webnovel

episode 5

Di tempat yang tidak di ketahui, kini Kanzia sibuk dengan keluhan gila di dalam benaknya. Sial, dia merasakan tubuhnya kedinginan dan suasana di sini juga gelap gulita.Tapi, anehnya ada suara yang penuh kesedihan tengah sibuk memanggil-manggil namanya.

"Asem, ini bukan suara setan, kan? Gak lucu kalau aku yang udah mati takut sama hantu," monolog Kanzia, matanya tidak dapat melihat apa pun dan semua yang ada di pandangannya gelap gulita.

"Tolong aku, balaskan dendam ku!" Ucap suara yang tidak di ketahui siapa itu, mungkin saja itu hantu yang mati dengan cara tragis.

"Gak, orang udah mati di suruh balas dendam mu lagi!! Gila aja, mending aku turu di sini," sahutnya dengan nada ketus, walau Kanzia agak tidak suka dengan tempat ini. Tapi, kalau di suruh buat balas dendam, ya dia ogah.

"Tolong aku, balaskan dendam ku!"

"Dih, jangan maksa! Pergi sana, jangan berisik di sini! Ganggu tau," jawab Kanzia kesal dengan apa yang suara itu katakan, dia terlalu malas hidup lagi.

Suara putus asa itu terus

merintih kesakitan dan terdengar memilukan. Membuat telinganya sakit bukan kepalang, jelas jika di sekitarnya tidak ada orang lain. Tapi, kenapa suara ini terdengar keras dan memekakkan telinga.

"Woy, diam aku bilang! Gak bisa bahasa manusia, ya! Apa harus aku pakai bahasa setan?" tanyanya menatap ke setiap sudut dan semua gelap gulita.

"Tolong aku, balaskan dendam ku!" Suara itu masih melantunkan hal yang sama, meminta membalaskan dendamnya.

"Sial! Baru juga mau rebahan, sekarang malah di suruh buat balas dendam. Ughh, tidak ada yang menyenangkan saat aku hidup atau mati, semua sama saja. Gak tau apa aku lagi males," tuturnya memarahi suara berisik yang terus memintanya membalaskan dendam.

Kanzia yang sangat pemalas dan tidak menyukai hal-hal merepotkan. Sekarang harus terusik kala suara meminta tolong menganggunya di tempat yang tidak di ketahui itu ada di mana.

"Tolong!" Suara itu kali ini berubah, membuatnya memutar bola matanya malas sembari menghela napas berat.

"Katakan pertolongan apa yang ingin kamu minta dariku?" tanya Kanzia acuh tak acuh, namun tidak kunjung mendapat jawaban.Sebelum Kanzia bisa mengutuk suara itu dengan kata-kata yang kasar, tiba-tiba saja kepalanya kini terasa sangat menyakitkan. Dan Kanzia kini jatuh dalam kehampaan, perlahan jiwanya menghilang.

"Terimakasih," ucap suara itu lemah dengan senyuman lega, seakan beban dan tugasnya di dunia sudah terselesaikan, dapat beristirahat dengan baik.

Samar-samar Kanzia bisa mendengar, jauh dalam lubuk hatinya dia mengutuk orang ini. Setan yang tidak tahu malu, semua umpatan itu hanya dapat Kanzia telan kembali saat rasa sakit membuatnya kesulitan berbicara.

Jiwanya seakan di cabik-cabik, Kanzia mengeram kesakitan dan menjerit ketika tidak tahan dengan siksaan menyakitkan itu. Saat dia berpikir semua telah berakhir, nyatanya hal paling menyakitkan masih berlanjut hingga membuat Kanzia jatuh pingsan.

Saat membuka mata, Kanzia merintih kesakitan di kala mencoba menggerakkan tubuhnya. "Sial, jika tahu akan sesakit ini! Aku akan memilih tetap ada di tempat dingin dan gelap itu," gumamnya kesal.

Pupil mata Kanzia sedikit menyusut tajam saat menatap tangan kurus dan pucat di depannya.

"Hais, tubuh lemah siapa lagi ini? Tuhan, apa tidak bisa gitu kasih aku tubuh yang sehat dan bugar! Ini malah tubuh penyakitan lagi," ucap Kanzia meringis kala dia memandangi tangan kurusnya yang terlihat mengidap penyakit.

Tubuh ini bahkan jauh lebih buruk dari tubuhnya yang memiliki penyakit kelainan jantung. Saat dia teringat hal itu, hati Kanzia terasa sangat sakit.

"Mama, papa," ucap Kanzia dengan nada suara serak di saat berkata, "Zia rindu kalian! Zia juga rindu bang Evans!"

Kanzia mendesah lelah, sadar betul kalau dia saat ini sudah mati. Tidak mungkin hidup lagi, dengan penyakit jantungnya itu, Kanzia dapat menyakini jika dia sudah meninggal sejak malam itu.

"Ughh, kalau tahu begini. Aku akan memilih mati dengan cara sambil rebahan," gumamnya dengan raut wajahnya penuh akan penyesalan.

"Mama, papa, jangan cemas kan Zia. Sekarang Zia akan menjaga diri dengan baik,"tuturnya dengan suara pelan, matanya yang terlihat lesu kini mulai mengamati ruangan ini.

"Hm, rumah sakit! Apa tubuh ini sakit?" tanyanya dalam hati, kemudian mengamati luka yang ada di pergelangan tangannya.

"Ah, ternyata mau bunuh diri," ujar Kanzia ketika menyimpulkan luka yang di deritanya, ini sangat menyedihkan. "Apa beban hidup mu begitu teramat berat, sehingga kamu memilih mengakhiri hidupmu sendiri," tutur Kanzia kini tersenyum kecut dan tertawa dingin.

Tidak berselang lama,Kanzia mendesis kesakitan ketika nyeri dari pergelangan tangan serta kepala datang dengan serentak. Tubuhnya meringkuk di kala menahan rasa sakit, berteriak kencang ketika tidak tahan dengan rasa sakit yang di derita.

"Sialan, rasa sakit ini bahkan jauh lebih buruk dari penyakit jantungku," gumamnya menjerit, namun tidak ada dokter atau perawat yang datang untuk melihat kondisinya.

Saat Kanzia terbangun lagi, dia masih sendiri dan benar saja. Tidak ada orang datang menemuinya, sudut bibir Kanzia berkedut intens dan rasa sakit itu ternyata masih tersisa.

Sambil memijit kepalanya yang sakit, dia dengan mata dingin mengedarkan pandangannya. Sudut bibirnya melengkung membentuk seringai kecil.

"Tsk, tubuh ini sehat. Haha, Zia kamu benar-benar di berkati," ujar Kanzia sembari tertawa terbahak-bahak dengan decakan yang keluar dari bibirnya yang pucat pasi.

Ternyata baru saja dia mengingat semua memori yang tubuh ini miliki. Dengan cepat wajah penuh kebahagian Kanzia berubah total saat teringat semua, kemudian wajah pucatnya tampak sangat dingin dan menyeramkan.

"Kanzia Volker!" gumam Kanzia hampir tidak bisa mempercayai kalau dia menempati tubuh Kanzia Volker dari novel yang memiliki akhir tragis itu.

Kanzia Volker merupakan anak dari Volera Volker dan Valo Volker. Anak pertama dari keluarga itu, tapi sayang sekali. Kelahiran Kanzia tidak pernah kedua orang tuanya ini inginkan, mereka hanya mau anak laki-laki untuk anak pertama mereka.

Meskipun di kucilkan kedua orang tuanya sendiri, Kanzia tidak pernah berkecil hati. Dia merupakan sosok wanita yang ceria, penuh semangat tinggi dan banyak di sukai orang karena memiliki hati yang lembut.

Kebahagian Kanzia semakin lengkap sejak Verena Volker lahir, adik kandung Kanzia yang paling di cintak. Kelahiran sang adik membawa kebahagiaan untuk Kanzia yang selalu di abaikan kedua orang tuanya. Tidak ingin Verena atau kerap di panggil Rena ini memiliki kehidupan sepertinya, tanpa mendapat kasih sayang orang tua. Kanzia dengan segenap jiwa memberikan kasih