webnovel

Beramallah dan Jangan Menunggu Kekosongan Waktu dari Halangan

 "Jangan anda tunggu habis sdesai segala halangan, karena sesungguhNya itu memutuskan anda dari ada perhatian kepada Allah pada sesuatu di mana Dia mendirikan anda pada sesuatu itu."

Kalam Hikmah di Atas mengandung pengertian berikut:

(1). Apabila Allah s.w.t. telah menentukan pada kita dengan kurniaNya sesuatu pekerjaan, misalnya berdagang atau mempunyai harta yang banyak, apabila telah sampai waktunya untuk kita keluarkan zakatnya, maka wajib atas kita menunaikannya dengan segera sesuai dengan tuntunan-tuntunan ajaran agama kita. Hak keadaan ini tak boleh dinanti-nantikan pada waktu di mana kita tidak ada halangan dan rintangan pada menunaikannya dengan sebaik-baiknya.

(2). Menunggu-nunggu waktu dari kekosongannya dari kesibukan-kesibukan atau mencari-cari dan menanti-nanti waktu yang tenang dalam mengerjakan amal kebajikan adalah berarti mengosongkan ibadat pada waktu yang sedang dihadapi. Tetapi teruslah beramal menurut daya kemampuan pada mengerjakan amal itu dan tidak boleh kita menunggu-nunggu atau menanti-nanti waktu yang kosong, atau waktu yang tenang dari segala hal yang menyibukkan kita. Karena orang yang menunggu-nunggu dan menanti-nanti seperti itu untuk ia beramal adalah seperti orang yang berkata:

"Aku tidak mau berobat, sehingga aku memperoleh sembuh dan sehat!"

Kepada orang ini tentu orang lain mengatakan kepadanya: "Anda tidak memperoleh kesembuhan melainkan dengan berobat."

Jadi bagi orang yang tidak mau berubat melainkan harus mendapatkan kesembuhan akhirnya ia tidak berubat dan sudah barang pasti pula pada adat, dia tidak akan sihat.

Demikianlah pula bagi orang yang hendak beramal atau melaksanakan amal ibadat ia berkata:

"Aku belum boleh beramal kecuali bila aku tidak sibuk, di mana aku tenang dan tidak ada halangan apa pun saja."

Jadi apabila tidak ada kekosongan waktu dan selalu saja ada aral melintang tentu ia tidak beramal, maka akhirnya ia tidak dapat mengerjakan amal kebajikan di samping sebabnya tidak dapat waktu yang kosong dan sunyi dari halangan.

Ketahuilah bahwa menunggu-nunggu waktu tenang dan kosong adalah mustahil pada adat, sebab dunia adalah tempat yang selalu diliputi oleh kesibukan-kesibukan, baik fikiran dan mental, maupun hal-hal yang bersifat perbuatan fisik dan pengaruh material. Berkata syair:

" Maka tidak ada habis-habisnya keperluan seseorang di dunia yang fana ini. Dan tidak akan berkesudahan sesuatu maksud dalam dunia, melainkan harus menghadapi keperluan yang lain lagi."

(3). Ajaran sebagaimana tersebut di atas telah diperkuat pula oleh seorang ahli tasawuf Abu Hafash r.a. Beliau berkata:

"Hamba Allah yang fakir lagi jujur ialah hamba Allah yang selalu ada dalam setiap waktunya mengerjakan hukum waktu. Maka apabila datang padanya sesuatu yang membimbangkannya pada hukum ia gelisah, dan hukum waktu tetap dipeliharanya."

Yang dimaksud dengan hamba yang fakir di atas, ialah manusia-manusia yang tidak sombong kepada Allah s.w.t. dan mengaku bahwa dirinya sebagai makhluk yang tidak sunyi dari kelemahan-kelemahan. Manusia yang begini sifatnya itulah manusia yang sempurna.

Kemudian untuk lebih memperkuat ajaran di atas, seorang Sufi yang bernama Sahl bin Abdullah r. a. telah berkata:

"Apabila malam hari telah masuk pada anda, maka janganlah anda fikirkan siang harinya, sehingga hendaklah anda selamatkan (lebih dulu) malam anda itu. Hendaklah anda tunaikan (lebih dulu) hak Allah s.w.t. dalam malam itu, dan hendaklah pula anda menasihati (koreski) dalam malam itu juga diri anda sendiri. Dan apabila engkau tdah sampai pada pagi harinya, maka demikian pulalah (keadaannya seperti yang terjadi pada malam)."

Dengan ini teranglah bagi kita bahwa kita harus mcngcrjakan terus sesuatu yang menjadi kewajiban kita, apabila tdah sampai waktunya dan tidak boleh menunggu-nunggu waktu berikutnya. Kita teringat pada kejadian besar yang telah terjadi antara Nabi Ibrahim a.s. dan puteranya Ismail, di mana dalam Al-Quran AlKarim Allah berfirman:

"Tatkala telah sampai umur Ismail 1mtuk berusaha, berkata ia (Ibrahim): Hai anakku, aku telah melihat dalam mimpi bahwa engkau akan kusembelih, sebab itu maka perhatikanlah bagaimana pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah pada ayah, nanti ayah akan mendapati aku, Insya Allah termasuk orang-orang yang berhati besar." (As-Shaf: 37)

Dalam ayat ini dapat kita fahami dengan terang bahwa Nabi Ibrahim a.s. setelah mendapat kepastian dari mimpinya untuk mengorbankan anaknya Ismail, Ibrahim a.s. tidak menangguh-nangguhkan pelaksanaan perintah itu selain hanya sekedar meminta pendapat puteranya Ismail. Puteranya itu menjawab dengan terang dan spontan supaya perintah itu terus dilaksanakan oleh ayahandanya tanpa ragu-ragu.

Dan semoga Allah s.w.t. akan memberikan kesabaran kepada Ibrahim dan Ismail dan menjadikan Ismail khususnya termasuk dalam hamba-hambaNya yang saleh. Bahkan lebih dari itu, Ismail juga mendorong orang tuanya supaya betul-betul dan jangan ragu-ragu dalam melaksanakan perintah Tuhan itu.

Ismail berkata falam wasiat-wasiatnya:

1. Agar ayahanda mengikat kedua kaki anakanda, semoga anakanda tidak menggelepar yang menyebabkan menyakiti hati ayahanda.

2. Hendaklah ayahanda menelungkupkan muka anakanda ke bumi semoga ayahanda tidak melihat wajah anakanda, maka dikhuatirkan ayahanda merasa sayang terhadap anakanda, sehingga pengorbanan tidak jadi berlangsung.

3. Singsingkanlah kaki baju ayahanda (maksudnya kaki jubah Ibrahim dan ujung lengan baju dari kedua tangannya) semoga tidak berlumur dengan darah anakanda yang memancar di mana mengakibatkan akan kurang pahala anakanda dan dilihat pula oleh ibunda, maka tentu beliau akan gundah.

4. Hendaklah pisau ayahanda begitu tajam dan cepatkanlah mdalukan pisau itu atas leher anakanda untuk lebih mudah keluar nyawa anakanda, sebab mati adalah suatu kesakitan yang besar.

5. Hendaklah ayahanda bawa baju anakanda pulang untuk ibunda sebagai kenang-kenangan terakhir dari anakanda. Sampaikanlah salam pada ibu semoga ia bersabar atas anakanda demi perintah Allah s.w.t. Jangan ayahanda ceriterakan pada ibunda bagaimana ayahanda menyembelih anakanda dan bagaimana caranya ayahanda mengikat kedua kaki anakanda. Dan sekali-kali jangan ayahanda bawa masuk ke rumah kita anak-anak sehingga dilihat ibunda dan tentulah tambah gundah dan sedih beliau karena mengingat anakanda.

6. Terakhir Ismail mengatakan pada ayahnya, Ibrahim, apabila ayahanda melihat anak-anak persis seperti anakanda, maka palingkanlah muka ayahanda dan jangan ayahanda lihat padanya sehingga tidak menjelmakan kesusahan dan kesedihan dalam hati ayahanda.

"Wahai anakku, engkau adalah sebaik-baik pcrtolongan dan bantuan pada melaksanakan perintah Allah s.w.t."

Dengan ini teranglah bagi kita, bagaimana perhatian yang begitu sangat bagi Rasul-rasul dan Nabi-nabi dan juga hamba-harnba Allah yang saleh pada mementingkan hak-hak Allah s.w.t., sehingga tidak ada pemikiran semiang pun untuk menangguh-nangguhkan dan mengundur-undurkan waktu dalam melaksanakannya. Maka tepatlah pendapat sebagian ahli 'Arifin pada waktu ditanyakan pada mereka:

"Kapankah seorang hamba Allah yang fakir itu istirahat dan senang, maka dijawab: Apabila ia tidak melihat waktu selain hanya waktu di mana ia di dalamnya."

Demikianlah pengcrtian dari Kalam Hikmah di atas.

Kesimpulan:

1. Kita selaku hamba Allah, makhluk Tuhan yang harus berta'abbud padaNya apabila telah datang perintah Allah hendaknya kita laksanakan secepat mungkin dan sesuai dengan waktunya.

2. Kita tidak boleh mengulur-ngulur waktu untuk mencari waktu yang kosong, menangguh-nangguhkan di mana tidak ada halangan pada melaksanakan ajaran agama, karena menangguh-nangguhkan beramal pada mencari waktu kosong, berarti mengurangkan perhatian kita pada

Allah s.w.t.

3. Apabila perhatian kita sudah begitu kurang kepada Allah, yakni di dalam pelaksanaan ajaran-ajaran agamanya, berarti kita ingin memutuskan diri kita daripadaNya dan ini adalah menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang kurang sempurna, biadab dan sangat kurang ajar kepada Allah s.w.t. Nas-alullaahas-salamah!