webnovel

Antara Allah Sebagai Dalil dan Allah Sebagai Madlul

 Kalam Hikmah sebelumnya menerangkan, bahwa lahiriah seseorang menunjukkan kepada batiniahnya, apakah baik atau tidak baik. Bagi orang yang lahiriahnya baik dan terpuji, maka itu menunjukkan bahwa hatinya dan batinnya adalah baik. Baik dan terpuji yang dimaksud di sini ialah dalam arti makrifah kepada Allah. Atau dengan kata lain, dalam ukuran jauh dekatnya diri kepada Allah s.w.t.

Bagi orang yang baik lahiriahnya, dapat terlihat pada dua kategori yang antara keduanya itu ada perbedaan yang sangat jauh menurut ahli tauhid dan ahli tasawuf. Karena itu maka yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary tdah menerangkan dua kategori hamba-hamba Allah yang taat kepadaNya serta bagaimana perbedaan antara keduanya; hal keadaan ini telah dirumuskan beliau dalam Kalam Hikmahnya yang ke-29 sebagai berikut:

"Berbeda antara orang yang mengambil dalil dengan Allah dan orang yang mengambil dalil atasNya.– Orang yang mengambil dalil dengan Allah itulah orang yang mengenal Tuhan yang sebenarnya pada ahlinya (yaitu Allah s.w.t.) dan menetapkan segala sesuatu itu datang dari wujud asalnya.\– Mengambil dalil atas Allah adalah karcna tidak sampai kepadaNya.– Dan jika tidak (demikian), maka manakala Allah tidak kelihatan, sehingga (waktu itu) ia mengambil dalil atasNya, dan manakala Allah jauh sehingga (pada ketika itu) adalah sekalian atsar (alam lahiriah), itulah yang menyampaikan kepadaNya."

Pengertian Kalam Hikmah ini sebagai berikut:

I. Makhluk manusia pada waktu keluar dari perut ibunya, sama sekali tidak ada pengetahuan, tetapi adalah dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Allah telah berfirman dalam surat An-Nahl, ayat: 78 sebagai berikut:

"Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu, sedangkan kamu tidak mengetahui suatu apa. DijadikanNya bagimu pendengaran, penglihatan dan jantung. Mudah-mudahan kamu berterima kasih." (An-Nahl: 78)

Dengan hati, pendengaran dan penglihatan, maka Allah s.w.t. meningkatkan makhluk manusia, sehingga manusia diangkat martabatnya oleh Allah s.w.t. dan dengan nikmat itu pula manusia dapat bersyukur dan berterima kasih kepadaNya.

Setelah manusia itu dijadikan Allah s.w.t. sebagai hamba-hambaNya yang telah dapat mengenal Allah, maka mereka itu terbagi kepada dua bahagian:

[a] Hamba-hamba Allah yang disebut dengan istilah "Al-Muraaduuna Al-Majdzubuuna" ( ), yaitu hamba-hamba Allah yang dikehendaki lagi yang ditarik olehNya.

Manusia dalam bahagian ini mengenal Allah s.w.t. bahwasanya wujud Allah adalah wujud yang sebenarnya dan wujud yang maha mutlak ini tidak ada pada selainNya, selain pada Dzat Allah s.w.t. Sedangkan wujud sekalian makhluk dari seluruh jenis adalah diadakan oleh Allah s.w.t. Apabila tidak diadakan olehNya, maka pasti tidak ada. Wujud Allah adalah Dzaaty dan Haqiqi, yakni bersifat dengan tanpa permulaan dan tanpa kesudahan. Tetapi wujud sekalian makhluk adalah kebalikan dari wujud Allah s.w.t. Wujud makhluk tidak sunyi dari perubahan-perubahan, baik perubahan dari tidak ada kepada ada, atau dari ada kepada tidak ada. Dan juga perubahan-perubahan yang mendatang di mana telah tercipta makhluk itu sendiri. Manusia yang telah dipimpin oleh Tuhan dan telah diangkat martabatnya oleh Allah s.w.t. mereka itu mengetahui Allah dan mengenal Allah dengan terang dan sempurna. Inilah yang menyebabkan selalu pandangan mereka dan perasaan mereka tertuju kepada Allah dan terus melihat Allah, sedangkan yang lain daripadaNya sama sekali tidak mereka lihat dengan hati dan perasaan mereka. 

Mereka mengenal alam semesta dan makhluk semua adalah karena mereka mengenal Allah s.w.t. Dari kenal mereka kepada Allah yang menyebabkan mereka kenal kepada alam dan makhluk-makhlukNya. Dengan kata kiasan, dapat kita katakan, bahwa mereka kenal kepada "bawah" karena mereka kenal kepada "atas".

Jadi, mereka melihat ke bawah dari atas dan bukan dari bawah. Inilah maksud firman Allah s.w.t. dalam surat Asy-Syura, pada akhir ayat: 13:

"Allah memlih siapa yang dikehendakiNya, dan menunjuki siapa yang kembali kepadaNya." (Asy-Syura: 13)

Hamba-hamba Allah yang dalam bagian ini disebut dalam istilah ahli tasawuf dengan perkataan "ahli syuhuud".

[b] Makhluk manusia yang disebut dengan Al-Muriiduuna As-Salikuuna ( ), yaitu orang-orang yang berkehendak lagi sedang berjalin kepada Allah s.w.t. Pengertiannya bahwa mereka itu mengetahui dan mengenal Allah adalah dengan alam dan dengan makhluk-makhlukNya. 

Mereka hanya dapat mengenal dan melihat alam dan makhluk, dan dari penglihatan-penglihatan itu mereka mengenal Allah. Bagi mereka menunjukkan adanya Allah adalah dengan dalil alam dan sekalian makhluk. Mereka sampai kepada Allah dalam perjalanan mereka, mereka terus mengerjakan ibadat dalam arti yang luas, sedangkan hati dan perasaan mereka masih belum dapat melihat Allah s.w.t. seperti hamba-hamba Tuhan yang Al-Majdzubuuna di atas. Segala apa yang mereka lihat dari alam dunia ini masih menjadi penghambat bagi mereka pada melihat hakikat wujud Allah s.w.t. Apabila mereka sadar, tekun dan yakin dalam pwrjalanan, maka Insya Allah s.w.t. mereka dipilih olehNya dan ditingkatkan martabatnya naik dari Al-Muriiduuna As-Saalikuun kepada Al-Muraduuna Al-Majdzubuuna. Selama tingkat mereka belum dinaikkan Allah, maka tetap status mereka dalam melihat sekalian makhluk dan alam ini adalah dalil dan tanda pada Allah s.w.t., baik pada DzatNya maupun pada sekalian sifat-sifatNya. Karena itu bagi mereka alam sebagai dalil dan Allah sebagai madlul.

II. Ketahuilah, bahwa segala dalil adalah diperlukan bagi orang yang sedang mencari dan yang sedang berjalan kepada sesuatu maksud atau tujuan. 

Tetapi bagi orang yang sudah sampai ke tempat tujuan dan melihat dengan mata kepala sesuatu yang dicarinya itu telah ada dan telah terang bentuk dan coraknya, maka pada waktu itu ia tidak memerlukan lagi kepada tanda-tanda yang menunjukkan atas sesuatu yang menjadi maksud dan tujuannya itu.

Untuk apa dalil, sedangkan yang didalilkan sudah ada dan dilihat dengan mata kepala. Perlunya dalil adalah untuk penunjuk bagi sesuatu yang belum dilihat, sesuatu yang belum diperoleh atau sesuatu yang belum yakin kita tentang sebenarnya, maka tentulah tak dapat tidak kita memerlukan dalil.

Demikian pulalah antara wujud Allah dengan wujud makhluk-makhlukNya. Apabila wujud Allah sudah dikenal sehingga hati dan perasaan terbawa menjurus kepada keasyikan dalam mdihat Allah, maka dari inilah seseorang itu melihat dan merasakan bahwa dengan wujud yang haqiqi ini atau dengan mengenal Allah dalam pengertian di atas, ia dapat rnengenal keadaan hakikat makhluk-makhlukNya.

Mengenal alam dan makhluk dengan sebab mengenal Allah yang Maha Mutlak adalah suatu kesempurnaan. Dan inilah kenyataan yang haqiqi bagi hamba-hamba Allah yang senior makrifatnya terhadap Allah s.w.t. Tetapi apabila belum sampai ke tingkat di atas maka tentulah alam mayapada ini baginya menjadi dalil atas wujud Dzat Allah yang Maha Mutlak.

Wujud Dzat Allah s.w.t. sifatnya maklum dan sifatnya lahiriah yang tak dapat dimungkiri. Jadi bagi As-Saalikun (orang-orang yang sedang berjalan kepada Allah) mengambil dalil atas wujud Allah yang terang dan mutlak pada hakikat wujudNya, dengan wujud alam mayapada dan sekalian makhluk-makhlukNya, di mana semua ini pada hakikatnya tidak ada, oleh karena selalu tidak sunyi dari perubahan-perubahan. Karena itu bagi muriidiin saalikin jalannya masih jauh, rantaunya sangat panjang, ia harus melalui liku-liku perjalanan aneka warna dan naik tumnnya bukit-bukit yang ia harus jalani.

III. Jalan apakah untuk boleh selamat dan sampai kepada tujuan? Tidak lain selain harus ada dua perjuangan penting yang harus ia kerjakan. Yaitu:

[a] Dengan mujahadah. Maksudnya berjuang melawan godaan nafsu iblis dan syaitan. Kerjakanlah ibadat sebanyak-banyaknya dengan berjuang menentang segala musuh-musuh tadi. Apabila kita telah sukses dari perjuangan dalam taat kepada Allah s.w.t. Insya Allah kita akan termasuk dalam jamaah hamba-hambaNya yang baik.

Allah s.w.t. berfirman:

"Orang-orang yang berjuang pada jalan Kami, akan Kami tunjuki mereka itu pada jalan-jalan Kami itu. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang memperbuat kehaikan." (Al-Ankabut: 69)

[b] Perbaikilah hati dari sekalian penyakit-penyakitnya. Untuk ini hendaklah dikerjakan enam macam amal ibadat, yaitu:

1. Bacalah Al-Quran sekalian dengan maknanya dan pengertiannya.

2. Kosongkanlah perut sehingga tidak terlalu berat mengerjakan ibadat.

3. Rajinlah sembahyang sunnat di waktu malam, lebih-lebih sembahyang 

tengah malam atau sesudahnya.

4. Taubat dan minta ampunlah pada Allah di waktu sahur di mana manusia sedang tidur nyenyak.

5. Bersahabatlah dengan orang-orang baik, para ulama dan hamba-hamba Allah yang saleh.

6. Jauhilah yang haram dan syubhat, pada makanan, minuman, pakaian, perumahan, dan sebagainya. Pengertian Syubhat, ialah samar-samar antara halal dan haram.

Apabila keenam ini tdah dikerjakan, di samping mujahadah sebagai tersebut di atas, lnsya Allah s.w.t. keadaan kita akan bertambah baik. Fikiran kita tenang, hati kita tenteram. Dengan Allah kita dekat, dengan manusia kita baik, maka tiada yang lebih bahagia dari itu. Dan inilah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi!

Kesimpulan:

Untuk mengamalkan ajaran ini hendaklah kita banyak konsultasi dengan para ulama yang mempunyai ilmu yang banyak dan beramal ibadat yang ikhlas.

Hendaklah konsultan-konsultan kita itu merupakan dokter-dokter rohani buat kita yang dapat mengubati penyakit-penyakit hati kita dan dapat menuntun dan memimpin kita kepada jalan yang diridhai Allah s.w.t.Jauhilah orang-orang Ulama-ulama yang hawa nafsu sebagai pedoman hidupnya dan iblis syaitan sebagai imamnya. Ulama ini menjual keulamaannya untuk kepentingan dunia. Apabila kebetulan kita telah mengikutinya, maka tariklah diri dengan cepat dan jagalah diri kita semoga penyakit yang berbahaya itu tidak menular pada kita. Ulama ini telah meninggalkan jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka telah menjadi pembohong-pembohong besar terhadap ummat sekelilingnya.

Kalaulah demikian, maka lebih-lebih lagi kita harus menjauhkan diri kita dari orang-orang yang banyak berkata tetapi sedikit amalnya.

Atau orang-orang yang berkata pada sesuatu yang ia tidak ada pengetahuan tentangnya, maka terjadilah bermacam bid'ah dalam masyarakat, sehingga jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah tadi telah ditentangnya dengan kebodohan dan kejahilan. Na'udzubillahi min dzalik.

Mudah-mudahan kita dipdihara Allah dari sekalian malapetaka ini.

Amin