webnovel

Aletha : Revenge

Aletha Ava Robert adalah seorang hunter yang memiliki kekuatan elemental. Suatu ketika sang kakak yang memintanya untuk membasmi penghianat yang ada diklannya mengirimnya ke desa Toda. Namun, semua berubah saat ia mengetahui apa yang ia bantai. Keinginan balas dendam yang besar membuatnya merencanakan hal besar. Xavier Dion Cornelius adalah seorang putra pang lima kerajaan. Ia mewarisi darah sang ayah yang berasal dari klan demon. Memiliki sifat dingin dan tak tersentuh menjadi daya tarik tersendiri baginya. Xander memiliki kecerdasan dan kemampuan yang hebat sehingga ia pantas untuk mendapatkan posisi pang lima berikutnya. Aletha dan Xavier dipertemukan di akademi Victoria. Xavier yang merupakan murid pindahan membuat ia menjadi pusat perhatian ditambah dengan statusnya. Xavier tertarik pada Aletha karena ia merasa Aletha adalah matenya.

white_mode · Fantasy
Not enough ratings
33 Chs

Chapter 11

Di dalam pelukanku hanya ada keheningan, aku mencoba melihat keadaannya, rupanya ia tertidur.

Tok tok tok

"Masuk" aku melihat Kio membawa sebuah gelas. "Apa itu?"

"Ini obat yang harus diminum oleh Aletha, Kevin memintaku menyampaikan hal itu padamu."

"Letakan saja disini" aku menunjuk meja kecil yang ada disamping tempat tidurku.

"Xander sepertinya aku harus mengatakan ini padamu, aku terus melihat aliran mananya beratakan, dan aliran yang paling berantakan terus menjalar ke tandanya"

"Sebab itukah ia terus melemah akhir-akhir ini"

"Aku tidak bisa mengambil kesimpulan tentang hal itu. Ada hal lain yg ingin ku sampaikan, peti yang berada di istana gaib itu menghilang"

"Itu berarti mereka mulai bergerak?" Melihat anggukan dari Kio. Rasa cemas yang besar menguasai diriku. Ya semua karena kehadiran Aletha. Dulu aku begitu tenang mendengar kabar seperti ini, tapi sekarang berbeda ada yang harus ku lindungi.

"Apa yang kalian bicarakan?" Aku tersentak kaget dan melihat ke arah Aletha yang mengucek matanya.

"Hanya perkerjaan, kenapa kau tidak kembali tidur?"

"Aku lapar" Aku dan Kio saling menatap dan terkekeh bersamaan. Aletha persis seperti anak kecil yang baru bangun.

Aku menggenggam tangannya dan mengajaknya menuju ruang makan. Hidangan sederhana berbahan dasar daging tersedia di depannya. Perlahan ia mulai menghabiskan makanannya. Aku terus memperhatikannya makan.

"Kau tau, aku tidak bisa menyembunyikan senyumanku saat terus bersamamu"

"Uhuk...uhuk...uhuk..." aku menyodorkan segelas air putih kepada Aletha. Setelah ia menghabiskan minumannya, ia menatapku dengan wajah kesal.

"Mansion milikmu luas dan sunyi"

"Suatu saat mansion ini tidak sunyi lagi" aku mendekatinya dan membisikan "karena anak-anak kita nanti yang akan membuatnya ramai" ia bangkit dari duduknya dan berlari keluar. Astaga apa ia begitu malu mendengar hal itu. Aku bangkit berdiri mencari keberadaannya. Larinya cepat juga.

Aku berhenti di depan pintu penghubung taman utama mansionku, ditengah-tengah taman itu aku sengaja meletakan piano. Ku lihat Aletha duduk disana. Aku memperhatikannya dari pintu ini. Ia mulai menggerakan tangan mungilnya. Alunan piano itu begitu tenang dan menyentuh. Namun pada pertengahan melodi itu, tersirat kepedihan dan rasa bersalah yang kuat. Aku mulai mendekatinya, ia begitu cantik dibawah sinar rembulan. Ku lihat ia memejamkan matanya, bulir air mata jatuh perlahan dari pelupuk matanya. Ia berhenti, tangisannya semakin kencang. Aku berlari ke arahnya dan memeluknya dengan erat.

"Xa-xander hiks..hiks.." Ia membalas pelukanku tak kalah eratnya.

"Xa-xander...A-aku...aku membunuh banyak orang yang tak bersalah, aku merasa sesak akan hal itu, rasa penyesalanku...aku tidak tau harus bagaimana. Aku hanya menginginkan pengampunan dari mereka, mengatakan kata maaf pada mereka, a-aku wanita buruk yang membunuh orang tak bersalah...ku mohon cari saja wanita lain untukmu..aku wanita yang buruk, bahkan aku tidak bisa membuka hati untukmu hiks hiks hiks"

"Shutt tutup mulutmu, aku mencintaimu karena kau memang ditakdirkan untukku, tenanglah aku yang akan meluluhkan hatimu, sebagai suamimu aku akan mengurus hati mu itu hehe, siapa bilang kau saja yang membunuh orang tak bersalah, kau lupa siapa matemu ini, psikopat medan perang Xander sang putra panglima gila perang" aku melepaskan pelukanku melihat keadaannya. Ia terkekeh saat aku menyebutkan diri psikopat medan perang.

"Apa tidak apa-apa aku terus bersamamu, kakaku?"

"Aku sudah mengatakannya pada kakamu, aku akan membawamu secepatnya ku pikir tak apa. Kau ingin berkeliling mansion pribadiku?" Ia mengangguk setuju. Aku menghapus air matanya menariknya untuk berkeliling mansion. Ia begitu antusias saat aku menjelaskan ruang-ruangan yang ada.

"Ah benar kenapa kau menyebut dirimu suamiku bukankah kita belum menikah...auw" aku menjentikan jariku didahinya.

"Apa kakamu tidak mengajarimu pengetahuan tentang mate?, jika seorang pasangan menandai pasangannya mereka sudah dinyatakan menikah. Aku bertanya-tanya dari mana kau mendapatkan nilai tertinggi di akademi."

"Menyebalkan" ia berjalan menjauh dariku. Terlihat ekspresi kesal di wajahnya. Sungguh aku sangat suka menggodanya.

"Tunggu aku Aletha"

"Tidak mau!"

***

Kenapa dia begitu menyebalkan. Mereka bilang ia makhluk es dan tak tersentuh tapi bagaimana bisa ia begitu semenyebalkan ini. Ish...aku tidak mendalami tentang mate karena dulu aku tidak memikirkannya. Menyebalkan kenapa harus membawa nilai akademiku. Xander kau menyebalkan!.

Ku akui mansion yang ia miliki begitu luas dan klasik. Tempat yang paling ku sukai adalah taman utama mansion. Luas, indah, dan aku bisa bermain piano dengan tenang kurasa. Meski tadi aku menangisi hal itu. Apa aku bisa membuka hati untuknya. Aku mempertanyakannya lagi dan kenapa akhir-akhir ini aku cepat lelah. Aku berhenti berjalan dan duduk di salah satu jendela yang terbuka. Menutup mataku menikmati semilir angin yang meniup anak rambutku.

cup

eh?!

aku membuka mataku. Xander masih pada posisinya. Ia mencium keningku tanpa seizinku. ku pastikan pipiku memerah karena dirinya.

***

ku jauhkan wajahku darinya. Ekspresi terkejut darinya begitu menggemaskan. Ditambah pipinya yang bersemu merah. Ia mengalihkan tatapan matanya dari tatapanku. Aku mengacak puncak kepalanya.

Boom!!!

Aku dan Aletha dikejutkan dengan suara ledakan.

"Tetaplah disini" ia menarik lengan bajuku dengan kepala menunduk. "aku akan kembali" ucapku padanya.

"Kio!" ia muncul disampingku dengan pakaian yang sering digunakan untuk membasmi para pemberontak.

aku dan Kio bergerak cepat menuju sumber suara. Dapatku liat para rogue dan apa ini, Goblin?. apa mereka bekerja sama. para pasukanku menyerang mereka yang mencoba memasuki areaku. Aku dan Kio hanya memperhatikan pasukanku membasmi mereka.

Deg

Aletha!

***

Xander pergi untuk melihat keadaan disana. Aku begitu khawatir, meskipun seharusnya tidak. Ia memang psikopat perang tapi entah kenapa hatiku merasa tidak nyaman saat ia pergi kesana.

swoshh...

angin bertiup kencang dari belakangku. Entah kenapa aku begitu waspada. Aliran mana nya tidak terbaca ataukah aku mulai semakin tak peka. Kondisi tubuhku tidak dalam keadaan yang bagus saat ini.

"Nona bukankah seharusnya pulang bersama kami?" aku berbalik dengan cepat melihat siapa yang berbicara denganku. Darkelf?!.

"siapa kalian?"

"Nona tuan meminta kami menjemputmu"

"tuan?, siapa?" mereka nampak enggak memberi tauku. sebenarnya siapa yang mereka maksud?.

"Aku tetap disini" setelah mendengar jawabanku ketiga darkelf itu mulai memasang wajah yang tidak bersahabat. mereka berbicara menggunakan bahasa mereka. aku tidak mengetahui apa yang mereka bicarakan yang jelas mereka mulai mengepungku.

aku menghindari mereka dengan cepat. terus menghindar serangan-serangan mereka. melompat dan berjalan di dinding adalah hal yang biasa bagiku, tapi untuk sekarang aku mudah sekali merasa lelah. aku memilih memancing mereka keluar dari mansion. berlari dengan cepat dan berhenti mendadak lalu mengeluarkan elemen petirku langsung ke arah mereka. dua dari mereka berhasil ku lukai. Seranganku tidak maksimal. Biasanya lawanku akan musnah saat aku menyerang mereka menggunakan elemen petir.

Aku benar-benar kelelahan sekarang. penglihatanku mulai buram. detak jantungku tak beraturan. Panah mereka begitu menyebalkan. Aku melompat ke atas pohon dan mulai mengendalikan ilmu tanah untuk menghimpit mereka. satu dari mereka tewas dalam genggamanku.

"tenanglah sweet heart, mereka hanya ingin membawamu padaku, jangan kabur dan ikuti saja mereka"siapa yang membisikan hal ini padaku.

srett

bruk!