webnovel

Maqam Basath (Suka dan Gembira) Lebih Ditakutkan Dari Maqam Qabadh (Takut Yang Sempurna)

 Kita telah mengetahui maqam Qabadh dan kita telah mengetahui maqam Basath. Kita juga telah mengetahui bahwa maqam-maqam ini adalah khusus dilimpahkan Allah s.w.t. pada hamba-hambaNya yang saleh di mana ilmu makrifat mereka pada Allah s.w.t. telah meningkat.

Allah s.w.t. mengurniakan derajat-derajat itu berlain-lain. Ada Tuhan berikan nikmat Qabadh kepada sebagian hambaNya, sedangkan kepada sebagian hamba saleh yang lain dikurniakan Allah dengan nikmat Basath. 

Hal keadaan masing-masing dari pemberian-pemberian itu, Allah Ta'ala melimpahkan kepada hamba-hambaNya sesuai dengan kekuatan mereka dengan kedalaman makrifat mereka kepada Allah s.w.t. Karena itulah maka yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary, telah menyimpulkan dalam Kalam Hikmahnya yang ke-81 sebagai berikut:

"Orang-orang 'Arif (yang begitu kenal dengan Allah s.w.t.) apabila mereka itu diberikan nikmat gembira dan suka adalah lebih mereka takut daripada apabila mereka diberikan dengan nikmat Qabadh (takut dan gundah). Dan tidak berdirilah atas batas-batas kesopanan dalam kegembiraan selain sedikit (di antara mereka)."

Kalam Hikmah ini penjelasannya sebagai berikut: 

I. Bagi manusia selaku makhluk Tuhan yang sudah dapat disebutkan dengan 'Arif-billah, oleh karena pengenalannya kepada Allah s.w.t. telah demikian mantapnya. Mereka itu lebih mau menerima nikmat Al-Qabdhu daripada menerima derajat Al-Basthu. Biarlah mereka dekat kepada Allah dengan jalan takut yang sempurna kepadaNya daripada dekat kepada Allah dengan jalan suka dan gembira kepadaNya. Sebab suka dan gembira dapat sejalan dengan hawa dan nafsu, tetapi jika takut kepada Allah sudah meliputi lahir dan batin, maka hal itu pasti tidak sejalan dengan hawa dan nafsu mereka.

Meskipun perasaan suka kepada Allah dan kegembiraan yanμ; mantap dengan menghayati jasmaniah lahir dan batin adalah baik, tetapi mereka takut kalau-kalau dengan nikmat yang demikian itu tidak boleh menjauhkan diri mereka dari Allah tanpa disadari oleh mereka. Inilah yang menyebabkan mereka takut kepada Allah, jika Allah memberikan nikmat Al-Basath dan bukan nikmat Al-Qabadh.

Seorang alim tasawuf bernama Yusuf bin Husein Ar-Razy telah menulis surat kepada Al-Junaid, seorang alim tasawuf juga, di antara bunyi surat itu sebagai berikut: "Semoga Allah tidak merasakan kepada anda rasa makanan yang sejalan dengan nafsumu, karena bahwasanya anda, jika merasakan yang demikian itu, niscaya anda tidak akan merasakan sesudahnya kebaikan selama-lamanya."

Arti kata-kata tersebut; bahwa nikmat Al-Basath laksana makanan yang sesuai dengan nafsu. Dan jika tenggelam di dalamnya, maka yang bersangkutan tidak akan merasakan makanan yang lebih baik selama-lamanya sesudah itu. Justeru itulah hamba-hamba Allah yang saleh selalu menjaga dan memelihara adab dan sopan santunnya kepada Allah s.w.t. Biarlah mereka diberikan cubaan oleh Allah s.w.t. asal makrifat mereka kepada Allah bertambah dekat dan kekal. Karena menjaga dan memelihara cubaan jasmani adalah lebih gampang bagi mereka daripada Allah s.w.t. mencuba mereka dengan nikmat-nikmat yang sejalan dengan hawa nafsu. Sebab yang demikian itu dapat menimbulkan hawa nafsu sehingga yang bersangkutan dipengaruhi oleh hawa nafsu itu sendiri. ltulah sebabnya sangat sedikit manusia yang baik-baik memelihara kesopanan yang sempurna kepada Allah s.w.t., jika mereka dilimpahkan Allah dengan nikmat Al-Basath.

II. Memang apabila kita lihat dengan mendalam sangat jauh bedanya antara orang awam dengan orang 'Arif. Perbedaannya itu menurut wali Allah Syeikh Abul Abbas Al-Misry r.a. adalah sebagai berikut: Berkata beliau: "Orang-orang awam apabila diberikan nikmat khauf (takut) kepada Allah mereka betul-betul takut. Dan apabila mereka diberikan nikmat Raja' (harap) kepada Allah, mereka selalu mengharap kepada Allah (rahmatNya dan nikmatNya). Sedangkan orang 'Arif apabila mereka diberi nikmat khauf mereka bukan takut, tetapi mereka banyak harap kepada Allah, dan apabila mereka diberikan nikmat Raja', mereka takut kepada Allah.

Perbedaan ini dapat kita lihat antara perasaan Saiyidina Abu Bakar As-Siddiq r.a. dengan perasaan Nabi besar kita Muhammad s.a.w., pada waktu Nabi dan Abu Bakar sedang bersembunyi di gua Hira' dari kejaran orang-orang tidak senang kepada Rasulullah. Pada waktu itu musuh-musuh Nabi itu telah naik atas gua Hira' tersebut. Sedang Nabi dan Abu Bakar berada di dalamnya. Abu Bakar berkata kepada Nabi: "Wahai Rasulullah! Jikalau mereka melihat ke arah kaki-kaki mereka, pasti mereka lihat kita (melalui lubang-lubang gua di bawah telapak kaki mereka). Nabi menjawab: "Janganlah anda gundah, sesungguhnya Allah beserta kita!" 

Perasaan Abu Bakar diliputi oleh takut. Dan takut Abu Bakar itu karena untuk kebaikan, dan takut yang begitu merupakan nikmat Allah kepada Abu Bakar. Sebab jika tidak demikian tentu tidak ada sopan beliau pada peribadi Nabi Muhammad s.a.w. Nabi juga diliputi dengan rasa takut, justeru itulah beliau dan Abu Bakar terpaksa bersembunyi di gua Hira', tetapi takut yang meliputi Nabi adalah menimbulkan harap yang penuh kepada Allah s.w.t..

Demikian pulalah kebalikannya, yakni orang awam jika mereka diliputi dengan nikmat harap kepada Allah, mereka gembira dengan nikmat tersebut. Karena seolah-olah tak ada satu kesusahan yang mereka fikirkan. Tetapi berlainan dengan orang 'Arif, mereka takut kalau nikmat harap itu membawa mereka tipis dalam makrifat kepada Allah s.w.t., disebabkan asyik mereka dengan nikmat tersebut. 

Kesimpulan:

Itulah gambaran nikmat-nikmat Allah yang dikurniakan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang saleh, dan rupanya hamba-hamba Allah yang saleh itu jauh berbeda dengan manusia-manusia biasa. Bagi kita apabila nikmat-nikmat Allah sejalan dengan hawa nafsu adalah itu merupakan nikmat yang besar, sedangkan bagi mereka adalah kebalikannya. Nikmat yang paling besar bagi mereka ialah nikmat di mana hawa nafsunya tidak dapat dipengaruhi oleh nikmat tersebut. Inilah perbedaannya, antara kita dengan mereka.

Kenapa demikian?

Jawabannya, mungkin juga bertambah lama dunia ini, maka manusia itu sampai kepada zaman-zaman seperti yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w.: 

Akan datang zaman dan masa atas ummatku di mana mereka sayang dan cinta pada lima macam, tapi mereka lupa pula kepada lima macam yang lain:

* Mereka cinta kepada dunia dan mereka lupa pada akhirat.

* Mereka cinta pada hidup dan mereka lupa pada mati.

* Mereka cinta pada harta dan mereka lupa pada tanggung jawab harta itu di muka Allah.

* Mereka cinta pada makhluk dan mereka lupa pada Khaliq (Pencipta).

* Mereka cinta pada rumah dan mereka lupa pada kubur.

Jika demikian keadaan ummat manusia di akhir zaman, sudah barang tentu nikmat-nikmat Allah yang membawa dckat makrifat kepadanya meskipun bukan merupakan mustahil pada akal, tetapi adalah suatu yang sulit dan sukar. Dan tentulah mendapatkan nikmat itu memerlukan kepada mujahadah, yakni perjuangan yang besar, memerangi hawa nafsu, Iblis dan Syaitan di mana saja dan kapan saja.

Inilah suatu kewajiban yang harus jadi perhatian bagi kita sdaku hamba Allah s.w.t. yang selalu mengharapkan dekat kepadaNya dengan makrifat yang menghayati lahiriah dan batiniah. Insya Allah, Tuhan yang Maha Esa, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang akan memberikan jalan keluar bagi kita asal saja kita mau berusaha dengan sabar, tekun dan yakin. Insya Allah.