webnovel

Antara Dosa dan Baik Sangka Kepada Allah s.w.t.

 Dalam Kalam Hikmah yang lalu telah diterangkan, bahwa susah atas meninggalkan taat dan menyesal atas mengerjakan maksiat, merupakan tanda bahwa hati yang bersangkutan, hidup dan tidak mati.

Apabila terjadi kebalikannya, yakni tidak ada susah apabila meninggalkan taat dan tidak ada penyesalan apabila mengerjakan maksiat, maka ini merupakan pertanda bahwa hati seseorang itu telah mati. Susah dan menyesal kadang-kadang dapat membawa seseorang kepada putus asa dan hilang harapannya sama sekali pada rahmat Allah s.w.t. Apakah kesusahan dan penyesalan yang demikian itu baik ataukah tidak baik, terpuji ataukah tidak, karena itu maka yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskannya dalam Kalam Hikmah beliau yang ke-49 sebagai berikut:

"Tidaklah besar dosa di sisi anda bagaikan besar yang menghambat anda atas baik sangka dengan Allah s.w.t. Karena bahwasanya barangsiapa yang mengenal ia akan Tuhannya niscaya menganggap kecil ia akan dosanya."

Demikianlah terjemahan dalam Kalam Hikmah di atas. Ya, meskipun agak berat kita memahaminya, tetapi kita akan dapat mengetahui arti yang terkandung di dalamnya pada penjelasan-penjelasan sebagai berikut:

I. Sebagaimana telah kita maklumi, bahwa susah dan menyesal adalah tanda lahir dari dosa yang kita anggap bahwa kesalahan yang kita kerjakan itu adalah besar. Hal ini tak dapat dianggap remeh dan kecil. Sebab yang mengampuni dosa dan kesalahan pada hakikatnya adalah Allah s.w.t. dan Allah merdeka akan kehendakNya pada apa yang la kehendaki atas hamba-hambaNya.

Terasa besar dosa yang dikerjakannya, walaupun dosa itu kecil. Terasa itu tempatnya di hati. Justeru itulah maka perasaan yang demikian dapat membawa seseorang itu pada perasaan putus asa dari rahmat Allah s.w.t. 

Adakala susah dan menyesal itu tidak berlebih-lebihan, yakni tidak sampai kepada rasa putus asa dari rahmat Allah s.w.t., tetapi cukup hal keadaan itu menimbulkan rasa takut kepada yang mengerjakannya.

Putus asa dari rahmat Allah s.w.t. berarti memalingkan hati untuk tidak mau berbaik sangka kepada Allah s.w.t. Karena itulah maka putus asa termasuk dosa besar yang dapat digolongkan kepada hati. Dalam satu Hadis Rasulullah s.a. w. telah diberitakan bahwa Nabi kita telah bersabda sebagai berikut:

"Ada dua macam yang lidak ada di alas keduanya sesualu berupa kebaikan, yaitu baik sangka dengan Allah s.w.l. dan baik sangka dengan hamba-hamba Allah. Dan ada dua macam yang lidak ada di alas keduanya sesuatu berupa kejahatan yailu buruk sangka dengan Allah s.w.t. dan buruk sangka dengan hamba-hamba Allah."

Dari Hadis ini dapat kita fahami, bahwa kebaikan yang paling tinggi dan mulia ialah baik sangka kita kepada Allah dan baik sangka kita kepada hamba-hambaNya. Maka demikian pulalah kebalikannya, bahwa buruk sangka kepada Allah dan buruk sangka kepada hamba-hambaNya merupakan dua hal dari kejahatan yang paling rendah dan hina.

Jadi apabila kita telah mengerjakan dosa, apakah dosa itu kecil atau besar, keadaan itu membawa kepada orang yang mengerjakannya salah satu dari dua macam:

1. Terasa oleh dia bahwa dosa yang dikerjakannya adalah dosa besar, karena itulah maka ia bertaubat kepada Allah dari perbuatan dosa yang telah dikerjakannya itu, sehingga ia tidak mengerjakan dosa itu lagi di samping niatnya yang betul-betul bahwa ia tidak akan kembali mengerjakan dosa tersebut. Perasaan yang begini adalah baik dan terpuji dan juga merupakan tanda atas keimanan yang betulbetul pada orang yang demikian sifatnya.

Inilah yang dimaksud dengan ucapan sahabat Nabi, Abdullah bin Mas'ud yang telah kita terangkan dalam Kalam Hikmah yang lalu. Yaitu, bahwa orang yang betul-betul beriman kepada ajaran Islam, ia melihat dosa-dosa yang ia kerjakan laksana ia melihat gunung besar dan tinggi, di mana ia berada di bawahnya, sedangkan ia diselubungi oleh perasaan takut kalau-kalau gunung itu jatuh atasnya. 

Tetapi kebalikannya dengan orang yang fasik, orang yang tidak mantap keimanannya dalam hati dan amal perbuatannya, ia menganggap enteng semua dosa yang ia kerjakan laksana anggapan enteng pada lalat-lalat yang hinggap di atas hidungnya. Ketahuilah, bahwa amal ibadah, a tau apa saja perbuatan yang diridhai oleh Allah s.w.t. meskipun kita banyak mengerjakannya, tetapi hendaklah kita anggap bahwa itu masih sedikit dan belum ada apa-apanya. 

Dengan dernikian maka perbuatan-perbuatan taat yang dikerjakan itu besar pahalanya dan tinggi mu tun ya di sisi Allah s.w.t. meskipun sedikit yang dikerjakan, apalagi banyak. Apabila maksiat-maksiat itu kita anggap besar sehingga menimbulkan kegelisahan dan penyesalan kepada kita, maka maksiat-maksiat itu adalah kecil di sisi Allah. 

Keadaan ini baru demikian apabila kita bertaubat kepadaNya. Oleh karena kita mengharapkan keampunanNya, sehingga tidak ada dosa yang besar di sisi Allah s.w.t. lni apabila sangka kita baik kepada Allah, semoga taat kita diterima olehNya dan segala dosa kita diampuniNya pula.

2. Dosa yang ia kerjakan apakah kecil atau besar, apabila ia menganggap bahwa kesalahannya itu adalah besar sekali, sehingga ia putus asa kepada rahmat Allah dan terasa olehnya bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa dari perbuatan-perbuatan maksiat yang telah ia kerjakan itu, persangkaan yang demikian terhadap Allah s.w.t. adalah tercela dan berarti keimanannya masih belum sempurna, bahkan dapat merusakkan keimanannya sendiri, karena persangkaan yang demikian lebih keji dari dosa-dosa yang ia kerjakan. 

Sebabnya tak lain dan tak bukan, karena ia belum mengetahui dengan pengetahuan yang yakin dan perasaan yang mantap mengcnai kemurahan dan kasih sayang Allah s.w.t. Ia hanya menurutkan perasaan hatinya dan keputusan akalnya. Andaikan ia kenal kepada Allah dengan pengenalan yang betul dan hakiki, maka ia akan menganggap bahwa semua dosa yang ada padanya adalah kecil dan tidak ada artinya sama sekali, apabila dihadapkan dengan kurnia Allah s.w.t., dan sifat pemurahNya. Syair telah berkata:

Dosa-dosaku, jika kufikirkan padanya adalah banyak. Sedangkan rahmat Tuhanku lebih luas daripadanya. Dia adalah Allah Penguasaku, di mana Dia Penciptaku. Dan bahwasanya aku adalah hambaNya yang hina-dina. Dan aku tidak loba pada kebaikan yang sungguh telah aku amalkan. Tetapi aku lebih loba pada rahmat Allah.

Inilah beberapa rayuan hati sebagian ahli tasawuf apabila mereka membandingkan antara dosa-dosa yang banyak dengan rahmat Allah s.w.t. 

Mereka baik sangka kepada Allah karena Allah bersifat Pemurah, Pengasih dan Penyayang.

Itulah yang menyebabkan kecil segala dosa dalam pandangan mereka apabila dihadapkan kepada rahmat Tuhan yang luas dan besar. Karena itu pula, dalam salah satu Hadis yang sahih disebutkan; bahwasanya hamba Allah apabila ia berdosa kemudian ia berkata dengan perasaan gundah dan menyesal: Wahai Tuhanku! Ampunilah aku! Maka Allah akan menjawab: HambaKu telah mengerjakan dosa, kemudian ia yakin bahwa ada Tuhan baginya yang dapat mengampunkan dosanya itu, (karena itu) Aku saksikan kepadamu bahwasanya Aku sungguh telah mengampunkannya .....

II. Ketahuilah ada lima macam dosa yang lebih besar dari dosa yang dikerjakan:

[a] Membesarkan sesuatu dosa, yakni memuliakannya dan tidak menganggapnya sebagai dosa, adalah lebih besar dosanya daripada dosa itu sendiri. Misalnya pergi ke night dub sekali-sekali, kita anggap bahwa itu tidak apa-apa, sehingga perasaan kita tidak melihat bahwa itu suatu dosa. Anggapan demikian adalah lebih besar dari dosa pergi ke night dub itu sendiri.

[b] Menganggap kecil dan enteng sesuatu dosa adalah lebih besar dosanya dari dosa yang dikerjakan.

[c] Mengekalkan diri pada mengerjakan sesuatu dosa, sehingga kita memutuskan untuk tidak keluar dari mengerjakannya adalah lebih besar dosanya dari mengerjakan dosa itu sendiri.

[d] Mempertontonkan dosa, artinya tidak memperbuat suatu dosa dengan bersembunyi, adalah lebih besar dosanya dari dosa mengerjakannya.

[e] Bersifat berani pada mengerjakan dosa adalah lebih besar dosanya dari mengerjakan dosa itu sendiri. Seperti berani berkata: "Daripada menyimpan isteri muda, lebih baik jajan di pinggir jalan." Berani mengatakan yang demikian itu lebih besar dosanya dari mengerjakan zina.

 Kesimpulan:

1. Kita selaku manusia biasa tidak sunyi dari dosa, apakah dosa itu besar atau kecil.

2. Semua dosa mungkin diampuni Allah s.w.t., selain dosa kekafiran atau musyrik kepadaNya.

3. Kita harus baik sangka kepada Allah s.w.t. sebab Dia adalah Pengasih, Penyayang dan Pemurah dengan nikmat dan rahmatNya. Justeru itulah kita mengharapkan semoga amal ibadah kita diterimaNya dan semua dosa kita diampuniNya.

4. Meskipun kita telah mengerjakan dosa besar misalnya, apakah dengan sengaja atau tidak sengaja, kita tidak boleh putus asa atas rahmat Allah, tetapi keadaan itu haruslah menimbulkan gundah dan takut kita kalau-kalau Allah s.w.t., tidak mengampunkan dosa-dosa kita itu.

5. Putus asa terhadap rahmat Allah termasuk dosa besar yang diperbuat hati kita. Karena putus asa pada rahmat Allah, berarti kita menjauhkan diri dari berbaik sangka kepadaNya. Karena itu telah diterangkan Allah s.w.t. dalam Hadis Qudsi, yang maksudnya bahwa Allah s.w.t. adalah di mana sangka hamba terhadapNya. Apabila Allah baik sangka kepada kita, tidak ada jalan bagi kita untuk berputus asa kepadaNya, meskipun kita mengerjakan dosa-dosa besar dan meninggalkan amal ibadah yang telah diperintahkan olehNya. Insya Allah s.w.t. demi rahmat dan kasih sayangNya, apabila kita betul-betul bertaubat kepadaNya, maka Allah akan menerima taubat kita. Mudah-mudahan kita dijadikan Allah dalam barisan hamba-hambaNya yang senantiasa berbaik sangka kepadaNya serta mengharapkan rahmatNya. Dan tidak dijadikanNya kita sebagai orang-orang yang berputus asa kepada rahmat dan kasih sayangNya. 

Amin ..... !