webnovel

Antara Makrifat dan Sifat-Sifat Penghalang Kepada Allah s.w.t.

 Dalam Kalam Hikmah yang lalu telah kita ketahui sebagian faedah sinar makrifat yang pertama dianugerahkan Allah s.w.t. kepada sebagian hamba-hambaNya. Pada faedah ilmu sinar makrifat yang kedua sebagaimana telah kita ketahui sebelumnya ialah keluarnya si hamba dari perbudakan syahwat hawa nafsu dan maksud keduniaan yang dapat merampas kemerdekaan jiwa yang merdeka sehingga tidak dapat masuk ke pintu hadirat Allah s.w.t. 

Ketiga, dari faedah nur makrifat dan ilmu kurnia yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada sebagian hamba-hambaNya ialah, supaya hamba itu keluar dari tahanan hawa nafsu secara sempurna tanpa ada hal-hal yang menghalangi. 

Bagaimana rumusan faedah ketiga ini, yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah menyimpulkan dalam Kalam Hikmahnya yang ke-54 sebagai 

berikut:

"Dia (Allah s.w.t.) mendatangkan atas anda sesuatu supaya Dia mengeluarkan anda dari tahanan wujud anda kepada lapangan melihatNya."

Kalam Hikmah ini meskipun pendek, tetapi mengandung pengertian yang dalam, di samping terjemahannya sepintas lalu seolah-olah sulit dimengerti, karena itu perlu kepada tafsirannya sebagai berikut:

I. Kita ini selaku makhluk manusia yang dijadikan Allah s.w.t. tidak sunyi dari nafsu dan hawa yang dapat menimbulkan keinginan-keinginan dan maksud-maksud, apakah sifatnya dianggap baik atau tidak pada penglihatan lahiriah. Apabila kita selalu memperturutkan kehendak nafsu atau kehendak hawa, maka artinya jiwa kita yang merdeka telah ditawan dan ditahan oleh hawa nafsu. Dengan demikian kita tidak dapat keluar dari tahanan itu kepada penglihatan yang merdeka dalam melihat kebesaran Allah s.w.t. Tetapi apabila iman dan akal kita dapat menuntun hawa nafsu kita sehingga kita dapat menempatkan keinginan-keinginan hawa nafsu itu pada tempat yang wajar sesuai dengan keridhaan Allah s.w.t., maka artinya kita tidak memperturutkan hawa nafsu dan ini berarti pula bahwa kita tidak dapat ditahan dan ditawan oleh hawa nafsu itu sendiri.

Dan apabila kita tidak dapat ditawan oleh hawa nafsu, maka inilah kemerdekaan yang hakiki dan abadi.

Berkata sebagian ulama tasawuf:

"Tawanan anda adalah nafsu anda, apabila anda keluar dari nafsu (tidak memperturutkan keinginan-keinginan yang tidak wajar), maka anda jatuh dalam kebebasan yang abadi."

Maksudnya, tidak memperturutkan ajakan-ajakan hawa nafsu yang tidak wajar, adalah suatu ketenteraman jiwa dan kelapangan dada yang manfaatnya merupakan kebahagiaan yang abadi.

II. Pengertian Kalam Hikmah di atas menurut tafsiran sebagian ulama tasawuf dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan sesuai dengan tingkat-tingkat nur makrifat yang dikurniakan oleh Allah s.w.t. kepada hamba-hambaNya yang dikehendaki olehNya. Tingkat-tingkat itu sebagai berikut:

Pertama, Allah Ta'ala mengurniakan ilmu dan sinar makrifat kepada kita, misalnya supaya kita menghadap Allah dengan mengerjakan segala perintahNya termasuk juga anjuran-anjuranNya dan menjauhi segala yang tidak diridhai olehNya. Dengan sinar makrifat itulah tergugah hati kita melaksanakan segala ketaatan kita kepada Allah di samping kita tekun melakukannya serta sabar dan tahan tcrhadap hal-hal yang bertentangan dengan hawa dan nafsu kita. Walaupun begitu dalam diri kita masih ada nafsu-nafsu dan syahwat-syahwat yang boleh menjadikan kita belum ikhlas atau tidak ikhlas dalam melaksanakan amal ibadat. lni adalah faedah pertama dari ilmu dan sinar makrifat yang dianugerahkan Allah kepada sebagian makhlukNya. Maka hakikat faedah ini bagi seseorang ialah dia telah dapat keluar dari tahanan dan tawanan yang sifatnya tidak baik, seperti tidak mau ibadat, atau malas beramal, menjadi mau atau sungguh-sungguh dalam beramal dan beribadat.

Kedua: Ilmu dan nur makrifat yang lebih tinggi daripada tingkat pertama membawa kepada faedah dapat melepaskan kita dari nafsu dan syahwat yang menimbulkan tidak ikhlas sehingga menjadi ikhlas dalam beramal dan ibadat. Jadi pada tingkat ini kita telah dapat merasakan bahwa kita telah dapat beribadat bukan karena sesuatu tetapi karena Allah s. w.t. Tetapi, ya ada tetapinya, yaitu kita merasa bahwa Allah menerima amal ibadat kita, bahwa kita boleh masuk dan boleh sampai ke hadiratNya adalah dengan keikhlasan. 

Melihat dan merasakan ada ikhlas demi sampai kepada cita-cita merupakan suatu hal yang masih belum baik. Hal itu termasuk sesuatu yang batil menurut hakikat tauhid dan tasawuf. Untuk menghilangkan hal yang kurang baik ini apabila kita terus tekun dan yakin dalam beramal, Insya Allah kita akan naik ke tingkat terakhir, yaitu tingkat di atas ini.

Ketiga: Yakni tingkat terakhir, yaitu Allah s.w.t. menambah lagi ilmu kurniaNya dan nur makrifatNya kepada si hamba, sehingga dengan peningkatan tambahan dan ilmu sinar makrifat itu hilanglah penglihatan si hamba pada hawa nafsunya, bahkan ia sendiri tidak melihat bahkan terbayang keikhlasan dalam beramal dan beribadat, tetapi jiwa dan batinnya secara keseluruhan melihat Allah s.w.t., melihat kebesaranNya dan tenggelamlah ia dalam penglihatan yang demikian. Pada waktu itulah ia baru dapat merasakan arti sabda Rasulullah s.a.w. dari Hadis Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:

"Dunia itu adalah tahanan oran,q mukmin dan syurga orang kafir."

Hadis ini seolah-olah ditafsirkan oleh Abu Musa Al-Asy'ari dengan membawa sabda Rasulullah s.a.w. seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazaar, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, dan Al‑Hakim, sebagai berikut:

"Barangsiapa yang mencintai dunianya, pasti kecintaannya itu memudharatkan dengan akhiratnya dan barangsiapa yang mencintai akhiratnya pasti kecintaannya itu memudharatkan dengan dunianya, maka pilihlah olehmu akan sesuatu yang kekal atas sesuatu yang fana (binasa)."

Kedua Hadis ini menggambarkan kepada kita bahwa dunia ini pada hakikatnya bukanlah tempat bersenang-senang bagi orang yang beriman. 

Sebab dunia bukanlah tempat nikmat yang abadi dan hakiki, tetapi nikmat Allah yang sempurna, yang abadi dan hakiki tempatnya di akhirat, yakni di Syurga Jannatun-Naim. Karena itu bersiap-siaplah kita untuk mencapai kebahagiaan akhirat itu. Bersiap dengan beramal dan beribadat dengan sungguh-sungguh, rajin, tekun dan sabar. Dunia merupakan tempat beramal dan tempat bertanam-tanaman yang akan dipungut hasilnya nanti di syurga, di akhirat yang kekal baqa. Berlainan halnya dengan orang kafir, orang-orang yang tidak beriman, dan tidak Islam, mereka itu tidak akan mendapat kebahagiaan syurga di akhirat, tctapi dunia inilah sebagai tempat bersenang-senang mereka dalam umur sementara sebelum mati. Tctapi setdah mereka mati, maka mulailah siksaan-siksaan atas mereka yang dimulai dari alam Barzakh, yakni alam kubur, hingga seterusnya ke alam akhirat. Justeru itulah maka kita disuruh pilih oleh Rasulullah, apakah kita mencintai dunia, atau mencintai akhirat, dan cinta tidak mungkin dibelah-bagi.

Apabila kita mcncintai dunia, bcrarti tidak mencintai akhirat, berarti tidak atau kurang perhatian kita kepada akhirat, dan berarti pula kita tidak sungguh-sungguh, tidak rajin, tidak tekun dan tidak sabar untuk mcncapai kemenangan dan kebahagiaan akhirat. Barangsiapa yang mcncintai akhirat tentu pula dia tidak mencintai dunia. Inilah yang paling baik, bahkan inilah jalan keselamatan dan kebahagiaan. 

Karena akhirat itu kekal dan dunia sementara saja. Rasulullah telah menyampaikan supaya kita mcmilih akhirat yang kekal daripada dunia yang sifatnya sementara. Saiyidina Isa alaihissalam telah berkata: "Tidak benar (dapat terkumpul) cinta dunia dan cinta akhirat dalam hati seorang mukmin sebagaimana tidak betul (dapat berkumpul) air dan api dalam wadah yang satu."

 Kesimpulan:

Memperkenalkan keinginan hawa nafsu dan mementingkan keuntungan hawa nafsu, berarti menahan dan menawan diri kita dalam perbudakan hawa nafsu itu. Oleh karena itu giatlah pada mcnambah pengetahuan agama, khususnya dalam Ilmu Fiqh, Tauhid dan Tasawuf supaya kita mendapat tuntunan beramal dengan tekun, rajin dan sabar. Apabila telah demikian, maka Allah akan memberikan cahaya makrifat dan ilmu ketauhidan yang mantap dalam liati kita sehingga tcrangkat dan lepaslah diri kita dari tahanan dan tawanan hawa nafsu, sehingga kita keluar ke lapangan yang luas, lapangan melihat kebcsaran Allah dan keagunganNya sesuai dengan nikmat makrifat yang ditcntukan oleh Allah pada kita (seperti dalam Kalam Hikmah yang kelima puluh dua). Ketahuilah bahwa dalam dialog antara Jibril a.s. dengan Nabi Nuh; Jibril berkata kepada Nuh alaihissalam:

"Wahai Nabi yang paling panjang umurnya dari sekalian Nabi, bagaimanakah tuan memperoleh dunia (mendapatkan dan melihat dunia?)" 

Nabi Nuh menjawab: "Dunia itu laksana sebuah rumah yang mempunyai dua pintu, di mana aku masuk dari pintu yang satu dan aku keluar pada pin tu yang lain."

Jadi dunia ini adalah pintu masuk, yaitu lahirnya kita dari perut ibu dan pintu keluar yakni mati dan sampai ajal. Kita harus keluar apabila kita telah masuk. Demikian i'tikad seorang Muslim yang mukmin, tetapi berlainan dengan i'tikad dan keyakinan orang kafir bahwa kita telah masuk dan kita seolah-olah tidak mati tetapi akan hidup selama-lamanya. Na'udzubillahi min dzalik.

Mudah-mudahan kita selalu diberi tuntunan oleh Allah pada jalan akhirat, jalan keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Amin, ya Rabbal-'alamin.