webnovel

Chapter 10: Kesan

"Tampan? Jadi dia seorang pria?"

Sial, aku tidak sengaja menyebutkannya!!!

Aku sudah berusaha untuk menutupi fakta bahwa orang yang aku maksud adalah laki-laki. Namun karena kebodohanku sendiri, aku malah mengungkapkannya tanpa sengaja.

Namun tidak gunanya untuk berusaha menyangkalnya. Jadi mau tidak mau, aku hanya bisa pasrah dengan kebodohanku sendiri.

"...Iya"

"Hah? Seorang pria yang keberadaannya tidak menganggu Alya? Mungkinkah…!?"

Dia tersenyum jahil padaku dan menggunakan nada yang membuatku kesal. Yang artinya dia sedang menggodaku.

"Aku tidak jatuh cinta padanya!"

Aku segera menyangkalnya, namun seringai di wajah kakakku tidak hilang, melainkan dia menjadi lebih bersemangat.

"Iyakaahhh???~ Kamu bilang sendiri kalau dia tampan, jadi itu adalah hal yang mungkin"

"Gak!"

"Ayolahh~ Tidak usah malu-malu~"

"Tapi aku sudah jujur!"

"Dasar keras kepala"

Kakakku menyerah lalu menghela napas saat aku menyangkalnya.

Beberapa saat setelah keheningan berlalu, dia tiba-tiba menanyakan sesuatu seolah baru menyadari suatu hal.

"Alya, kamu tadi bilang dia menjaga jarak?"

Dia mengatakannya dengan wajah serius.

"Iya"

"Bisa jelaskan detailnya?"

"Huh? Kenapa?"

Aku bingung karena kakakku penasaran dengannya. Rasanya benar-benar aneh kalau dia tiba-tiba tertarik dengan seseorang.

"Ayolah, jelaskan saja!"

Karena sifat kakakku sangat memaksa, dan tidak akan mengalah dengan mudah. Jadi aku menjelaskan detail yang aku ketahui.

"Dia bersikap sangat dingin terhadap orang lain, terutama perempuan"

Aku segera mengatakannya menurut apa yang sudah aku ketahui. Aku tidak begitu memperhatikan dia, jadi aku tidak tahu detailnya.

"Ah! Tapi sikapnya sedikit melunak saat dia bersama dengan orang yang mungkin dekat dengannya"

"Hmmm~ gitu ya"

Aku bingung kenapa kakakku ingin mengetahui hal itu.

"Kurasa aku bisa mengerti"

"Mengerti?"

"Ya. Alya mungkin merasa aman karena kamu berpikir kalau dia berbeda dari orang yang pernah kamu temui"

"Begitu? Tapi kurasa ada benarnya"

Aku baru sadar saat kakakku menjelaskannya.

Memang benar dia cukup berbeda dari orang lain yang pernah kutemui.

Aku mengakui kalau wajahku cukup cantik. Dan karena itu, orang-orang biasanya akan mengajakku bicara. lalu biasanya juga mereka akan mengajakku pergi kesuatu tempat untuk berusaha menjadi dekat denganku.

Namun aku yakin kalau mereka mengajakku karena memiliki niat lain.

Bahkan aku pernah ditembak oleh seseorang saat aku masih SMP. Aku jelas menolaknya karena aku tidak mengenalnya.

Namun secara tidak sengaja, aku mendengar bahwa orang itu menembakku hanya karena hukuman kekalahan dari suatu permainan.

Saat mendengarnya, aku merasa sangat terkejut karena mereka hanya menjadikanku sebagai mainan.

Sejak saat itu, aku mulai sedikit menutup diri.

Namun dia berbeda, jangankan mengajakku berbicara, dia bahkan tidak menatap kearahku sama sekali. Seolah-olah aku hanyalah gadis biasa yang tidak menarik di matanya.

Dia memang pernah menatap kearahku, tapi cara dia menatapku sangat berbeda dari kebanyakan orang.

Saat dia berbiacara denganku. Dia hanya membicarakan tentang sesuatu yang cukup penting. Bukan untuk berbasa-basi.

Dan anehnya, aku merasa nyaman saat bersama dengannya. Mungkin karena dia hanya menganggapku sama seperti gadis yang lain.

Aku merasa kalau aku akan baik-baik saja saat bersama dengan laki-laki itu.

Saat aku memikirkannya. Aku teringat kembali kata-kata yang dia ucapkan beberapa saat yang lalu.

"Ngomong-ngomong, nasi goreng aku berikan ke seseorang minggu lalu. Itu dia orangnya"

"Oh iya kah? Kebetulan sekali"

"Dia bilang enak"

Kakakku membuat pose bangga dengan menyilangkan tangannya di dadanya.

"Tentu saja! Karena aku membuatnya dengan sepenuh hati! Kurasa kalau kamu membuatkan makanan untuknya, dia akan merasa senang"

"Kenapa aku harus melakukan itu?"

"Taklukan seorang pria dari perutnya dulu!"

Dia mengatakan itu dengan seringai diwajahnya.

"Aku tidak berniat melakukannya!"

"Gak asik ahh~"

Dia tampak kecewa dan menundukan kepalanya.

"Lalu aku juga tidak bisa masak!"

Aku sebenarnya bisa saja memasak, tetapi aku tidak melakukannya karena aku tidak terlalu menyukainya.

Lalu tiba-tiba kakakku tersadar sesuatu.

"Tapi, aku merasa kalau dia bisa menyelamatkanmu"

"…"

Kakakku tahu betul dengan keadaanku, bahkan tentang masa lalu yang pernah aku lalui. Mungkin itu sebabnya dia sangat tertarik dengan laki-laki itu karena kakakku pikir dia bisa menyembuhkan luka yang masih menempel erat di hatiku.

Namun tetap saja, tidak ada bukti kalau dia bisa menyelamatkanku.

"Alya, gimana kalau kamu mencoba berkenalan terlebih dahulu dengannya?"

Aku juga ingin melakukan hal itu. Namun aku takut.

Aku takut kalau dia sama seperti orang yang pernah kutemui dulu.

Kalau dia mengkhianatiku sama seperti yang mereka lakukan kepadaku dulu. Aku yakin kalau aku akan merasa sangat hancur. Bahkan parahnya, ada kemungkinan bahwa luka ini tidak akan bisa disembuhkan.

Namun aku juga ingin menyembuhkan traumaku.

"Aku… akan berusaha untuk melakukannya"