webnovel

Menunda-Nunda Waktu Beramal Tercela Dalam Agama

 Mengenai hal keadaan ini yang mulia Ibnu Athaillah Askandary telah berkata dalam Kalam Hikmahnya yang ke-18 sebagai berikut:

"Anda (berusaha) memindahkan (menunda-nunda) segala amal kebajikan pada waktu ada kelapangan, adalah sebahagian dari kebodohan-kebodohan diri."

Pengertian Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut:

1. Apabila seseorang asyik dengan pekerjaannya, baik sebagai petani, pedagang, pegawai negeri, tukang jahit dan lain-lain, sedangkan ia dengan pekerjaannya itu sulit sekali mendapat kesempatan beribadat atau beramal saleh, karena kesibukan-kesibukan, sehingga ia payah mendapatkan waktu menambah ilmu pengetahuan agama, tegasnya sulit baginya pergi ke Majlis Ta'lim, tetapi selalu hatinya berkata, atau lidahnya mengucapkan, apabila ia mendapat kelapangan, atau apabila ada waktu baginya, maka ia akan menambah pengetahuannya.

Misalnya pula dapat kita lihat bagi orang yang sibuk dengan pekerjaan-pekrjaannya dalam bulan Ramadhan, karena urusan-urusan yang dihadapinya dengan orang asing, sehingga tidak mengizinkannya untuk berpuasa, tetapi hati dan lidahnya berkata, bahwa apabila ia memperoleh kesempatan melaksanakan puasa atau membayarnya, maka ia akan melaksanakannya.

Nah, demikianlah pada amal-amal saleh lainnya seperti: Sembahyang, berzakat, naik haji, menolong fakir miskin, berjuang untuk meninggikan kalimat Allah, maka menunda-nunda amal saleh itu adalah merupakan bahwa seseorang itu bodoh, tolol dan belum dianggap sebagai seorang mukmin yang berakal waras.

2. Seseorang yang demikian halnya menurut kacamata agama yang sebenarnya dianggap orang bodoh.

Kebodohannya dapat dilihat atau diperhatikan dari tiga macam keadaan:

[A] Orang itu mendahulukan dunia atas akhirat, atau memilih dunia atas akhirat, atau dengan kata lain lebih mementingkan dunia atas akhirat. Orang ini adalah orang yang telah meninggalkan sesuatu yang telah disuruh oleh Allah atasnya pada mengerjakan sesuatu itu, padahal mementingkan akhirat, atau dengan kata lain mementingkan ajaran agama Islam adalah lebih didahulukan dari kepentingan-kepentingan yang bersifat duniawi.

Nabi Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya, lebih memerlukan amal kebajikan yang bersifat khusus, apalagi yang bersifat umum, atas kehendak kepentingan peribadi mereka.

Dalam Al-Quran Al-Karim Allah s.w.t. berfirman:

"Tetapi kamu memilih kehidupan dunia, sedang Hari Kemudian itu lebih baik dan lebih kekal." (Al-A'la: 16-17)

Maka terang dari ayat ini, bahwa kehidupan di akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal dari kehidupan kita di dunia yang fana ini.

Oleh karena itu patut dianggap bodoh dan tolol orang yang lebih mementingkan kehidupan duniawi saja, sedangkan ia menganggap ringan tentang kehidupannya kdak di hari akhirat yang baqa. Karena amal ibadah kitalah menurut pandangan labiriah yang akan membawa kita kepada keselamatan dan kebahagiaan di hari akhirat kelak.

[B] Orang itu menunda-nunda amal ibadatny·a kepada waktu di mana ia tidak sibuk lagi, atau dengan kata lain, pekerjaan yang sedang dihadapinya telah selesai. Menunda-nunda waktu untuk beramal adalah dalil, bahwa seseorang itu adalah bodoh dan tidak sempurna imannya.

Kenapa? Sebab umur kita di tangan Allah s.w.t., kapan ajal kita dan berapa lama umur kita di dunia ini semuanya menurut ketentuan Allah s.w.t.

Menunda-nunda waktu beramal berarti menjauhkan diri dari keyakinan pada mengerjakan amal saleh, sebab mungkin saja seseorang tidak mendapatkan kesempatan waktu untuk mengerjakan sesuatu yang dicita-citakan sebelumnya, karena mungkin saja ajalnya sampai, maut merenggut nyawa dari batang tubuhnya sebelum ia dapat mengerjakan amal saleh, yang ditunda-tundanya itu. Atau mungkin juga pekerjaan-pekerjaan yang dihadapinya bertambah banyak atau bertambah ketat, sebab pekerjaan-pekerjaan duniawi yang kita hadapi dalam hidup di dunia ini pada umumnya sambung-bersambung tali-menali dan ikat-mengikat antar satu dengan yang lain.

Berkata syair:

"Maka tidak akan habis-habisnya keperluan seseorang di dunia yang fana ini. Dan tidak akan berkesudahan sesuatu maksud dan hajat, melainkan harus menghadapi keperluan yang lain lagi."

Demikianlah nasib manusia dalam alam dunia, bahwa apa yang dihadapinya di dalam hidup dan kehidupannya selalu ada-ada saja, beruntun-runtun, sambung-bersambung dan tali-temali.

[C] Andainya kita katakan seseorang itu kebetulan mendapat kesempatan waktu tepat seperti yang dikehendakinya pada sebelum ia mendapat kelapangan untuk beramal, tetapi ketahuilah, bahwa mungkin saja waktu yang kita dapatkan itu disebabkan karena kesibukan kita yang tdah habis.

Berkemungkinan pula apa yang kita niatkan sebelumnya telah bertukar pula kepada niat yang lain. Kalaulah sebelumnya kita berniat: 

Apabila waktuku lapang di hari Minggu, aku akan pergi menghadiri Pengajian Majlis Ta'lim Istiqlal setiap minggunya. Mau pergi ke Majlis Ta'lim masih belum juga sempat, karena kesibukan-kesibukan. Rupanya pada satu hari Minggu kesibukan-kesibukan itu selesai sudah dan telah dihadapi dengan sempurna, tetapi rupanya niat kita kembali berubah, tergerak pula dalam hati kita hendak ke luar kota, atau membawa anak-anak ke Kebun Binatang dan ke Taman Ria. Berubah niat seperti demikian adalah merugikan yang bersangkutan, sebab niat sebelumnya telah hilang lenyap begitu saja. Atau niatnya masih ada, tetapi disayangkan karena tidak sekuat niat sebelumnya, seolah-olah niatnya yang sekarang ini dalam menghadapi amal saleh adalah sama saja antara adanya atau tidak.

Karena itu menunda-nunda waktu pada mengerjakan amal saleh adalah merupakan kebodohan yang nyata seperti telah disebutkan dalam tiga macam di atas.

3. Kalaulah demikian, maka wajib atas kita terus bangun dan maju ke depan apabila kita menghadapi amal kebajikan sebagai amal saleh kita buat persiapan di hari kemudian. Kita wajib mengerjakan terus amal saleh yang sedang berada di hadapan (di muka) kita, sebelum amal saleh itu luput dari kita. Pergunakanlah kesempatan waktu yang sebaik-baiknya sebelum ajal datang dengan tiba-tiba. Pergunakanlah kemungkinan-kemungkinan dalam mengerjakan amal saleh di setiap waktu dan zaman, sambil bertawakkal kepada Allah s.w.t., semoga Allah memudahkan kita dan menjauhkan segala rintangan yang dapat menghalangi kita pada mengerjakan amal saleh itu.

Mempercepat mengerjakan amal kebajikan, berarti menuju jalan keampunan Allah untuk mencapai kebahagiaan yang abadi dan hakiki dunia akhirat.

Berfirman Allah Ta'ala dalam Al-Quran Al-Karim:

"Dan berseieralah kamu menuju keampunan Tuhanmu

dan memasuki syurga yang lebarnya seperti langit dan bumi. la disediakan buat orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah s.w.t.)." (Ali Imran: 133)

Demikianlah Al-Quran Al-Karim memberikan dalil kepada kita dalam masalah yang telah kita sebutkan di atas.

Kesimpulan:

[a] Kesempatan untuk beramal, kapan saja dan di mana saja janganlah kita abaikan, sebab mengabaikan kesempatan baik untuk mengerjakan amal kebajikan, berarti suatu kerugian yang nyata.

[b] Amal saleh atau amal kebajikan yang dikehendaki adalah merupakan amal ibadat, dan amal ibadat itu pengertiannya luas sekali.

Ia bukan hanya shalat dan puasa saja, bukan hanya zakat dan naik haji saja, tetapi seluruh tindak-tanduk kita di dalam hidup, dan kehidupan ini apabila kita jalani menurut petunjuk-petunjuk agama kita, demi mencapai keridhaan Allah s.w.t. Maka semuanya itu disebut dengan ibadat. Tetapi apabila kepentingan-kepentingan duniawi dapat menghambat kita melakukan kewajiban-kewajiban kita kepada Allah s.w.t., maka inilah yang mendatangkan kerugian. Rugi di dunia dan rugi di akhriat.

Rugi di dunia, karena kita menyibukkan diri menghadapi suatu yang manfaatnya tidak kekal dan abadi, tetapi sebentar dan sementara. Rugi di akhirat, karena kesempatan baik di dunia yang seharusnya dapat kita gunakan untuk kebahagiaan di hari kemudian telah kita abaikan, karena menghadapi persoalan-persoalan duniawi yang tiada habis-habisnya.

Berkata syair:

"Kita berjalan (dalam hidup dan kehidupan) adalah untuk keperluan-keperluan kita dan kepentingan-kepentingan orang-orang hidup di mana semua keperluan dan kepentingan itu tidak ada habis-habisnya."

Waktu adalah penting dan maha penting. Pepatah mengatakan:

"Waktu adalah emas".

Pepatah lnggeris mengatakan: "Time is money"= Waktu adalah uang.

Pepatah Arab juga mengatakan:

"Waktu adalah laksana pedang. Jika anda tidak memutus dan memotong waktu, maka waktulah yang akan memotong anda."

Sebab waktu terus berjalan. Waktu tidak akan menunggu, dan tidak ada istilah menunggu dalam kamus waktu. Pepatah asing mengatakan: 

"Time and tide wait for no man" = Waktu dan naik pasang itu tidak menantikan orang.

(Tetapi oranglah yang harus menunggu waktu).

Di dalam sebuah Hadis, Rasulullah s.a. w. telah bersabda:

"Tidak ada hari yang datang setiap hari, terkecuali ia berseru: Wahai anak Adam! Aku ini adalah makhluk yang selalu baru melihat atas peketjaanpeketjaanmu, karena itu ambillah kesempatan dariku, karena aku tidak akan kembali hingga ke hari kiamat."

Mudah-mudah an kita sekalian dengan kemuliaan Rasulullah s.a.w., para sahabatnya dan para ulamanya, khususnya di antara mereka Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary, semoga Allah s.w.t. menghasilkan segala cita-cita kita, memberikan sehat wal afiat kepada kita dan selalu memimpin kita ke jalan yang benar, dengan senantiasa mempergunakan waktu-waktu dan kesempatan yang baik untuk segala cita-cita yang suci sebagai amal saleh bagi kita.

Amin, ya Rabbal-'alamin.