menghela nafas lega seraya memegang dadanya seolah benar-benar lega jika ia tidak punya salah pada Davi, teman dekatnya itu.

Cukup lama Alika dan Davi mengobrol di taman, akhirnya Alika memutuskan untuk pulang karena hari semakin sore dan langit yang menggelap menandakan akan hujan.

***

Mata tertutup itu perlahan terbuka karena cahaya matahari yang menusuk matanya. Tangannya terangkat untuk meregangkan ototnya agar terkumpul kembali nyawanya. Lalu, tangannya terayun mengangkat selimut yang masih melilit di tubuhnya.

"ALIKAAA! BANGUN! SEKOLAH!" teriak Linda dari luar

Yap, dia Alika. Gadis yang hidupnya penuh dengan kebahagiaan, kesempurnaan, dan juga kemewahan. Tapi walaupun hidupnya dikelilingi oleh harta ia tetap berpenampilan sederhana. Alika, gadis cantik yang nyaris sempurna. Hampir mirip dengan Linda, ibu kandungnya. Ciri khas dari seorang Alika adalah gaya rambutnya yang sebahu dan bergelombang, ia tidak akan membiarkan rambutnya panjang melebihi bahunya juga ia tidak akan membiarkan rambutnya lurus begitu saja, Entahlah.

"Iya mah, Alika udah bangun kok." Sahut Alika dengan suara seraknya khas orang bangun tidur

Alika berjalan menuju kamar mandinya dan melakukan rutinitas pagi. Sekitar dua puluh lima menit Alika keluar dari kamar mandinya sudah dengan seragam yang melekat di tubuh rampingnya.

Kaki Alika menuruni tangga dengan santai, lalu berjalan menuju meja makan dan duduk di samping mamahnya. Disana sudah ada mamah dan ayahnya, Wahyu Abraham.

"Morning mah, yah!" sapa Alika

"Morning juga, sayang." Sapa balik Linda dan Wahyu

Setelah saling sapa, mereka memakan sarapannya dengan lahap. Tidak ada lagi yang memulai pembicaraan, hanya suara sendok yang berdenting di atas piring. Hening melanda mereka, akhirnya Wahyu mendahului pembicaraan.

"Jatah bulanan kamu kurang gak?" tanya Wahyu saat sedang memakan sarapannya

"Lebih dari cukup ayah." Tekan Alika, pasalnya hampir setiap hari ayahnya selalu bertanya seperti itu. Ia saja bosan mendengarnya, Alika tahu jika ayahnya ingin mencukupi segala kebutuhannya tapi Alika merasa ini terlalu berlebihan.

Wahyu mengangguk paham.

Alika melihat jam tangan yang melingkar di lengannya, sudah cukup untuk ia pergi ke sekolah saat ini. Alika berdiri dan mendorong kursi yang tadi ia duduki.

"Mah, yah, Alika berangkat dulu ya takut telat." Pamit Alika sambil mencium punggung tangan Wahyu dan Linda.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

***

avataravatar
Next chapter