webnovel

ALENA KIM

Hanya sepenggal kisah perjalanan hidup seorang gadis malang yang tak berharap lebih didunia ini, selain senyuman bahagia yang belum pernah ia rasakan. Luka dan lara yang selalu diterimanya, seolah sudah menjadi makanan sehari-harinya. Namun walau begitu, ia tak pernah menyesal telah dilahirkan kedunia ini, selalu mempertanyakan mengapa takdirnya begitu tidak adil untuknya. Diam dan penuh perjuangan demi hidupnya sendiri. Dia wanita kuat, tegar dan sabar, Dialah ALENA KIM

Flower_Night_5993 · Teen
Not enough ratings
6 Chs

Chapter 3 "Sunday"

06.54. Matahari sudah mulai muncul diarah timur. Suasana pagi ini cerah dan dingin, namun juga sedikit hangat karna sinarnya.

Sejak 10 menit yang lalu, gadis itu sudah berada dihalaman belakang rumahnya. Melakukan aktivitas hariannya saat minggu, Berkebun.

Menanam dan juga menyiram bunga kesayangannya serta tanaman hias yang lain. Moodnya selalu bagus jika dirinya berada disekitaran bunga² dan tanaman, merasa tenang dan damai.

Alena mengenakan dress purple bunga² ditambah style rambutnya yg diikat separuh kebelakang membuatnya terlihat sangat cantik walau dalam keadaan seperti itu.

Didalam rumah, tepatnya diruang tamu, manik pria yang ada diruangan itu terus menatap kearah belakang rumah, yang memang posisi jendelanya memperlihatkan langsung kesana jika tirainya dibuka.

"Dia benar² cantik,, Kau beruntung memilikinya" ucap pria tan itu.

Yang diajak bicara menukikkan alisnya menyorot tidak suka kearah seorang gadis yang tengah asyik melakukan aktivitasnya disana.

Kepalanya menoleh dan balik menyorot manik tajam pria didepannya. "Ku rasa tidak jauh berbeda dengan Bae irene" ujarnya pelan. Sehun menunjukan smirknya.

"Irene dan dia jauh berbeda kai,, jangan bandingkan malaikat dengan sebuah sampah"

"Apa maksudmu?" tanya kai bingung, walaupun sejujurnya dia juga paham.

Kim Jongin atau yang biasa dipanggil kai itu adalah sahabat dekat sekaligus sekretarisnya dikantor. Pagi² sekali dia datang kerumah hanya untuk mengantarkan berkas² yang diberikan sehun padanya 3 hari yang lalu.

Alih² mencari sektretaris wanita, seperti kebanyakan seorang pemimpin diperusahaan, sehun lebih memilih sahabatnya yg sudah ia percayai seperti saudaranya sendiri. Baiknya hubungan persahabatan keduanya, membuat sehun dan kai semakin dekat.

Itulah alasan kai mengetahui apapun tentang pria dingin itu, yang tidak diketahui orang² diluar sana maupun yang terdekat sekalipun dengan sehun.

"Kau pun tahu maksudku kai" ucapnya datar, masih pagi dan pria dingin itu sudah menampilkan wajah tidak enaknya.

"Tapi aku rasa tidak begitu hun,, apa kau juga yakin dia gadis yang tidak baik?" Manik kai kembali menyorot kearah gadis itu yang kini sedang memotongi daun bunga yang menguning.

Sehun hanya diam, maniknya mengunci bayangan tubuh mungil istrinya disana. Memperhatikan gerak-geriknya. "Aku yakin"

"Kau bohong hun" sergah kai, ia jelas menangkap kebohongan dimata sehun setiap kali bibirnya berucap bahwa istrinya bukan gadis baik²

"Aku jujur,, untuk apa aku berbohong"

Sehun hanya terlalu mudah dipengaruhi dan termakan cerita orang lain yang entah benar atau tidak. "Dimatamu jelas kau sebenarnya tidak yakin, bahwa istrimu gadis yg tidak baik"

Pria itu menunduk dalam, memainkan kedua tangannya sendiri. "Jika memang benar bagaimana?"

Kai tertawa pelan. "Menurutku, tidak mungkin ada gadis yg tidak baik² tapi mau melakukan pekerjaan sepele seperti itu" Tangannya menunjuk alena yang tengah memberi pupuk pada bunga dan tanaman lainnya.

"Setahuku, seorang jalang hanya akan melakukan aktivitasnya dimalam hari, jika dipagi hari sampai siang biasanya digunakan untuk tidur dan malamnya dia akan mengulanginya lagi"

Mina menaruh camilan dan minuman diatas meja, maniknya juga ikut melihat sekilas kearah belakang rumah.

Ia berbalik dan membawa nampannya, kakinya terhenti saat suara didengarnya. "Mina"

Tubuhnya berbalik dan mendekat kearah majikannya yang kini tengah menatapnya serius. "Ada apa tuan? Apa memerlukan yang lain lagi?"

"Tidak"

Kai ikut memandang maid itu, tubuhnya yang kecil pendek dan wajahnya yg imut, ia tebak gadis itu masih sangat muda untuk bekerja sebagai pelayan dirumah sahabatnya itu. "Apa nyonyamu sering keluar malam, saat tuanmu belum pulang?"

Itu suara kai. Ia sejujurnya juga kepo dengan identitas dari istri sahabatnya yang seolah tidak diketahui siapapun.

Mina menggeleng pelan, ia kembali menunduk menatap flat shoes hitamnya. "Dia kemana, jika ketahuan keluar tanpa ijin dariku?" sehun menatap biasa kearah mina, karna nampaknya gadis itu sedikit takut saat ditanya.

"Saya tidak tahu tuan" Kepalanya menunduk semakin dalam, kedua ibujarinya saling beradu.

"Katakan saja, jangan takut dia takkan memarahi nyonyamu jika kau mengatakan apa yang kau tahu" kata kai pelan dan tenang, agar gadis pendek itu mau jujur tanpa takut.

Mina menatap manik kai gelisah, haruskah dikatakan atau tidak. Jika dikatakan takutnya Alena akan terkena masalah dari sehun, mengingat majikan prianya terlihat membenci istrinya sendiri.

"Ayo katakan mina-ssi"

Senyum kai mengembang, membuat maniknya agak melengkung sedikit, Ah sangat manis dan ramah, pikirnya.

"Apakah tidak apa² tuan?"

Mina bergantian menatap kai dan sehun, dia sangat bimbang. Ia hanya ingin membuat majikannya itu tidak lagi membenci dan berfikiran buruk tentang istrinya sendiri.

Pria dingin itupun masih diam, enggan mengiyakan ataupun menolak. "Katakan saja" ucap kai lagi.

"S-sebenarnya.."

"Ya..?"

"Sebenarnya,, alena eonni pergi dari rumah hanya untuk bekerja tuan" jelas mina, ia malah menatap kai ketimbang menatap majikannya sendiri.

"Kerja?" Kai membulatkan matanya, dan beralih menatap sehun yg juga sedikit terkejut.

"I-iya,, tapi tuan jangan bilang ke alena eonni, jika saya bercerita tentang ini"

"Kau tenang saja, aku bukan pria yg bermulut besar" ucapnya dengan senyuman manisnya.

Mina masih setia menatap kai, barangkali pria itu hendak bertanya lagi sebelum alena memergokinya nanti. "Dia bekerja dimana? Pagi atau malam?"

"Eonni bekerja dipagi hari setelah selesai dengan aktivitas dirumah ini, dia bekerja dicafe. Pulang Jam 5 sore sebelum tuan pulang"

"Jadi sebelum pergi, dia memasak dan menyirami tanaman serta pekerjaan lainnya, begitu maksudmu mina-ssi?"

Gadis itu menunduk takut karna sehun memasang ekpresi tak terbaca yang membuatnya was². "i-iya tuan.."

"Baiklah, kau boleh kembali ke pekerjaanmu" Mina menunduk sopan sebelum ia undur diri dari hadapan keduanya.

Kai menatap penuh arti kearah sehun yang juga memasang ekpresi seriusnya. "Aku rasa, jadi detekti bayaran tidak ada salahnya hun" 

Tubuhnya bangkit dan menepuk pundak sehun cukup keras "Tenang saja, serahkan semuanya padaku,, dalam 5 atau 10 hari informasi lengkap tentang istrimu pasti ku dapatkan"

Kai berjalan kearah belakang rumah meninggalkan sehun diruang tamu yang masih termenung dengan cerita mina.

'Jadi benar, dia hidup karna jerih payahnya sendiri? Apakah aku  terlihat sangat jahat sekarang?'

Maniknya kembali menyorot seseorang disana. Kai dan alena tengah berbincang yang entah membicarakan apa disana.

"Alena-ssi kau terlihat sangat menyukai bunga²?"

Gadis itu tersenyum cantik, ia menatap bunga²nya yang kini nampak segar. "Aku sangat menyukai bunga daisy"

"Daisy?" Kai ikut menatap bunga² didekat alena.

"Iya,, daisy putih" Telunjuknya mengarah sekelompok bunga putih dengan ukuran kecil dan sedang.

"Kau sangat menyukai itu?" Tangan kai menyentuh tiap² kelopak bunga daisy itu seraya tersenyum. "Dari banyaknya bunga, kau hanya menyukai satu?"

"Tidak,, aku jelas menyukai semuanya karna mereka indah. Tapi favorit ku daisy dan aster putih"

Kai berjalan mengitari bunga² yang ada disana, sesekali berjongkok hanya untuk melihat lebih dekat bunga cantik disana.

Ia bangkit dan duduk di salah satu ayunan disana.

Alena tidak mendekat, bahkan menjauh dan kembali fokus membersihkan tangkai serta dedaunan yg layu ataupun menguning. 

"Alena-ssi.." Seru kai cukup keras, gadis itu menoleh terkejut.

"Ya, kai-ssi" Maniknya sedikit menyipit, karna wajahnya tertimpa sinar matahari.

"Kau cantik,, sangat cantik.." Kedua tangan pria itu ditaruh dibelakang lehernya dengan menampakkan senyum menggoda.

Alena hanya diam tanpa ekpresi, bingung dengan ucapan teman suaminya yang entah bertujuan apa berkata seperti itu. Entah memuji atau yang lain. "Seperti bunga dandelion"

Tadi, pria tan itu sempat membuka ponselnya dan membuka google untuk mencari tahu arti bunga kesukaan gadis itu. Ia semakin yakin, bahwa istri sahabatnya itu sebenarnya adalah gadis polos, dan sangat baik.

     

                          🌼🌼🌼

Alena keluar dari supermarket tak jauh dari rumahnya. Sore ini mendung dan langitnya yg berwarna abu seolah membuat siapapun yg melihat jadi sedih. Tidak ada warna jingga ataupun sinar cerah dari arah barat karna senja mulai terbenam.

Kini hanya ada, mendung dengan langit abu²nya, jalanan yg sepi dan udara yang berhembus pelan.

Tangannya menenteng plastik belanjaannya, ia membeli bahan² dapur dan sedikit kebutuhannya sendiri.

"Ya! Jackson!!"

Gadis itu menangkap dari kejauhan dijalan menyimpang kekanan, pria tinggi dikejar oleh segerombolan pria berbadan besar.

"Brengsek, berhenti kau!!"

Alena mulai menjalankan kakinya takut², pelan dan was². Ia juga harus kearah jalan itu, mau tidak mau dia harus kesana juga.

Langkah kecilnya semakin cepat, masa bodoh dengan kakinya yg nanti lecet karna flatshoes yg dikenakannya.

Fikirannya berkecamuk sekarang, terlebih dia seorang diri dan jalanan disana lumayan sepi. Rok maroon selutut, baju putih yg dibalut cardigan dustypink, pakaiannya membuatnya semakin was².

Berlari sekencang mungkin, sampai pada belokan disana ia menambah laju kencangnya. Namun langkahnya terhenti, kala telinganya menangkap suara gaduh dirumah kosong yg tidak dihuni disana.

Logikanya meminta untuk mengabaikan itu dan berlanjut untuk lari agar cepat sampai dirumahnya. Namun hati nuraninya menahannya disana, memintanya untuk mendekat kerumah kosong itu.

Hari yang semakin menggelap dan langit hitam yg siap menumpahkan isinya, membuat kadar kecemasannya tambah berlipat².

"Arrghhhhh" Alena tersentak dari lamunannya, mendengar geraman keras dari dalam rumah itu.

Tubuhnya terjengit kaget kala air hujan mulai turun dengan derasnya, terpaksa gadis itu berlari diam² menuju rumah kosong itu. 

Disana maniknya menangkap pria tinggi yang tadi dikejar² sedang dipukuli oleh segerombolan pria berbadan besar.

"Apa yang harus ku lakukan? Ya Tuhan, bantulah aku" monolognya, maniknya gusar terus bergerak kesana kemari mencari sesuatu.

Ide bagus muncul diotaknya, dengan cepat ia membuka benda pipih yang sedari tadi disaju cardigannya.

Hingga detik berikutnya, suara sirine polisi terdengar keras dirumah kosong itu. Membuat semua orang yang ada didalam kelimpungan dan berlari terbirit meninggalkan tempat itu.

Alena bernafas lega dan keluar dari persembunyiannya. Tangannya mematikan sirine diponselnya dan berjalan mendekat kearah seseorang yang sudah terkapar setengah sadar disana.

"T-tuan,, tuan bangun" Tangan kecilnya mengguncang tubuh besar itu, ia bersimpuh disamping pria itu.

Alena khawatir pria itu kenapa²,karna memar diwajahnya dan lengan serta perutnya yg terluka karna goresan pisau membuat darahnya mengalir membuat rona merah dibaju kuning yg dibalut jaket hitam itu.

"Tuan,, bangun. Anda mendengarku ?" Guncangan pelan itu perlahan membuat manik terpejam itu kini terbuka samar. 

Manik itu terbuka dan perlahan memperjelas pandangan didepannya.

"T-terima k-kasih.." ucapnya sembari memaksa untuk tersenyum. Membuatnya nyeri karna bibirnya yang robek.

Alena tersenyum dan mengangguk membalas ucapan pria itu.

Ia membantu mendudukan tubuh pria itu dan melepas jaket jitamnya.

Seingatnya, ia juga membeli perlengkapan obat dan luka saat disupermarket tadi.

Plastik belanjaannya dibuka dengan tergesa mencari barang yg dibutuhkannya, setelah mendapatkannya alena mendekat kembali.

"Tahan sedikit, mungkin ini akan sakit sekali" Ijinnya, ia mulai membersihkan luka diperut pria itu dengan telaten, membuatnya meringis merasakan nyeri dan perih yang amat sangat.

Tidak terlalu dalam, tapi darahnya merembas sampai kebajunya. Setelah selesai, ia membalut luka itu dengan perban putih.

Kini ia beralih ke luka dilengan pria itu yang sedikit parah karna goresannya lumayan dalam.

Manik pria itu sedari tadi memperhatikan wajah gadis itu. Kekhawatiran dan ketulusannya terpancar dari wajah dan maniknya.

'Dia sangat cantik' Batinnya

Alena bingung, karna darahnya terus²an merembas dan membuat perban putih itu berubah warna. Luka itu harus tertutup agar darahnya tidak terus keluar.

Maniknya terus bergerak, melihat sekitarnya mungkin ada kain yg bisa digunakan untuk menutup lebih kuat luka itu.

Bahkan alena sampai tidak memikirkan jam berapa sekarang dan mungkin suaminya dirumah bisa marah² mendapati ia pulang terlambat dalam keadaan basah nantinya, karna hujan terus turun.

Pria didepannya juga mengikuti arah pandangnya yg kesana kemari. Tak banyak yg bisa ia lakukan selain diam, karna tubuhnya benar² terasa remuk.

Alena menyentuh roknya sendiri, menimang² apakah harus ia lakukan atau tidak.

"J-jangan nona,, anda tidak perlu melakukan itu" Cegah pria itu, ia mendapati gadis didepannya hendak merobek rok yang dikenakannya. 

Tanpa berfikir panjang lagi, alena merobek rok maroon nya dan menariknya pelan hingga memutar sampai kembali kearah bagian robekannya.

Bersimpuh kembali didepan pria itu, ia mengganti perban putih itu lagi lalu baru ia membalutnya dengan robekan kain roknya. Melilitnya sedikit keras agar darahnya berhenti.

Tangannya juga membalut luka dipelipis pria itu dengan plester motif yang dibelinya.

"Terima k-kasih karna menolongku dan membersihkan lukaku" ucapnya lirih, gadis itu kini tengah mengemasi barang belanjaannya. Sesekali melirik keluar yang sudah gelap dan hujan masih setia turun.

"Dimana rumahmu? Aku antar pulang"

Kini pria itu sudah duduk menatap gadis itu. Ia mengulurkan tangannya, "Kau sudah menolongku dan kita belum berkenalan"

Tangannya masih setia terulur, tapi gadis itu menatap uluran tangannya ragu². Namun detik berikutnya, tangannya diterima oleh tangan kecil itu.

"Jackson wang"

"Alena kim"

Keduanya saling melempar senyuman ramah. Manik pria itu melihat cincin yg melingkar disalah satu jari gadis itu tapi tidak ia pusingkan.

Setelah 15 menit menunggu disana dan saling terdiam akhirnya hujan reda. Alena bernafas lega dan segera ia menoleh kearah pria itu.

"Jackson-ssi,, apa kau mau pulang?"

Jackson mengangguk lemah seraya memegangi luka diperutnya.

"Mau ku antar? Sepertinya tubuhmu masih sangat sakit jika berjalan sendiri"  Walau bagaimanapun keadaannya sekarang, alena tetap memikirkan keselamatan pria itu. Mengabaikan panggilan beruntun dari ponselnya.

"Tidak perlu, kau sudah sangat membantu" Tolaknya, karna jelas pria itu menangkap raut khawatir lain dari gadis itu.

"Tapi, mungkin nanti para pria tadi akan menemukanmu lagi. Bagaimana jika kau dipukuli lagi?"

"Aku pastikan tidak, kau pulang saja hari sudah gelap,, pasti orangtuamu mencari² keberadaanmu"

Ponselnya terus berdering, menampilkan nama 'Sehun' dan 'Jaehyun' yg terus bergantian menelvonnya.

"Sebaiknya cepat pulang, sebelum para preman tadi melihatmu juga. Jangan khawatirkan aku"

Tangan jackson menarik paksa alena keluar dari rumah kosong itu, mereka berlari sedikit kencang dan pada persimpangan kiri dan kanan mereka terpisah.

"Sampai jumpa alena,, semoga tuhan mempertemukan kita lagi" Diantara kakinya yg terus berlari, ia menoleh kebelakang dan tersenyum tipis.

Hujan mulai turun lagi dengan derasnya, kakinya terhenti dan berbalik menatap jalanan diujung sana yg sudah tidak menampakkan tubuh pria itu.

Alena memilih melanjutkan langkahnya dan berlari dibawah guyuran hujan yg membuatnya terasa dingin karna suhu disana.

                            ~¤¤¤~